Liputan6.com, Jakarta Puisi ‘Doa’ karya Chairil Anwar sudah tak asing lagi bagi pecinta sastra. Puisi ‘Doa’ sendiri mengandung makna yang mendalam. Bahkan isinya mengusung tema religius, filosofi atau ketuhanan.
Baca Juga
Advertisement
Puisi ‘Doa’ ini merupakan salah satu karya sastra yang sangat populer di Tanah Air. Selain puisi ‘Doa’, terdapat karya sastra lain yang juga tak kalah populernya yakni "Aku", "Sendiri", "Sia-sia", dan "Tak Sepadan".
Puisi ‘Doa’ sendiri diciptakan oleh Chairil Anwar sejak November 1943 dan diterbitkan pertama kali dalam majalah lama Pantja Raja pada November 1946. Puisi ‘Doa’ ini juga mengandung unsur intrinsik yang perlu diketahui pembaca.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai isi puisi ‘Doa’ karya Chairil Anwar dan unsur intrinsiknya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (31/5/2023).
Isi Puisi ‘Doa’ Karya Chairil Anwar
Berikut ini isi dari puisi ‘Doa’ karya Chairil Anwar yang bisa anda ketahui, yakni:
Tuhanku Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
CayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Â
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Â
Tuhanku
Di pintumu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Advertisement
Mengenal Puisi ‘Doa’ Karya Chairil Anwar
Puisi ‘Doa’ sendiri diciptakan oleh Chairil Anwar sejak November 1943 dan diterbitkan pertama kali dalam majalah lama Pantja Raja pada November 1946. Puisi ini menggunakan kata-kata khas puisi yang berbeda dengan kata-kata dalam prosa.
Dalam puisi ‘Doa’ ada beberapa kata yang sulit ditafsirkan secara langsung, seperti termangu, menyebut namaMu, susah sungguh, cayaMu panas suci, kerdip lilin, dan kelam sunyi. Makna tersebut tidak bermakna lugas, tetapi bermakna kias.
Misalnya saja pada baik yang pertama, kata termangu memberi gambaran orang yang termangu-mangu, gambaran tetang kebingungan yang dilukiskan lebih nyata, dapat dilihat mata. Sedangkan kata ‘Menyebut namaMu’ memberi gambaran yang lebih nyata dari berdoa.
Puisi ‘Doa’ karya Chairil Anwar, menyiratkan imaji yang cukup tajam sehingga pembacanya dapat menjadi subjek, sang pencerita yang mengalaminya sendiri. Chairil Anwar mengambil diksi ‘ku’ atau ‘aku’ (kata ganti orang pertama tunggal), imaji pembaca langsung terhubung dengan dirinya sendiri. Titik kesadaran antara diri dan Tuhan, menuntun pemahaman bahwa ketuhanan mesti dijangkau secara personal.
Unsur-Unsur Intrinsik Puisi ‘Doa’
Secara umum, unsur-unsur intrinsik puisi terdiri dari tema, amanat, perasaan, nada dan suasana. Berikut ini penjelasan unsur-unsur intrinsik puisi ‘Doa’, yakni:
a. Tema
Puisi ‘Doa’ mengusung tentang Ketuhanan, dapat dibuktikan melalui beberapa penggalan bait diantaranya yakni Tuhanku, namaMu, mengingat Kau, cayaMu, di pintuMu. Penggalan bait tersebut menggunakan kata yang jelas dan tegas, sehingga tertuju langsung kepada Tuhan. Kata ‘Doa’ sendiri pada judul puisi ciptaan Chairil Anwar tersebut merupakan sebuah tanda ketika hambanya berkomunikasi dengan Tuhannya. Selain itu, penggalan bait di atas juga dapat menjelaskan mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya.
b. Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan penyair melalui puisinya. Contoh amanat dalam puisi ‘Doa’ karya Chairil Anwar adalah manusia yang sering berbuat dosa agar bertobat dan kembali pada Tuhan.
c. Perasaan
Perasaan adalah sikap batin penyair yang diekspresikan dalam puisinya. Dengan kata lain, perasaan adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkan dalam puisinya. Contohnya saja unsur intrinsik perasaan dalam puisi Doa karya Chairil Anwar adalah rasa penuh kekhusyukkan dan kepasrahan.
d. Nada dan Suasana
Nada berarti sikap penyair dengan pembaca. Sedangkan suasana adalah menitik beratkan kepada pembaca setelah membaca puisi ‘Doa’. Hubungan antara manusia dengan Tuhan dari puisi ini seolah mengajak kita sebagai pembaca agar lebih dekat dengan Tuhan karena semuanya akan menjadi kepadaNa.
Advertisement
Profil Chairil Anwar
Chairil Anwar seorang penyair yang lahir pada tanggal 26 Juli 1922 sampai 28 April 1949. Chairil Anwar sendiri dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku), adalah penyair terkemuka Indonesia. Dia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi.Â
Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, di mana dia mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis sejak saat itu. Karyanya sudah banyak dikenal masyarakat luas dan pecinta karya sastra. Puisinya menyangkut berbagai tema, seperti mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.
Sejak usia 15 tahun, Chairil telah bertekad menjadi seorang seniman. Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) di mana dia berkenalan dengan dunia sastra.
Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Bahkan mengisi waktu luangnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Dari situlah, diksinya mulai berkembang dan bisa menulis sebuah karya.
Karya pertamanya berjudul Nisan pada tahun 1942, saat Chairil baru berusia 20 tahun. Setelah itu, ia terus menulis karya sastra hingga akhir hayatnya. Chairil meninngal pada tanggal  28 April 1949 di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta. Â
Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949. Sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi yang masih dikenal oleh warga Indonesia hingga saat ini.