Sukses

Sebutan Walisongo Ditujukan pada Sembilan Wali Penyebar Islam di Jawa, Ini Profil Singkatnya

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

Liputan6.com, Jakarta Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-15. Mereka adalah para wali atau ulama yang memainkan peran penting dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa pada masa tersebut.

Istilah Walisongo berasal dari dua kata, yakni "wali" dan "songo." Wali berarti seseorang yang memiliki kedekatan spiritual dengan Allah. Wali juga memiliki arti sebagai pengawas. Sedangkan songo berarti sembilan. Dengan demikian, sebutan Walisongo ditujukan kepada sembilan tokoh yang dianggap sebagai wali atau pengawas agama di wilayah Jawa pada saat itu.

Walisongo terdiri dari sembilan orang atau sembilan wali. Sebutan walisongo ditujukan pada mereka antara lain adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Drajad, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Untuk mengenal lebih dalam para wali yang termasuk dalam Walisongo, berikut profil singkat mereka seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (17/7/2023).

2 dari 5 halaman

Sunan Gresik atau Syaikh Maulana Malik Ibrahim

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Gresik. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim. Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan Ali Zainal Abidin cicit Nabi Muhammad SAW. Sunan Gresik bermukim di Gresik untuk menyiarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada tanggal 12 Rabiul awwal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dimakamkan di desa Gapura kota Gresik.

Ada perbedaan pendapat terkait asal usul Syekh Maulana Malik Ibrahim, ada pendapat berasal dari Turki dan ada pendapat lain menyatakan berasal dari Kashan sebuah tempat di Persia (Iran) sebagaimana tercatat pada prasasti makamnya. Ia adalah seorang ahli tata negara yang menjadi penasehat raja, guru para pangeran, dan juga dermawan terhadap fakir miskin.

Makamnya banyak diziarahi masyarakat hingga sekarang. Sunan Gresik dianggap sebagai penyiar Islam pertama di tanah Jawa, sehingga dianggap sebagai Ayah dari Walisongo.

Sunan Ampel atau Raden Rahmat

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Ampel. Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah putra cucu Raja Champa, ayahnya bernama Ibrahim As-Samarkandi yang menikah dengan Puteri Raja Champa yang bernama Dewi Candra Wulan. Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit, karena bibinya Dewi Dwara Wati diperistri Raja Brawijaya.

Raden Rahmat berhenti di Tuban dan di tempat itu beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang keduanya kemudian masuk Islam beserta keluarganya. Dengan masuk Islamnya Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, usaha Sunan Ampel semakin mudah dalam mendekati masyarakat dan melakukan dakwah Islam, sedikit demi sedikit mengajarkan Ketauhidan dan Ibadah.

Sunan Ampel wafat pada tahun 1406 M. Beliau dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Sampai sekarang makam beliau banyak dikunjungi peziarah dari berbagai daerah di seluruh pelosok Indonesia.

3 dari 5 halaman

Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Bonang. Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim merupakan putra Sunan Ampel dari istri yang bernama Dewi Candrawati. Sunan Bonang dikenal sebagai ahli Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid. Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai, kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di daerah Tuban.

Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim mempunyai keunikan dengan cara mengubah nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat sebagaimana yang dikenal dalam Islam.Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persuasif terhadap penganut ajaran Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk sebelumnya.

Santri yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim, berasal dari seluruh penjuru daerah di tanah air. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis perjuangan dakwahnya.

Sunan Kalijaga atau Raden Syahid

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Sahid, beliau juga dijuluki Syekh Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta keturunan Ranggalawe yang sudah Islam dan menjadi bupati Tuban, sedangkan ibunya bernama Dewi Nawangrum. Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad XV dan makamnya ada di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

4 dari 5 halaman

Sunan Giri atau Raden ‘Ainul Yaqin

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Giri. Sunan Giri atau Raden ’Ainul Yaqin merupakan putra dari Syekh Maulana Ishaq (murid Sunan Ampel). Sunan Giri yang dikenal juga dengan nama Raden Paku, menimba ilmu di Pesantren Ampel Denta (Surabaya) milik Sunan Ampel.

Ketika hendak melaksanakan ibadah haji bersama Sunan Bonang, keduanya menyempatkan singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu keimanan dan tasawuf. Pada sebuah kisah diceritakan bahwa Raden Paku mencapai tingkatan ilmu laduni. Dengan prestasi tersebut Raden Paku dikenal juga dengan panggilan Raden ‘Ainul Yaqin. Sunan Giri meninggal sekitar awal abad ke-16, makam beliau ada di Bukit Giri, Gresik.

Sunan Drajad atau Raden Qasim

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Drajad. Sunan Drajad atau Raden Qasim berdakwah di daerah Drajad kecamatan Paciran Lamongan. Ia merupakan putra Sunan Ampel dari istri kedua yang bernama Dewi Candrawati, dan bersaudara dengan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Sunan Drajad ia juga mempunyai dua orang saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri Sunan Giri). Sementara itu, istri Sunan Drajad adalah Dewi Shofiyah putri dari Sunan Gunung Jati.

Sunan Kudus atau Raden Ja'far Shadiq

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Kudus. Sunan Kudus, yang juga dikenal sebagai Ja’far Sadiq atau Raden Undung. Ja’far Sadiq (Sunan Kudus) merupakan putra Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Sunan Kudus juga dikenal dengan julukan wali al-ilmi, karena sangat menguasai ilmu-ilmu agama, terutama tafsir, fikih, usul fikih, tauhid, hadits, serta logika.

Sunan Kudus juga dipercaya sebagai panglima perang Kesultanan Demak. Ia mendapat kepercayaan untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus, sehingga ia menjadi pemimpin pemerintahan (Bupati) sekaligus pemimpin agama. Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550, makamnya berada di dalam kompleks Masjid Menara Kudus.

5 dari 5 halaman

Sunan Muria atau Raden Umar Said

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Muria. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya adalah Raden Umar Said, dan dikenal sebagai Sunan Muria karena pusat dakwah dan bermukim beliau di Bukit Muria. Dalam sejarah tidak diketahui secara persis tahun meninggalnya dan menurut perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Sebutan Walisongo ditujukan pada sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif Hidayatullah. Beliau banyak memberikan kontribusi dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.

Sunan Gunung Jati berasal dari Pasai. Setelah kembali dari Tanah Suci pada tahun 1524, Ia lalu langsung menuju Demak dan beristri adik Sultan Trenggana. Atas dukungan dari Sultan Trenggana, beliau berangkat ke Banten untuk mendirikan sebuah pemukiman muslim. Kemudian dari Banten, Nurullah melebarkan pengaruhnya ke daerah Sunda Kelapa.

Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada tahun 1570 dan usianya diperkirakan sekitar 80 tahun. Makamnya terdapat di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa Barat.