Sukses

Ijtihad Menurut Bahasa adalah Apa? Ini Penjelasan, Hukum, Syarat dan Metodenya

Pengertian dan hukum ijtihad, beserta dengan syarat dan metode ijtihad.

Liputan6.com, Jakarta Dalam dunia hukum Islam, ijtihad menurut bahasa adalah istilah yang tak terpisahkan dari proses interpretasi hukum dan penerapan prinsip-prinsip agama dalam konteks zaman modern. Secara harfiah ijtihad menurut bahasa adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti "usaha sungguh-sungguh" atau "penalaran berdasarkan pemahaman mendalam." 

Ijtihad, sebagai inti dari proses hukum Islam, melibatkan upaya para cendekiawan Muslim untuk mengatasi masalah-masalah hukum yang tidak tercakup secara eksplisit oleh teks-teks utama seperti Al-Quran dan Hadis. Dengan demikian, para mujtahid berperan sebagai penghubung antara ajaran agama yang klasik dan perubahan zaman yang berkelanjutan.

Dengan membahas arti ijtihad menurut bahasa Arab dan hukum Islam, Kita akan mendapat wawasan mendalam tentang peran penting yang dimainkan oleh para mujtahid dalam mengawal dan mengembangkan hukum Islam sesuai dengan nilai-nilai klasik yang mencakup kemanusiaan dan keadilan.

Lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pengertian dan hukum ijtihad, beserta dengan syarat dan metode ijtihad, Kamis (20/7/2023).

2 dari 5 halaman

Ijtihad menurut bahasa

Ijtihad menurut bahasa adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan dalam konteks hukum Islam. Secara harfiah, "ijtihad" berasal dari kata dasar "jahada," yang berarti usaha atau upaya yang sungguh-sungguh. Dalam bahasa hukum Islam, "ijtihad" mengacu pada proses berpikir dan penalaran untuk mencari solusi hukum dalam situasi-situasi baru yang tidak secara langsung diatur oleh Al-Quran, Hadis, atau sumber hukum Islam lainnya yang sudah ada.

Para ulama Islam menggunakan "ijtihad" untuk memberikan interpretasi hukum tentang masalah-masalah baru atau yang belum diatur dengan jelas oleh teks-teks hukum yang ada. Ijtihad ini dilakukan berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang hukum Islam dan prinsip-prinsipnya.

Dalam sejarah Islam, ijtihad telah memainkan peran penting dalam pengembangan hukum dan adaptasi hukum Islam dengan perubahan sosial dan zaman. Namun, penting untuk diingat bahwa ijtihad harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kualifikasi yang memadai dalam ilmu hukum Islam (fiqh), karena kesalahan dalam ijtihad dapat menyebabkan kesalahan dalam penerapan hukum Islam.

Ijtihad adalah suatu proses penalaran hukum yang dilakukan oleh para cendekiawan atau ulama Muslim yang memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu hukum Islam (fiqh) dan memiliki kualifikasi tertentu dalam bidang ini. Melalui ijtihad, mereka mencoba untuk mengatasi situasi atau permasalahan hukum yang belum diatur secara eksplisit oleh teks-teks hukum yang sudah ada.

Dalam sejarah Islam, ijtihad telah memainkan peran penting dalam pengembangan hukum Islam, karena memungkinkan agama ini untuk beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Namun, ijtihad harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam yang sahih, karena kesalahan dalam ijtihad dapat berdampak pada keputusan hukum yang tidak akurat.

Penting untuk diingat bahwa ijtihad merupakan kualifikasi khusus yang dimiliki oleh sejumlah cendekiawan Muslim yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum Islam, dan bukan sesuatu yang dapat dilakukan sembarangan oleh setiap individu yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai.

3 dari 5 halaman

Hukum Ijtihad 

Dalam konteks hukum Islam, "ijtihad" adalah proses penalaran dan usaha intelektual oleh para cendekiawan Muslim untuk mencari solusi hukum terhadap masalah-masalah baru atau yang belum diatur secara langsung dalam sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Quran dan Hadis.

Ijtihad merupakan salah satu prinsip penting dalam pengembangan hukum Islam dan memungkinkan agama ini untuk terus relevan dengan perubahan sosial, lingkungan, dan peradaban. Namun, untuk melakukan ijtihad, seseorang harus memiliki pengetahuan mendalam tentang ilmu hukum Islam (fiqh) dan memiliki kualifikasi tertentu dalam bidang ini. Cendekiawan Muslim yang mampu melakukan ijtihad dikenal sebagai "mujtahid."

Hukum ijtihad adalah penting karena memberikan kemampuan kepada para ulama untuk memberikan pandangan hukum yang lebih beragam dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di zaman modern. Namun, ijtihad juga diatur dengan prinsip-prinsip dan batasan-batasan untuk mencegah penyelewengan dan kesalahan interpretasi hukum. Beberapa prinsip yang terkait dengan hukum ijtihad antara lain:

  1. Taqlid: Ketika seseorang tidak memiliki kualifikasi untuk melakukan ijtihad, mereka dapat mengikuti fatwa atau pendapat hukum dari mujtahid yang diakui.
  2. Ijma: Konsensus ulama dianggap sebagai sumber hukum, dan ketika ada kesepakatan di antara mereka, ijtihad tidak diperlukan.
  3. Qiyas: Analogi hukum, yaitu mengambil hukum dari situasi serupa yang telah diatur dalam teks hukum.
  4. Maslahah Mursalah: Pertimbangan kepentingan umum dalam mengeluarkan hukum ketika tidak ada petunjuk langsung dari sumber hukum.

Ijtihad dapat berdampak pada pengambilan keputusan hukum yang lebih luas dan beragam, namun, para cendekiawan harus berpegang pada prinsip-prinsip Islam dan menggunakan pengetahuan mereka dengan hati-hati untuk menghasilkan keputusan yang adil dan berlandaskan agama.

4 dari 5 halaman

Syarat Ijtihad 

Syarat-syarat ijtihad adalah kualifikasi dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang cendekiawan Muslim agar dianggap sebagai mujtahid, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad dan memberikan pandangan hukum secara independen. Syarat-syarat ini meliputi:

  1. Pengetahuan Mendalam tentang Sumber Hukum Islam: Seorang mujtahid harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Al-Quran, Hadis, dan sumber-sumber hukum Islam lainnya, serta pemahaman yang luas tentang berbagai disiplin ilmu Islam seperti tafsir, hadis, usul fiqh (prinsip-prinsip hukum Islam), dan lain-lain.
  2. Penguasaan Bahasa Arab: Karena sumber-sumber hukum Islam utama ditulis dalam bahasa Arab, seorang mujtahid harus menguasai bahasa Arab dengan baik untuk memahami teks-teks tersebut dengan benar.

  3. Memahami Metodologi Ijtihad: Seorang mujtahid harus memahami metodologi ijtihad dan prinsip-prinsip yang terkait dengan deduksi hukum Islam dari sumber-sumber utama, seperti qiyas (analogi), istihsan (penyimpangan), maslahah mursalah (pertimbangan kepentingan umum), dan istishab (asumsi kesinambungan hukum).

  4. Kapasitas Intelektual: Ijtihad memerlukan kemampuan intelektual yang tinggi untuk merumuskan argumen hukum yang konsisten dan sahih.

  5. Adil dan Berakhlak Mulia: Seorang mujtahid harus memiliki integritas moral yang tinggi, berakhlak mulia, dan adil dalam memutuskan masalah hukum.

  6. Independensi dan Kemandirian: Seorang mujtahid harus mampu melakukan ijtihad secara independen tanpa terpengaruh oleh opini atau tekanan eksternal.

Penting untuk diingat bahwa ijtihad adalah kualifikasi khusus yang dimiliki oleh sejumlah cendekiawan Muslim yang memiliki dedikasi tinggi dalam bidang ilmu hukum Islam. Tidak semua orang dianggap sebagai mujtahid, dan mayoritas umat Muslim mengikuti fatwa atau pendapat hukum dari mujtahid yang diakui dan dihormati.

5 dari 5 halaman

Metode Ijtihad 

Metode ijtihad adalah pendekatan atau cara berpikir yang digunakan oleh para mujtahid (cendekiawan Muslim yang mampu melakukan ijtihad) untuk mengambil kesimpulan hukum dari sumber-sumber utama dalam Islam, seperti Al-Quran dan Hadis. Terdapat beberapa metode ijtihad yang telah digunakan oleh para cendekiawan Islam selama berabad-abad. Berikut adalah beberapa metode ijtihad yang penting:

  1. Qiyas (Analogi): Metode ini melibatkan membandingkan situasi baru dengan situasi yang telah diatur secara eksplisit dalam teks-teks hukum Islam. Jika situasi baru memiliki kesamaan dalam hal dasar atau karakteristik dengan situasi yang ada dalam sumber hukum, maka hukum yang berlaku dalam situasi yang sudah ada dapat diterapkan pada situasi baru tersebut.
  2. Istihsan (Penyimpangan): Metode ini mencakup pemilihan hukum yang dianggap lebih adil atau maslahat (manfaat) bagi masyarakat, meskipun ada kasus yang mirip yang mungkin memiliki hukum yang berbeda. Ini memungkinkan mujtahid untuk memilih hukum yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan kepentingan umum.

  3. Maslahah Mursalah (Pertimbangan Kepentingan Umum): Dalam situasi di mana tidak ada nash (teks hukum) yang spesifik, mujtahid dapat mempertimbangkan kepentingan umum dan memutuskan hukum berdasarkan manfaat dan keadilan bagi masyarakat.

  4. Istishab (Asumsi Kesinambungan Hukum): Metode ini menganggap bahwa hukum yang telah berlaku akan tetap berlaku kecuali ada bukti yang meyakinkan tentang perubahan hukum tersebut.

  5. 'Urf (Kebiasaan atau Adat): Metode ini mencakup mempertimbangkan praktik kebiasaan atau adat yang diakui oleh masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan hukum.

  6. Istidlal (Pendekatan Rasional): Pendekatan ini menggunakan argumen logis dan rasional dalam mencari hukum Islam.

Perlu dicatat bahwa metode-metode ijtihad di atas harus digunakan dengan hati-hati dan berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip Islam. Selain itu, para mujtahid harus mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan waktu dalam melakukan ijtihad agar hasilnya relevan dan bermanfaat bagi masyarakat.