Liputan6.com, Jakarta Menggunakan media sosial kini menjadi kebutuhan. Sedangkan orang yang tidak aktif bermedia sosial dicap ketinggalan zaman. Padahal tidak demikian, karena menggunakannya secara berlebihan juga bisa sebabkan gangguan mental. Gangguan mental ini tergambar jelas pada penyakit akibat media sosial.
Baca Juga
Penyakit akibat media sosial sebenarnya sudah menjangkit di berbagai lapisan masyarakat. Penyakit ini akan memengaruhi emosi, pola pikir, dan perilaku penderitanya. Seperti kecanduan membuka media sosial misalnya. Bahkan, beberapa orang mungkin tidak menyadari penyakit yang dideritanya.
Advertisement
Hal inilah yang membuat penggunaan media sosial harus dibatasi. Termasuk puasa media sosial juga bisa dilakukan sesekali. Jika penyakit akibat media sosial terus dibiarkan, sudah pasti akan membahayakan kesehatan. Berkonsultasi dengan psikiater menjadi jalan yang harus segera dilakukan.
Berikut Liputan6.com ulas penyakit akibat media sosial dan cara mengatasinya dari berbagai sumber, Rabu (8/7/2020).
Penyakit Akibat Media Sosial
Borderline Personality Disorder (BPD)
Borderline Personality Disorder ditandai dengan gangguan kepribadian yang ambang. Penderita akan merasa tersisih dan selalu merasa iri dengan pengguna yang lain. Apalagi jika konten media sosial kerabatnya lebih menarik daripada kontennya sendiri.
Penderita umumnya akan merasa kesal dan kecewa berlebihan. Hingga pada akhirnya, keberadaanya justru tersisihkan. Beberapa ada yang menyebutnya sebagai antisosial dan mengalami bipolar.
Social Media Anxiety Disorder
Social Media Anxiety Disorder ditandai dengan sebuah obsesi. Penderita bahkan sangat terobsesi dengan akun media sosialnya. Seperti melakukan pengecekan setiap saat, kapan saja, dan di mana saja. Terkadang ekspektasi yang dimilikinya juga sangat tinggi hingga membuatnya sangat terganggu. Kondisinya juga akan semakin diperparah jika pengikut, komentar, dan yang menyukai postingannya tidak sesuai harapan.
Advertisement
Penyakit Akibat Media Sosial
Addiction
Addiction ini lebih condong pada keinginan untuk selalu menonton youtube. Beberapa yang tidak tertarik dengan youtube, kecanduan dengan unggahan media sosialnya atau game online. Penderitanya bisa sampai sulit tidur, sulit fokus, malas, dan tidak produktif. Dampak buruknya akan membuat penderita tidak suka bersosialisasi di dunia nyata. Hingga bisa mengganggu aktivitas sehari-harinya.
Munchausen Syndrome
Munchausen Syndrome akan menyerang dalam bentuk sensasi. Kondisi ini memang sangat sulit disadari oleh diri sendiri. Orang lainlah yang akan lebih peka dengan keadaan penderita yang sering berbohong. Penderita juga banyak mengarang cerita tragis tentang hidupnya, agar mendapatkan perhatian dari orang lain. Perhatian ini biasanya akan didapat dalam bentuk komentar atau suka.
Penyakit Akibat Media Sosial
Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
Obsessive Compulsive Disorder adalah gangguan mental yang membuat seseorang ingin terlihat sempurna. Kondisi ini biasanya ditandai dengan ketidakpercayaan diri seseorang ketika mengunggah foto tanpa editan. Pengguna juga tidak merasa dibebani ketika harus meluangkan lebih banyak waktu untuk mengedit fotonya.
Internet Asperger Syndrome
Internet Asperger Syndrome termasuk gangguan mental yang berpengaruh pada kepribadian. Penderita akan sangat berbeda ketika di dunia nyata dan di dunia maya. Di dunia maya bersifat kejam dan kasar karena kata-katanya. Sedangkan ketika di dunia nyata lebih menjadi seorang pendiam.
Advertisement
Penyakit Akibat Media Sosial
Fear of Missing Out (FoMO Syndrome)
FoMO Syndrome adalah penyakit yang ditandai dengan kecanduan. Kecanduan yang dialami berkaitan erat dengan trend di media sosial. Penderita biasanya akan mengalami kecemasan luar biasa.
Kecemasan ini timbul ketika koneksi dengan jaringan internet dan media sosial terputus. Penderitanya seringkali tidak menyadari kecemasan ini. Padahal jika terus dibiarkan akan sangat membahayakan mentalnya dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Narcissistic Personality Disorder (NPD)
Narcissistic Personality Disorder ini erat kaitannya dengan memamerkan diri di media sosial. Penderitanya sudah pasti memiliki kepribadian narsistik. Hingga beberapa penderita mungkin ada yang sampai berlebihan menganggumi dirinya sendiri. Sifat dasar yang dimilikinya adalah egois. Ada pula yang tidak ingin mendengarkan orang lain, tidak peduli dengan privasi orang lain, dan tidak punya rasa empati.
Penyakit Akibat Media Sosial
Voyeurism
Voyeurism erat juga kaitannya dengan stalker atau penguntit. Penderitanya memiliki kebiasaan mengintip akun orang lain secara berlebihan. Bahkan, ada yang sampai menjelek-jelekkan tanpa alasan yang jelas. Beberapa ada yang sampai obsesif terhadap akun media sosial orang lain.
Low Forum Frustration Tolerance
Low Forum Frustration Tolerance adalah penyakit yang cukup berbahaya. Penderitanya akan memiliki kecanduan luar biasa pada pengakuan diri. Terkadang ada yang sampai membahayakan nyawanya untuk membuat konten.
Mereka bersedia melakukan apa saja. Tujuannya hanya agar diakui eksistensinya oleh pengguna yang lain. Jika tidak pandai mengontrol diri, maka penderita akan mengalami frustasi hingga depresi luar biasa.
Advertisement
Cara Mengatasi Penyakit Akibat Media Sosial
Berlatih Mindfulness
Setelah mengenali respons refleks, pikiran dan perasaan negatif yang muncul secara spontan di kepala saat kamu menggulir media sosial, kamu dapat memutus siklus yang tidak disadari. Alih-alih secara pasif mengalami perasaan iri pada suatu hal di media sosial, kamu dapat membuat pilihan sadar untuk melepaskan diri dari itu.
Bingkai Ulang Perspektif
Distorsi kognitif yaitu pemikiran atau kepercayaan yang tidak rasional, salah, atau tidak akurat dan itu dapat mengganggu pikiran jika kamu membiarkannya. Untuk mengatasi pola-pola berpikir korosif ini, Steer menyarankan restrukturisasi kognitif. Mencoba memandang suatu situasi secara berbeda.
Pikiran Positif
Bersyukur mengurangi stres dan perasaan depresi sambil meningkatkan kepuasan, kesejahteraan, dan motivasi untuk meningkatkan diri secara keseluruhan. Itu sebabnya kamu harus menghitung berkah yang didapat setiap hari. Cobalah menulis surat terima kasih kepada teman yang mendukungmu atau membuat jurnal ucapan terima kasih setiap hari.
Motivasi
Kamu mungkin berada di tim trek dan membandingkan waktu balapan dengan rekan setim lainnya. Dengan melakukannya, kamu termotivasi untuk meningkatkan kinerjamu sendiri. Jadi saat kamu merasa iri atau minder, salurkan energi itu ke dalam getaran positif yang akan memacumu menjadi lebih baik.
Koneksi Baik
Menjalin koneksi yang tulus tidak hanya mengingatkan betapa rumitnya kehidupan bagi semua orang, tetapi juga menegaskan kembali betapa pentingnya dukungan, empati, dan kasih sayang bagi semua interaksi, baik online maupun offline.