Liputan6.com, Jakarta Siti Fatimah merupakan sosok perempuan Muslim yang sudah tak asing bagi kaum Muslimin di seluruh dunia. Namanya bahkan telah tertulis dalam beberapa hadis. Siti Fatimah merupakan istri Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
Baca Juga
Advertisement
Siti Fatimah atau yang dikenal dengan Fatimah Az Zahra merupakan putri bungsu dari Nabi Muhammad SAW dengan ibunda Siti Khadijah. Kisah hidupnya menjadi suri tauladan bagi perempuan Islam maupun umat Muslim di seluruh dunia.
Berikut ini Liputan6.com ulas mengeni kisah Siti Fatimah putri Rasulullah yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (21/7/2023).
Kelahiran Siti Fatimah
Siti Fatimah memiliki nama lengkap Sayyidah Fatimah az-Zahra. Ia lahir pada tanggal 20 Jumadits Tsani 5 H di Mekkah. Bisa dikatakan, kelahiran Siti Fatimah ini tepat lima tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad.
Ia merupakan anak perempuan termuda dari Nabi Muhammad. Berdasarkan nasabnya, namanya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Keluarga Fatimah az-Zahra merupakan keturunan dari bani Hasyim dan suku Quraisy.
Sayyidah Fatimah az-Zahra merupakan anak perempuan keempat dari pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia memiliki tiga kakak perempuan yaitu Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Fatimah az-Zahra juga memiliki dua saudara laki-laki sekandung, tetapi keduanya meninggal ketika masih kecil. Nama kedua saudaranya yang wafat ini adalah Qasim dan Ibrahim. Selain itu, ia memiliki seorang saudara angkat yang diadopsi oleh ayahnya.
Kelahiran Sayyidatina Fatimah az-Zahra bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya, baginda mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.
Kelahiran sayyidah Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu Abiha (Ibu dari ayahnya). Dalam sejarah Islam, Siti Fatimah memiliki rupa mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya.
Ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya, sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia sangat pun sedih dengan kematian ibunya. Meski kehilangan ibundanya diusia yang muda, Siti Fatimah tidak menunjukkan kesedihannya dengan berlebih. Ia mampu menutupi kesedihannya tersebut.
Advertisement
Pernikahan Siti Fatimah
Setelah melewai masa kanak-kanak di Mekkah yang menyedihkan, saat remaja hingga dewasa Siti Fatimah pindah ke Madinah dan tinggal di pusat kota yang paling berpengaruh, ia telah memperkaya sejarah wanita selama masa itu.
Dalam sejarah Islam, Siti Fatimah menikah diusianya yang baru 18 tahun dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Pernikahan antara keduanya diadakan setahun setelah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Nabi Muhammad sebagai ayah dari Fatimah az-Zahra menyetujui pernikahan ini karena adanya hubungan kekerabatan dan hubungan sosial dengan keluarga dari Ali bin Abi Thalib RA. Ayah dari Sayyidina Ali adalah Abu Thalib yang merupakan paman dari Nabi Muhammad.
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim diketahui bahwa Fatimah az-Zahra pernah hampir mengalami poligami. Periwayatan hadis ini berasal dari Miswar bin Makhramah. Keterangan dalam hadis ini menyebutkan larangan Nabi Muhammad kepada Ali bin Abi Thalib untuk melakukan poligami dengan Juwairiyah binti Abu Jahal. Nabi Muhammad menyampaikan hal ini di atas mimbar. Ia memulai dengan menyebutkan latar belakang dari peristiwa ini.
Di atas mimbar, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa usulan pernikahan antara Ali bin Abi Thalib dengan Juwairiyah binti Abu Jahal merupakan usulan dan permintaan dari keluarga Hisyam bin al-Mughirah. Nabi Muhammad dengan tegas tidak mengizinkan hal ini dengan ucapan yang jelas yang diulanginya sebanyak tiga kali. Nabi Muhammad menyatakan bahwa Fatimah az-Zahra merupakan anak kandungnya, yang berarti menyusahkan dan menyakiti perasaannya sama dengan menyusahkan dan menyakiti perasaan Nabi Muhammad.
Sebab, Rasulullah sangat menyayangi Siti Fatimah. Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar: ”Sungguh Fatimah bagian dariku, siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan, ”Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”
Pada saat menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Siti Fatimah hanya diberikan mahar seharga baju perang atas perintah Rasulullah. Bahkan selama berkeluarga dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, ia rela hidup sederhana. Dengan kesabarannya, Siti Fatimah tidak pernah mendesak suaminya memberi nafkah. Sesulit apapun kondisi ekonominya, ia tunjukkan ketabahan dan kesabaran.
Keturunan Siti Fatimah
Setelah menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Siti Fatimah dikaruniai 5 orang anak, 3 putra dan 2 putri. 3 putra yaitu Hasan, Muhsin dan Husain. Sedangkan kedua putrinya yaitu Zainab dan Ummu Kultsum. Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Waalihi Wassalam. Sebenarnya ada satu lagi anak Fatimah Az Zahra bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia karena wafat ketika masih kecil.
Siti Fatimah ini juga terkenal sebagai perempuan yang tidak pernah putus ibadahnya, akhlak yang menawan, dan lisan yang terjaga. Bahkan Siti Fatimah merupakan satu-satunya wanita yang tidak pernah haid dan nifas.
Advertisement
Wafatnya Siti Fatimah
Dalam sejarah Islam diketahui bahwa Siti Fatimah wafat pada usia usia 27 tahun. Ia meninggal dunia dengan jarak waktu enam bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Tepatnya oada malam Selasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H. Kepulangannya ke Rahmatullah, telah diketahui oleh Siti Fatimah sebelumnya atas bisikan dari ayahnya.
Pada waktu itu, setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menjalankan haji wada’ dan ketika ia melihat Fatimah, baginda menemuinya dengan ramah sambil berkata, ”Selamat datang wahai putriku”. Lalu baginda menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikkan sesuatu, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang keras, tatkala Fatimah sedih lalu baginda membisikkan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fatimah tersenyum.
Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah tentang apa yang dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga membuat Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu Fatimah menjawab,
”Adapun yang baginda katakan kepadaku pertama kali adalah baginda memberitahu bahwa sesungguhnya Jibril telah membacakan al-Qur’an dengan hafalan kepada baginda setiap tahun sekali, sekarang dia membacakannya setahun 2 kali, lalu baginda berkata,
“Sungguh Aku melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik-baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku”. Maka akupun menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat baginda membisikan yang kedua kali, baginda berkata, ”Wahai Fatimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku”. Kemudian saya tersenyum.
Setelah enam bulan kepergian ayahnya, Siti Fatimah jatuh sakit. Namun dirinya merasa gembira, sebab kabar yang diberikan oleh ayahnya benar adanya.