Liputan6.com, Jakarta Dunia medis tak lengkap jika tak ada tenaga medis yang menjadi gerbang kesembuhan orang sakit. Tak heran jika kehidupan masyarakat tak bisa lepas dari keberadaan dokter. Hal itulah yang dialami sebuah pemukiman di pulau terpencil di Agutaya, Kepulauan Cuyo, Laut Sulu Filipina. Pulau ini menjadi rumah kedua Dr Alena Yap bersama 13 ribu pasiennya.
Melansir dari BBC (6/3/2023), Alena merupakan satu-satunya dokter yang bertugas di pulau terpencil itu. Menariknya, alasan Alena Yap mau praktik terisolasi karena banyak orang yang membutuhkan tenaga medis di sana. Bahkan dokter Aleena harus terisolasi sendirian bersama penghuni pulau saat wabah Covid-19 melanda.
Baca Juga
Wanita bertubuh mungil, dengan kacamata dan rambut panjang diikat ekor kuda itu selalu memasang senyum lebar kepada para pasien. Meskipun kini ia disebut sebagai pahlawan kesehatan, namun Alena harus berjuang melawan pahitnya menjadi dokter di pulau terpencil.
Advertisement
Terlebih Alena harus menangani berbagai keluhan kesehatan masyarakat setempat. Tak ada dokter spesialis tulang di sana, alhasil Alene hanya bisa memberikan obat anti nyeri. Bukan karena tak mau, warga Agutaya berpenghasilan pas-pasan. Berikut selengkapnya Liputan6.com merangkum kisah heroik Dr Alena Yap dengan 3 ribu pasiennya.
Perang Lawan Covid-19 Sendirian
Pulau utama Agutaya berlokasi sekitar dua setengah hari perjalanan dari Manila. Untuk mencapainya, Anda akan melakukan perjalanan udara terlebih dahulu, diikuti dengan penyeberangan malam selama 15 jam tanpa istirahat menggunakan feri dek terbuka dari kota pelabuhan Iloilo ke pulau yang lebih besar bernama Cuyo.
Setelah itu, satu-satunya cara untuk masuk dan keluar dari Agutaya adalah dengan mengendarai kano cadik selama sekitar dua jam melalui jalur yang bergelombang seperti roller coaster.
Hal inilah yang membuat pulau Agutaya jarang dijamah orang asing. Lokasinya yang jauh membuat pulau ini punya kisah sendiri saat menghadapi Covid-19. Dr Alena melakukan penyeberangan pertamanya ke Agutaya pada Februari 2020.
"Ketika saya mulai di sini, saya berusia 26 tahun dan banyak orang akan salah mengira saya sebagai siswa sekolah menengah," katanya kepada BBC.
Ia mengaku sedikit orang-orang yang percaya dia adalah seorang dokter. Tantangan pertamanya tiba dalam waktu satu bulan ketika virus corona membuat Filipina lockdown dan pulau-pulau itu ditutup.
Advertisement
Dokter Asing Mendapat Kecaman Penduduk Pulau
Dr Alena Yap merasakan perbedaan menjadi dokter di kota Manila dan pulau terpencil. Saat melakukan praktik di pulau Agutaya, Alena harus sendirian menghadapi Covid-19 sebagai tenaga medis. Ia menerapkan karantina kepada warga sekitar yang berujung mendapat kecaman.
Tahun pertama tidak terlalu buruk , tidak ada kasus lokal. Tapi tahun kedua [2021], saat itu pemerintah mengizinkan semua orang untuk melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman mereka. Tiba-tiba ada orang yang kembali dari jauh seperti Manila yang ternyata positif covid-19.
"Ketika orang mengetahui bahwa mereka akan dikarantina, mereka bereaksi keras. Saya menerima ancaman pembunuhan. Orang-orang mengatakan mereka ingin menembak saya,” ungkap Dr Alena.
Dia memahami alasan di balik itu. Penduduk setempat hidup dalam kondisi bertahan hidup sehari-hari. Apa pun yang mereka berhasil tangkap pada pagi harinya, itu menjadi makanan mereka untuk malam hari. Jika mereka tidak dapat pergi memancing, mereka akan merasakan rasa lapar.
Rela Tinggalkan Tunangan Demi Mengabdi
Dr Alena ikut membagikan perasaannya yang gundah saat praktik di pulau terpencil. Sedikitnya ada 13 ribu penduduk di sana yang harus ia tangani sebagai pasien. Insiden percekcokan dengan warga setempat membuatnya merasa kesepian. Mengingat ia punya niat baik agar orang-orang selamat dan sehat.
Jauh dari pelukan masyarakat setempat, Alena, yang telah meninggalkan tunangannya di Manila yang jauh, kini dibenci sebagai penegak pemerintah. "Ada hari-hari ketika saya tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Ada banyak air mata," katanya.
Untuk mengurangi kesepian dia mulai mengadopsi anjing. Bruno bertubuh besar dengan ekor besar yang tidak pernah berhenti bergoyang-goyang, sedangkan Vigly bertubuh kecil dan pemalu. Kedua anjing itu selalu mengikutinya kemana-mana.
"Saya menghabiskan banyak waktu pergi ke pantai bersama mereka dan menyaksikan matahari terbenam. Saya juga mulai menggambar. Gambar saya tidak bagus, tapi ini semacam terapi seni."
Advertisement
‘Nyonya Obat’ Mengobati Berbagai Macam Penyakit
Dr Alena kini dijuluki sebagai Nyonya obat oleh warga setempat. Tak heran jika berbagai macam penyakit ia tangani. Termasuk stroke yang menimpa seorang pria berusia 50-an. Sebelum datang ke pulau terpencil itu, Alena sempat beranggapan orang-orang di sana bakal punya taraf hidup sehat dan kebiasaan hidup yang baik.
Alena Yap mencatat selain patah tulang, warga penduduk pulau Agutaya banyak yang menderita tuberkulosis (TB). Tak hanya itu, ia kerap menangani pasien yang mengidap demam berdarah (DBD). Lebih dari itu, sakit batuk dan pilek hingga penyakit kulit dan kelamin menjadi kesibukannya sehari-hari.
Ia juga kerap membantu pasien yang mengalami kritis dan harus segera dilakukan penanganan. Namun tak sedikit masyarakat pulau terpencil di Filipina itu harus pasrah karena faktor biaya.
Setelah kembali ke Manila, dalam beberapa minggu terakhir ini, Dr. Alena mengungkapkan rasa kekecewaan dan bahkan sikap sinis terhadap pengalamannya bekerja untuk pemerintah daerah. Meskipun ditawari posisi di bidang administrasi kesehatan provinsi di Palawan, dia menolaknya. Sebaliknya, dia bermaksud untuk bekerja di organisasi amal medis atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).