Sukses

6 Jenis Pajak yang Berlaku dan Perlu Dipahami Warga Negara Indonesia

Ada beberapa jenis pajak yang berlaku di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai warga negara yang baik, tentu tidak asing dengan kewajiban pajak yang perlu dibayarkan. Pembebanan pajak tersebut sudah cukup wajar dalam kehidupan bernegara. Bahkan pajak menjadi satu dari banyaknya pemasukan yang menjadi tulang punggung dari pendapatan sebuah negara, tidak terkecuali Indonesia.

Namun apa guna membayar pajak pada negara? Sebagai rakyat Indonesia, tentu ingin negara ini tumbuh dan berkembang. Dengan membayar pajak, maka turut membantu pembangunan yang dicita-citakan seluruh warga negara.

Tapi tidak lengkap rasanya jika belum mengetahui apa saja jenis pajak yang berlaku di Indonesia. Sebenarnya, jenis pajak terbagi ke dalam dua kategori yang berdasar siapa pengelolanya. Sekor pertama yaitu pajak pusat, di mana pengelolaan pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Kemudian, ada jenis pajak daerah yang proses pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah daerah, kemudian dibagi lagi ke dalam pajak provinsi serta pajak kabupaten maupun kota. Di mana proses administrasinya dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah.

Untuk membahas lebih lanjut perihal jenis pajak yang berlaku, berikut ini Liputan6.com telah merangkum dari berbagai sumber, Kamis (26/11/2020).

2 dari 7 halaman

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah jenis pajak yang dibebankan untuk orang pribadi maupun sebuah badan karena penghasilan yang mereka terima atau peroleh dalam suatu Tahun Pajak. Penghasilan sendiri memiliki arti sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima serta diperoleh para Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri dan bisa digunakan dalam menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama serta dengan bentuk apapun.

3 dari 7 halaman

2. Bea Materai (BM)

Bea Materai merupakan jenis pajak yang dibebankan karena adanya pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga serta efek. Di mana, keseluruhan dokumen tersebut tercantum di dalamnya jumlah uang maupun nominal yang jumlahnya sesuai dengan ketentuan berlaku.

4 dari 7 halaman

3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN sendiri merupakan jenis pajak yang dibebankan karena ada pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang membeli beragam Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib dikenakan PPN berdasar Undang- Undang yang ditentukan dan masih berlaku.

5 dari 7 halaman

4. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

Pembelian Barang Kena Pajak tertentu yang termasuk barang mewah akan dikenakan PPN dan PPnBM. Ada beberapa kriteria barang-barang yang tergolong mewah, seperti barang yang hanya bisa dibeli kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, barang hanya dikonsumsi oleh kelompok orang tertentu, barang bukan kebutuhan pokok, barang dibeli demi status atau gengsi, serta barang dapat mengganggu kesehatan atau moral masyarakat.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 dan sudah diubah beberapa kali menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Jenis pajak ini diatur dan dihitung bersama dengan PPN, karena memang tidak bisa dipisahkan dari Pajak Pertambahan Nilai tersebut.

6 dari 7 halaman

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan adalah jenis pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan maupun penguasaan atas tanah dan/atau bangunan. Objek Pajak Bumi dan Bangunan yaitu bumi dan/atau bangunan, di mana pengertian bumi dan/atau bangunan dijelaskan sebagai berikut.

“Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan”.

Sektor pajak PBB dibagi dalam 5 kelompok yaitu Sektor Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan. Tapi, ada perubahan pada kategori sektor tersebut, berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) terhitung 1 Januari 2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan (Sektor P2) telah masuk ke dalam kategori Pajak Daerah. Sedangkan untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (Sektor P3) masih tetap merupakan Pajak Pusat.

7 dari 7 halaman

6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Merujuk pasal 1 angka 41 UU 28/2009, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah jenis pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak ini merupakan perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan.

Maksud hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya. BPHTB merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan UU No.28/2009.

Sebelumnya, BPHTB masih termasuk jenis pajak pusat, namun hasilnya sebagian besar diserahkan kepada daerah. Kemudian, sejak diberlakukannya UU 28/2009 mengenai kewenangan pemungutan BPHTB, dialihkan kepada pemerintah kabupaten/kota.

Dampak positif adanya pengalihan tersebut yaitu daerah bisa dengan sepenuhnya mendapatkan hasil penerimaan BPHTB. Hal tersebut tentu sangat menguntungkan terutama bagi pemerintah daerah kabupaten/kota yang pertumbuhan usaha propertinya tinggi.

Meski demikian, pengenaan BPHTB tidak mutlak berada di seluruh daerah kabupaten/kota. Sebab hal tersebut berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak daerah.