Liputan6.com, Jakarta Contoh tembang macapat sebenarnya ada banyak sekali. Tembang macapat sendiri merupakan bentuk puisi bertembang. Tembang macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau pakem. Secara tradisional ada 15 pakem dalam tembang macapat. Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum.
Sesuai pakem itu, dikenallah 11 tembang macapat yakni maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung. Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.
Advertisement
Baca Juga
Dalam satu pakem tembang macapat, dapat menghasilkan banyak sekali contoh tembang macapat dengan puisi/lirik yang berbeda. Namun perlu diingat kembali, tembang macapat terikat pada pakem.
Ada tiga kaidah pakem dalam tembang macapat, yakni guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Sebuah puisi baru dapat disebut sebagai tembang macapat, jika puisi tersebut harus ditulis dengan mengikuti kaidah guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.
Guru gatra adalah banyaknya baris (gatra) dalam satu bait (pada). Gurung wilangan adalah jumlah suku kata (wanda) dalam satu baris. Sedangkan guru lagu adalah bunyi vokal pada suku kata terakhir di setiap barisnya. Bunyi lagu pada akhir gatra antara lain adalah a, i, u, e, dan o.
Untuk lebih memahami ketiga kaidah tersebut, berikut 11 contoh tembang macapat, seperti yang teah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (2/6/2023).
1. Maskumambang
Maskumambang adalah tembang macapat yang menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu.
Tembang Maskumambang memiliki 4 gatra dengan susunan 12-i; 6-a; 8-i; dan 8-a. Berikut contoh tembang macapat Maskumambang,
Â
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi,
ha nemu duraka,
ing donya tumekeng akhir
tan wurung kasurang-surang
Â
Tembang tersebut menggambarkan tentang akibat dari anak yang tidak patuh pada orang tua. Seorang anak yang durhaka biasanya akan mendapatkan balasan berupa kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
2. Mijil
Mijil merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.
Tembang ini memiliki 6 gatra dengan struktur 10-i; 6-a; 10-e; 10-i; 6-i; dan 6-u. Berikut contoh tembang macapat Mijil,
Â
Â
Â
Dedalanne guna lawan sekti,
kudu andhap asor,
wani ngalah dhuwur wekasane,
tumungkula yen dipundukanni,
ruruh sarwa wasis,
samubarangipun,
Tembang tersebut mengandung pesan tentang bagaimana cara menjadi orang yang baik, yakni adalah dengan bersikap rendah hati dan ramah.
Advertisement
3. Sinom
Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.
Sinom memiliki 9 gatra dengan susunan 8-a; 8-i; 8-a; 8-i; 7-i; 8-u; 7-a; 8-i; 12a. Berikut contoh tembang macapat Sinom,
Â
Nuladha laku utama,
tumraping wong tanah Jawi,
wong agung ing Ngeksiganda,
panembahan Senapati,
kepati amarsudi,
sudane hawa lan nepsu,
pinesu tapa brata,
tanapi ing siyang ratri,
amemangun karyenak tyas ing sasama.
Â
Tembang tersebut mengandung pesan tentang bagaimana menjadi orang baik, yakni dengan meneladani perilaku utam. Tujuannya agar dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan cara mengendalikan hawa nafsu, hidup prihatin, dan berkarya.
4. Kinanthi
Tembang macapat Kinanthi bercerita tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud.
Tembang kinanthi memiliki 6 gatra dengan susunan 8-u; 8-i; 8-a; 8-i; 8-a; 8-i. berikut contoh tembang macapat Kinanthi,
Â
Marma den taberi kulup,
angulah lantiping ati,
rina wengi den aneda,
pandak-panduking pambudi,
bengkas kahadaning driya,
supaya dadya utami.
Â
Tembang ini juga mengandung pesan tentang bagaimana menjadi manusia yang utama, yakni dengan selalu rajin berupaya siang dan malam, berlatih menajamkan perasaan, serta mengendalikan hawa nafsu.
5. Asmaradana
Asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta.
Tembang Asmarandana memiliki 7 gatra dengan susunan 8-i; 8-a; 8-e; 8-a; 8-a; 8-u; 8-a. Berikut contoh tembang macapat Asmarandana,
Â
Gegaraning wong akrami,
dudu bandha dudu rupa,
amung ati pawitané,
luput pisan kena pisan
yen ta gampang luwih gampang,
yen angèl angèl kalangkung,
tan kena tinumbas arta.
Â
Tembang tersebut memiliki pesan kepada siapa saja yang sedang mencari jodoh. Hendaknya dalam memilih jodoh hendaknya jangan hanya melihat kecantikan, ketampanan wajah atau karena kekayaan harta benda. Berumah tangga itu sekali pilih untuk selamanya. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga tak dapat ditukar dengan harta atau benda.
6. Gambuh
Awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.
Gambuh memiliki 5 gatra dengan susunan 7-u; 10-u; 12-i; 8-u; 8-o. Berikut contoh tembang macapat Gambuh,
Â
Tutur bener puniku,
sayektine apantes tiniru,
nadyan metu saking wong sudra papeki,
lamun becik nggone muruk,
iku pantes sira anggo,
Â
Tembang tersebut mengandung pesan bahwa pesan-pesan tentang kebaikan dan kebenaran layak untuk ditiru, meskipun pesan tersebut keluar dari mulut orang yang rendah derajatnya.
Advertisement
7. Dhandhanggula
Gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan.
Tembang Dhandhanggula memiliki 10 gatra dengan susunan 10-i; 10-a; 8-e; 7-u; 9-i; 8-a; 6-u; 8-a; 12-i; 7-a. Berikut contoh tembang macapat Dhandhanggula,
Â
Nanging yen sira ngguguru kaki,
amiliha manungsa kang nyata,
ingkang becik martabate,
sarta kang wruh ing kukum,
kang ngibadah lan kang ngirangi,
sukur oleh wong tapa,
ingkang wus amungkul,
tan mikir pawewehing liyan,
iku pantes sira guronana kaki,
sartane kawruhana.
Â
Tembang tersebut secara garis besar memiliki pesan tentang bagaimana memilih seseorang yang layak dianut. Sosok yang layat dianut adalah sosok yang baik martabatnya, rajin beribadah, dan paham hukum/norma.
8. Durma
Durma berasal dari kata darma. Pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama.
Tembang Durma memiliki 7 guru gatra berstruktur 12-a; 7-i; 6-a; 7-a; 8-i; 5-a; 7-i. Berikut contoh tembang macapat Durma,
Â
Dipunsami hambanting sariranira,
cecegah dhahar guling,
darapon sudaa,
napsu kang ngambra-ambra,
rerema hing tyasireki,
dadi sabarang,
karsanira lestari.
Â
Tembang ini mengandung pesan anjuran agar berpuasan dan mengendalikan hawa nafsu agar bisa hidup bahagia.
9. Pangkur
Pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa.
Tembang Pangkur mempunyai 7 guru gatra dengan susunan 8-a; 11-i; 8-u; 7-a; 12-u; 8-a; 8-i. Inilah contoh tembang macapat Pangkur,
Â
Mingkar-mingkuring ukara,
akarana karenan mardi siwi,
sinawung resmining kidung,
sinuba sinukarta,
mrih kretarta pakartining ilmu luhung,
kang tumrap ing tanah Jawa,
agama ageming aji.
Â
Tembang ini bercerita tentang cara mendidik anak dengan puisi dan syair yang indah, agar anak dapat memahami nilai-nilai luhur nenek moyang dan nilai agama.
10. Megatruh
Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia.
Tembang Megatruh terdiri dari 5 guru gatra dengan susunan 12-u; 8-i; 8-u; 8-i; 8-o. berikut adalah contoh tembang macapat Megatruh,
Â
Sigra milir sang gèthèk sinangga bajul,
kawan dasa kang njagèni,
ing ngarsa miwah ing pungkur,
tanapi ing kanan kéring,
sang gèthèk lampahnya alon.
Â
Artinya:
Mengalirlah segera sang rakit ditopang buaya,
empat puluh penjaganya,
di depan juga di belakang,
tak lupa pula di kanan kiri,
sang rakit pun berjalan pelan.
11. Pocung
Pocung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan (mori) saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi.
Tembang ini terdiri dari 4 guru gatra dengan susunan 12-u; 6-a; 8-i; 12-a. Berikut adalah contoh tembang macapat Pocung,
Â
Ngelmu iku kalakone kanthi laku,
lekase lawan kas,
tegese kas nyantosani,
setya budya pangekese dur angkara.
Tembang tersebut mengandung pesan tentang bagaimana proses menuntut ilmu yang benar, yakni harus didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas, serta upaya yang sungguh-sungguh.
Advertisement