Liputan6.com, Jakarta Hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah dapat menumbuhkan semangat dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan ilmiah. Ini karena di masa kekhalifahan Abbasiyah, Islam berada di puncak kejayaannya, sehingga masa ini juga disebut sebagai Islamic Golden Age.
Pada masa pemerintahan Khalifah Abbasiyah Harun al-Rashid (786–809), didirikan House of Wisdom (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad. Di institusi ini, para cendekiawan dari berbagai latar belakang diberi tugas untuk mengumpulkan dan menerjemahkan seluruh karya literatur ilmiah ke dalam bahasa Arab.
Maka tidak mengherankan jika perkembangan ilmu pengetahuan di masa ini sangat pesat. Adapun hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah menyadarkan kita bahwa agama Islam tidak hanya dibangun dengan doktrin teologi belaka, melainkan juga dibangun dengan dasar ilmu pengetahuan yang logis.
Advertisement
Hal ini terbukti dengan banyaknya penemuan-penemuan penting di masa ini, yang berkontribusi pada perkembangan teknologi hingga saat ini. Untuk mengetahui hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah apa saja, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (19/7/2023).
Sejarah Masa Kejayaan Islam
Hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah menumbuhkan keinginan untuk menuntut ilmu. Sebab, di masa tersebut merupakan masa kejayaan Islam. Masa Kejayaan Islam merujuk pada periode dalam sejarah Islam dari abad ke-8 hingga abad ke-13. Pada masa ini, Islam mengalami kemajuan yang signifikan di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, seni, budaya, dan lainnya.
Menurut para sejarawan, Masa Kejayaan Islam dimulai pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah Harun al-Rashid (786–809), yang ditandai dengan pendirian House of Wisdom (Rumah Kebijaksanaan), sebuah perpustakaan di Baghdad. Di tempat ini, para cendekiawan dari berbagai latar belakang diberi mandat untuk mengumpulkan dan menerjemahkan semua karya literatur ilmiah ke dalam bahasa Arab.
Selama Masa Kejayaan Islam, kota-kota seperti Baghdad, Kairo, dan Córdoba menjadi pusat pendidikan, terutama dalam bidang sains, filsafat, kedokteran, dan pendidikan.
Kota-kota yang menjadi pusat peradaban Islam juga menjadi pusat ilmu pengetahuan dengan alasan yang kuat. Pemerintah pada Masa Kejayaan Islam memberikan prioritas tinggi kepada ulama, cendekiawan, dan ilmuwan. Bahkan, cendekiawan dan penerjemah terkenal seperti Hunayn ibn Ishaq memiliki gaji yang setara dengan gaji selebriti.
Selain itu, House of Wisdom yang didirikan pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah Harun al-Rashid (786–809) merupakan sebuah perpustakaan, lembaga penerjemahan, dan akademi yang menjadi landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Sejak saat itu, banyak perpustakaan dan pusat pendidikan berkembang pada Masa Kejayaan Islam, termasuk Perpustakaan Alexandria dan Perpustakaan Kekaisaran Konstantinopel, yang menyimpan karya sastra baru.
Advertisement
Peninggalan Masa Abbasiyah di Bidang Ilmu Pengetahuan
Hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah menyadarkan kita bahwa agama Islam tidak hanya didasarkan pada doktrin teologi, tetapi juga dibangun dengan pondasi ilmu pengetahuan yang logis. Hal ini dibuktikan dari perkembangan yang pesat di bidang ilmu pengetahuan dan peninggalan yang berkontribusi pada perkembangan ilmu dan teknologi hingga saat ini.
Pada masa Kejayaan Islam, terdapat warisan yang berharga dalam bidang matematika dan sains yang masih dipelajari hingga saat ini. Warisan ini tidak terlepas dari kecenderungan bangsa Arab untuk mengasimilasi pengetahuan ilmiah dari peradaban yang mereka taklukkan, termasuk peradaban Yunani kuno, Romawi, Persia, Cina, India, Mesir, dan Fenisia.
Melalui proses tersebut, para cendekiawan Islam dapat memperoleh pengetahuan dalam matematika, geometri, dan astronomi. Dalam bidang matematika, kita mungkin sudah akrab dengan istilah "aljabar", yang merupakan hasil pemikiran seorang cendekiawan Muslim dari Persia bernama Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi.
Selain itu, istilah "algoritma" juga berasal dari nama Al-Khawarizmi, yang juga berperan dalam memperkenalkan angka Arab dan sistem angka Hindu-Arab di luar subbenua India.
Dalam kalkulus, cendekiawan Alhazen menemukan rumus penjumlahan untuk pangkat empat, menggunakan metode yang dapat digeneralisasikan dengan mudah untuk menentukan jumlah pangkat integral apa pun. Dia menggunakan metode ini untuk menemukan volume paraboloid.
Peninggalan Masa Kejayaan Islam di Bidang Kedokteran
Hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah membuka wawasan tentang ilmu kedokteran. Perkembangan ilmu kedokteran mengalami kemajuan pesat pada masa Kejayaan Islam, dan kedokteran menjadi bagian sentral dari budaya Islam pada abad pertengahan.
Dokter dan cendekiawan Islam pada masa itu mengembangkan literatur medis yang luas dan kompleks. Literatur ini menggali dan menyintesis teori dan praktik kedokteran.
Kedokteran Islam didasarkan pada tradisi-tradisi sebelumnya, terutama pengetahuan teoritis dan praktis yang dikembangkan di India, Yunani, Persia, dan Romawi. Cendekiawan Islam menerjemahkan tulisan-tulisan dari bahasa Syria, Yunani, dan Sansekerta ke dalam bahasa Arab, dan melalui proses tersebut menghasilkan pengetahuan medis baru berdasarkan teks-teks tersebut.
Untuk memudahkan akses, pemahaman, dan pengajaran terhadap tradisi Yunani, para sarjana Islam mengompilasikan pengetahuan medis Yunani-Romawi ke dalam ensiklopedia.
Advertisement
Hikmah Mempelajari Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah di Bidang Iman
Hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah dapat meningkatkan iman kita kepada Allah SWT. Apalagi pada masa Abbasiyah didukung dengan perkembangan di bidang filsafat, yang mendukung pemahaman kita terhadap ilmu agama Islam.
Beberapa orang mungkin masih beranggapan bahwa filsafat seringkali berbenturan dengan agama. Namun, ada seorang filsuf Muslim yang berpendapat bahwa tidak ada konflik antara filsafat dan agama. Tokoh tersebut adalah Ibnu Rusyd, seorang ahli dalam bidang filsafat Aristotelian, filsafat Islam, teologi Islam, hukum Maliki dan yurisprudensi, logika, psikologi, politik, teori musik klasik Andalusia, kedokteran, astronomi, geografi, matematika, fisika, dan mekanika langit. Di Eropa, dia dikenal dengan nama Latin, yaitu Averroës. Ibnu Rusyd dilahirkan di Córdoba, Al-Andalus, Spanyol saat ini, dan meninggal di Marrakech, Maroko saat ini.
Ibnu Rusyd adalah seorang pendukung ajaran filsafat Aristoteles (Aristotelianisme). Dia berusaha mengembalikan filsafat dalam dunia Islam ke ajaran asli Aristoteles. Dia mengkritik aliran Neoplatonisme yang ada dalam pemikiran para filsuf Islam sebelumnya seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, yang menurutnya menyimpang dari filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd membela aktivitas berfilsafat dari kritik yang dilontarkan oleh ulama Asy'ariyah seperti Al-Ghazali.
Menurut Ibnu Rusyd, dalam agama Islam, berfilsafat adalah hal yang diperbolehkan bahkan bisa menjadi wajib bagi kalangan tertentu. Dia berusaha menyatukan sistem pemikiran Aristoteles dengan Islam. Baginya, tidak ada pertentangan antara agama dan filsafat; malah keduanya adalah cara yang berbeda untuk mencapai kebenaran yang sama.
Dari serangkaian penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah adalah dapat meningkatkan iman, mendorong umat untuk menuntut ilmu, dan menyadarkan kita bahwa agama Islam tidak hanya dibangun atas pondasi doktrin teologi.