Sukses

Tajassus adalah Mencari-cari Kesalahan Orang, Begini Pandangan Ulama

Perbuatan tajassus dalam Islam, dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan dikecam.

Liputan6.com, Jakarta - Tajassus adalah suatu tindakan memata-matai atau mencari-cari kesalahan dan keburukan orang lain dengan cara yang tersembunyi. Perbuatan tajassus dalam Islam, dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan dikecam karena melanggar prinsip saling mengenal, memahami, dan menjamin dalam persaudaraan. Al-Qur'an mengajarkan umat Muslim untuk menjauhi kecurigaan yang berlebihan, tidak mencari-cari keburukan orang lain, dan tidak menggunjingkan sesama Muslim.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu nmerasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hujurāt ayat 12)

Perbuatan tajassus memiliki dampak yang merugikan sebagaimana dijelaskan Univeritas An-Nur Lampung. Pertama, tajassus dapat merusak hubungan antarmanusia dan memecah belah persaudaraan. Ketika seseorang sengaja mencari-cari kesalahan atau mengungkap aib orang lain, hal tersebut akan menciptakan ketidakpercayaan, permusuhan, dan perselisihan antara individu atau kelompok. Keharmonisan hubungan sosial akan terganggu dan terjadi keretakan dalam komunitas. Selain itu, tajassus juga dapat merusak harga diri dan privasi seseorang.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang tajassus dalam Islam dan Al-Qur'an, lengkap bahayanya, Selasa (6/6/2023).

2 dari 3 halaman

Mencari Kesalahan Orang Lain

Tajassus adalah perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara menyelidiki dan mematainya. Istilah tajassus secara harfiah berasal dari kata "jassa," yang berarti mencari sesuatu dengan cara tersembunyi. Berdasarkan beberapa dalil yang jelas dalam agama Islam, tajassus adalah perbuatan yang dilarang. Penafsiran dari mufassir-mufassir yang mengkaji tafsir klasik maupun tafsir kontemporer menegaskan bahwa perbuatan ini melanggar ajaran agama, tanpa pengecualian atau alasan apapun.

Tajassus, yang dijelaskan dalam jurnal penelitian berjudul "Tajassus menurut Perspektif Al-Qur’an dalam Tafsir Al-Mishbah" (2017) oleh Mohamad Hafiz Bin Adnan, merujuk pada perbuatan memata-matai yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, terutamanya pihak pemerintah.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu nmerasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hujurāt ayat 12)

Dalam Tafsir Fi Zilalil Quran, tajassus adalah perbuatan yang berhubungan dengan dugaan atau sebagai langkah awal untuk mengungkap aib dan mengetahui keburukan seseorang. Al-Quran mengutuk praktik tajassus dalam hal akhlak, dengan tujuan membersihkan hati dari kecenderungan negatif seperti mengungkap aib dan keburukan orang lain.

Dalam penelitian berjudul "Peran Tabayyun Sebagai Cerminan Sikap Kaum Mukminin dalam Model Metematika Penyebaran Rumor Melalui Jejaring Sosial Daring" oleh oleh Izzati Nailul, disebutkan  seorang muslim harus menghindari tajassus karena dapat merusak silaturahim sesama muslim dan menghancurkan harga diri seorang muslim. Dalam agama Islam, justru diwajibkan bagi seorang muslim untuk menutupi kekurangan atau aib saudaranya.

Namun, dalam pembahasan penelitian Mohamad Hafiz yang mengutip pandangan M. Quraish Shihab melalui Tafsir al-Mishbah, dijelaskan tajassus adalah perbuatan memata-matai atau mencari-cari keburukan yang dibolehkan dalam konteks kemashlahatan umum atau negara. Penjelasan yang rinci diberikan dalam menentukan kebolehannya dalam melakukan tajassus terhadap masyarakat.

Hasil penelitian ini menyimpulkan melakukan tajassus boleh dilakukan yang menurut M. Quraish Shihab ketika tajassus tersebut hanya berfokus pada kemashlahatan negara tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. Pandangan M. Quraish Shihab menyatakan tajassus secara umum perbuatan yang tidak dibolehkan dan sama dengan pendapat-pendapat mufassir lainnya mengenai tajassus terhadap individu.

Namun, jika tajassus dilakukan demi kemashlahatan negara atau umum dan tidak menimbulkan kerugian bagi umat Islam, maka hal tersebut dapat dibenarkan. Perlu diingat bahwa dalam konteks ini, tajassus yang dibolehkan tetap harus mempertimbangkan prinsip-prinsip agama dan etika yang berlaku dalam Islam.

"Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)

3 dari 3 halaman

Bahayanya

Univeristas An-Nur Lampung dalam situs website resminya menjelaskan tiga dampak buruk tajassus bagi kemaslahatan umat Muslim. Di antaranya:

1. Akan dilaknat oleh Allah

Perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain atau tajassus merupakan pengingkaran terhadap perintah Allah untuk saling mengenal, memahami, dan menjamin dalam persaudaraan. Allah SWT dalam Al-Qur'an surat al-Hujurāt ayat 12 berfirman agar orang yang beriman menjauhi purba-sangka yang kebanyakan adalah dosa. Allah juga melarang mencari-cari keburukan orang lain dan menggunjingkan satu sama lain.

Allah memberikan perumpamaan yang kuat dengan membandingkan perbuatan ini dengan memakan daging saudara yang sudah mati, yang pasti akan menimbulkan rasa jijik. Oleh karena itu, Allah menegaskan pentingnya takwa kepada-Nya, karena Allah adalah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang. Dalam konteks ini, tajassus adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah dan akan mendapatkan laknat dari-Nya.

2. Hubungan harmonis akan menjadi hancur

Perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain dengan tujuan mengungkap aib dan rahasia mereka akan merusak hubungan harmonis antara sesama manusia. Hal ini akan berdampak buruk bagi pelaku, pendengar, dan pihak yang menjadi sasaran pencarian kesalahan. Pelaku yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain akan menggunakan telinga dan mulutnya untuk tujuan yang tidak baik.

Dalam pandangan Islam, pelaku telah melakukan kezaliman terhadap penggunaan telinga dan mulutnya, karena digunakan untuk perbuatan yang diibaratkan memakan bangkai saudaranya. Selain itu, perbuatan mencari-cari kesalahan juga akan meretakkan hubungan manusia, menyebabkan perpecahan, perselisihan, dan permusuhan antar individu atau kelompok.

"Jika engkau mengikuti cela (kesalahan) kaum muslimin, engkau pasti merusak mereka atau engkau hampir merusak mereka." (HR. Abu Daud)

3. Telinganya akan dituangkan cairan tembaga di Hari Kiamat

Seseorang yang terlibat dalam tajassus, yang mencari kesalahan dan mengintip celah kesalahan orang lain, akan menggunakan inderanya untuk memuaskan hasratnya. Dia akan memanfaatkan mata untuk mengintip secara sembunyi-sembunyi dan telinga untuk mendengarkan percakapan secara rahasia. Selain itu, dia juga akan melangkahkan kakinya menuju perbuatan yang hina tersebut.

Dalam hadis, Rasulullah SAW memberikan peringatan serius bahwa orang yang menguping omongan orang lain, terutama ketika mereka tidak suka jika omongannya didengar oleh orang lain, akan mendapatkan hukuman di Hari Kiamat. Telinganya akan dituangkan cairan tembaga sebagai bentuk hukuman yang keras.

"Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat." (HR. Bukhari)

Dalam ajaran Islam, penting untuk menghormati privasi dan menjaga kepercayaan sesama. Sebaliknya, ditekankan pentingnya saling mengenal, memahami, dan membantu sesama Muslim untuk mencapai kebaikan. Dengan menjauhi tajassus, umat Islam dapat menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang, saling mendukung, dan mempererat persaudaraan antar sesama Muslim.