Sukses

Apakah Puasa Idul Adha Wajib? Begini Ketentuan Bagi yang Berkurban

Puasa Idul Adha hukum asalnya tidak wajib atau sunnah muakkad.

Liputan6.com, Jakarta - Di sebagian daerah, terdapat kepercayaan di tengah masyarakat mengenai kewajiban berpuasa bagi orang yang hendak berkurban. Tepatnya sebelum hari raya Idul Adha tiba, yakni pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Kementerian Agama Provinsi Denpasar Bali menjelaskan puasa Idul Adha hukum asalnya tidak wajib atau sunnah muakkad.

Hafshah RA mengisahkan, "Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW, yaitu puasa Asyura, puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, puasa tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan An Nasa'i)

Puasa hari raya Idul Adha hukum asalnya, tidak wajib atau sunnah muakkad. Maka ketika seseorang hendak berkurban di hari Idul Adha atau hari-hari Tasyrik, dia tidak diharuskan untuk berpuasa pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Dalam hal ini, fokus utamanya adalah pada pelaksanaan ibadah kurban itu sendiri, sedangkan puasa tidak menjadi kewajiban bagi mereka yang berkurban.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang apakah puasa Idul Adha wajib, terutama bagi orang yang berkurban, Rabu (14/6/2023).

2 dari 3 halaman

Tidak Diwajibkan

Kemenag RI menjelaskan ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang pengkurban adalah dianjurkan baginya tidak memotong rambutnya dan kukunya selama 9 hari pertama bulan Dzulhijjah. Meskipun tidak ada keterkaitan langsung antara puasa dengan persyaratan ini, hal ini memberikan penekanan pada persiapan dan kesungguhan dalam melaksanakan ibadah kurban.

Lalu, meski puasa Idul Adha 2 hari tidak diwajibkan, tetapi menunaikan puasa dua hari sebelum hari raya Idul Adha atau hari raya kurban memiliki keutamaan yang sangat besar. Dalam hadis-hadis yang diriwayatkan, puasa ini dianjurkan sebagai bentuk ibadah yang berharga dan memperoleh pahala yang besar. Namun, penting untuk dicatat keutamaan ini bukan berarti puasa tersebut menjadi kewajiban bagi mereka yang berkurban.

"Puasa di hari Tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu. Sedangkan puasa hari Arafah (9 Dzulhijah) akan mengampuni dosa dua tahun." (HR. Tirmidzi)

Hukum Asalnya Sunnah Muakkad

Menurut syariat Islam, hukum puasa Idul Adha adalah sunnah muakkad, yang berarti sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Sunnah muakkad adalah amalan yang dianjurkan Rasulullah secara konsisten dan berulang kali dilaksanakan oleh beliau. Meskipun sangat dianjurkan, hukum ini tetap bersifat sunnah dan tidak menjadi kewajiban bagi mereka yang berkurban.

Hafshah RA mengisahkan, "Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW, yaitu puasa Asyura, puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, puasa tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan An Nasa'i)

Puasa Idul Adha terdiri dari dua hari. Hari pertama, yang disebut puasa Tarwiyah, ditunaikan pada tanggal 8 Dzulhijjah. Puasa ini mengingatkan kita akan persiapan yang dilakukan para jamaah haji sebelum berangkat ke Mina. Sedangkan, hari kedua, yang disebut puasa Arafah, ditunaikan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa Arafah memiliki keutamaan yang besar dan disunnahkan bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji.

Terakhir, puasa sebelum Idul Adha yang sangat dianjurkan bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji adalah puasa Arafah. Puasa Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah, pada hari ketika jamaah haji berada di Arafah. Meskipun sangat dianjurkan, puasa Arafah tidak diwajibkan bagi mereka yang berkurban.

3 dari 3 halaman

Bacaan Niatnya

Puasa Tarwiyah

Puasa Tarwiyah adalah ibadah puasa Idul Adha hari pertama yang umumnya dilakukan pada tanggal 8 Dzulhijjah. Menurut buku berjudul Koleksi Doa & Dzikir Sepanjang Masa, istilah "tarwiyah" berasal dari bahasa Arab "tarawwa" yang secara harfiah berarti "membawa bekal air."

Hal ini mengacu pada praktik para jemaah Haji yang membawa persediaan air untuk keperluan mereka di Arafah dan saat menuju Mina. Mereka menghormati tradisi ini dengan berpuasa sebagai bentuk pengabdian mereka kepada Allah.

 

نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّهِ تَعَلٰى

Nawaitu shauma tarwiyata sunnata lillaahi ta'aala.

Artinya:

"Saya niat berpuasa sunnah hari Tarwiyah karena Allah Ta'ala."

 

Selain itu, dianjurkan bagi individu yang berencana berpuasa Tarwiyah untuk melafalkan niat puasa Idul Adha ini pada malam hari atau sebelum sahur, sebelum adzan subuh dikumandangkan. Tujuannya agar niat terjaga dan kuat sepanjang hari puasa.

Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa Idul Adha di hari kedua. Ini salah satu puasa yang termasuk dalam rangkaian puasa Dzulhijjah, yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Nama "Arafah" dipilih karena pada hari sebelum Idul Adha, umat Muslim yang sedang melaksanakan ibadah Haji berkumpul dan beribadah di Arafah.

Puasa Idul Adha ini dianjurkan bagi umat Muslim yang tidak sedang menjalankan ibadah Haji. Menurut buku berjudul Cinta Shaum, Zakat, dan Haji, terdapat sebuah keutamaan yang sangat besar bagi mereka yang berpuasa Arafah, yaitu Allah akan menghapus dosa mereka selama satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.

 

نَوَيْتُ صَو ْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِل َّهِ تَعَالَ ى

Nawaitu shauma arafata sunnatan lillahi ta’ala

Artinya: "Saya niat puasa Arafah, karena Allah ta’ala."

 

Selain itu, dianjurkan bagi individu yang berencana berpuasa Arafah untuk melafalkan niat puasa Idul Adha ini pada malam hari atau sebelum sahur, sebelum adzan subuh dikumandangkan. Tujuannya agar niat terjaga dan kuat sepanjang hari puasa.