Liputan6.com, Jakarta Nashoihul Ibad adalah salah satu kitab klasik dalam literatur Islam yang ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani, seorang ulama besar dari Indonesia pada abad ke-19. Kitab ini terkenal sebagai salah satu karya penting dalam bidang tasawuf dan etika Islam.
Nashoihul Ibad berisi nasihat-nasihat dan panduan praktis tentang kehidupan spiritual, moralitas, dan etika bagi umat Islam. Isi kitab ini mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia, etika sosial, hingga perilaku dalam beribadah.
Salah satu fokus utama kitab ini adalah penekanan pada pentingnya berakhlak mulia dan menjalani kehidupan yang bermartabat sesuai dengan ajaran Islam. Syekh Nawawi al-Bantani mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran, tolong-menolong, dan kasih sayang sebagai pondasi yang kuat dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.
Advertisement
Nashoihul Ibad juga membahas masalah-masalah etika dan perilaku yang sering dihadapi oleh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kitab ini memberikan panduan tentang bagaimana menghadapi cobaan, mengendalikan emosi, dan mengatasi godaan dalam menjalani kehidupan spiritual.
Sebagai salah satu karya tasawuf klasik dari Indonesia, Nashoihul Ibad telah menjadi panduan dan inspirasi bagi banyak orang dalam meningkatkan kualitas kehidupan rohani dan moral. Buku ini masih dipelajari dan dijadikan referensi oleh para ulama, mahasiswa, dan masyarakat Muslim hingga saat ini. Karya ini telah memberikan kontribusi yang berharga dalam memperkuat nilai-nilai keagamaan dan etika dalam masyarakat Muslim Indonesia.
Untuk memahami lebih dalam mengenai Nashoihul Ibad, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Minggu (23/7/2023).
Intisari Kitab Nashoihul Ibad
Kitab Nashoihul Ibad berisi sejumlah nasihat yang bertujuan untuk memberikan pencerahan kepada umat Islam agar siap menghadapi hari kiamat. Nasihat-nasihat ini terbagi dalam 10 bab yang mengandung total 214 nasihat.
Sebanyak 45 nasihat di antaranya bersumber dari hadis, sementara sisanya berasal dari atsar atau ucapan para sahabat dan pengikut Nabi SAW. Setiap bab dalam kitab ini disertai dengan uraian dari Syekh Imam Nawawi yang menjelaskan jumlah nasihat yang diungkapkan serta jumlah poin dalam setiap nasihatnya, serta menyebutkan jumlah hadis dan atsar yang terkait.
Beberapa dari nasihat yang terdapat dalam kitab Nashoihul Ibad adalah tentang sabar dalam menghadapi musibah, tawadhu (rendah hati), adil dalam bersikap, taqwa sebagai bekal di akhirat, pentingnya beribadah dengan baik, mengamalkan akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari, sikap lemah lembut, qana'ah (merasa cukup), taufik (bimbingan Allah), dan pemahaman tentang kematian.
Selain itu, dalam bab pertama kitab ini, terdapat 30 nasihat yang mencakup beberapa hal penting seperti pentingnya iman kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama muslim, memilih teman yang baik yaitu ulama, dan bagaimana menghadapi dua jenis kesedihan yaitu dalam urusan dunia dan akhirat.
Kitab Nashoihul Ibad ini ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu agama Islam hingga akhirnya tidak kembali ke Indonesia setelah menunaikan ibadah haji. Kitab ini berfungsi sebagai panduan bagi umat Islam dalam menghadapi kehidupan sehari-hari dan mempersiapkan bekal untuk akhirat, dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan akhlak yang terpuji.
Kitab ini diselesaikan oleh Syekh Nawawi pada Kamis, 21 Safar 1311 H (1893 M). Melalui kitab Nashoihul Ibad, beliau berupaya memberikan panduan yang bermanfaat dan berharga bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan dan menumbuhkan kesadaran akan akhirat.
Advertisement
Perkara yang Dijelaskan dalam Kitab Nashoihul Ibad
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kitab Nashoihul Ibad berisi sejumlah nasihat yang bertujuan untuk memberikan pencerahan kepada umat Islam agar siap menghadapi hari kiamat. Nasihat-nasihat ini terbagi dalam 10 bab yang mengandung total 214 nasihat.
Rasulullah SAW bersabda,
العه خبر ميراث والأدب خير جرفة والتقوى خيرزاد والعبادة خير بضاعة والعمل الصالح خير قائد وحسن الخلق خير قرين والحلم خير وزير والقناعة خيرغي والتوفيق خير عون والموت خير مؤدب
Artinya: "Ilmu adalah sebaik-baik warisan, etika adalah sebaik-baik pekerjaan, taqwa itu adalah sebaik-baik bekal, ibadah adalah sebaik-baik perdagangan. Amal shaleh adalah sebaik-baik penuntun (menuju surga), akhlak yang terpuji adalah sebaik-baik teman (di dunia dan di akhirat). Sikap lemah lembut adalah sebaik-baik penolong, qana'ah adalah sebaik-baik kekayaan.
Dalam kitab Nashoihul Ibad dijelaskan bahwa ada sepuluh perkara yang dianggap paling baik. Berdasarkan hadis yang tertera, sepuluh hal tersebut adalah:
1. Ilmu adalah warisan yang paling baik. Hadis ini menekankan pentingnya menghormati dan memuliakan para ulama, karena mereka adalah pewaris para Nabi. Memuliakan mereka berarti juga memuliakan Allah dan Rasul-Nya.
2. Etika adalah sebaik-baik pekerjaan. Artinya, dalam segala aspek kehidupan, kita harus berlaku dengan etika yang baik, dan semua pekerjaan yang kita lakukan haruslah dilakukan dengan etika yang benar.
3. Taqwa adalah bekal yang paling baik menuju akhirat. Taqwa berarti menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta berhati-hati dengan segala hal yang samar-samar (syubhat).
4. Ibadah adalah sebaik-baik perdagangan. Melakukan ibadah dan amal shaleh merupakan investasi terbaik bagi kehidupan akhirat.
5. Amal shaleh adalah penuntun terbaik menuju surga. Amal shaleh adalah kunci untuk meraih surga dan mendapatkan keridhaan Allah.
6. Akhlak yang terpuji adalah sebaik-baik teman di dunia dan di akhirat. Memiliki akhlak yang baik akan menjadikan kita diterima oleh masyarakat dan mendapat kebaikan di dunia dan akhirat.
7. Sikap lemah lembut adalah sebaik-baik penolong. Sikap lemah lembut dan sabar akan membantu kita menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
8. Qana'ah adalah sebaik-baik kekayaan. Qana'ah adalah menerima segala ketentuan Allah dengan tawakal dan rasa puas, bukan terus-menerus menginginkan lebih.
9. Taufik adalah sebaik-baik pertolongan. Taufik adalah bimbingan Allah yang membantu kita dalam melakukan kebaikan dan menerima petunjuk-Nya.
10. Kematian adalah sebaik-baik pendidik menuju akhlakul karimah. Kematian mengingatkan kita tentang kehidupan yang sementara di dunia ini dan akan membawa kita menuju akhlak yang mulia jika kita berpegang teguh pada ajaran-Nya.
Dalam rangkaian nasihat yang diberikan, kitab Nashoihul Ibad memberikan panduan berharga bagi umat Islam dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan persiapan menghadapi akhirat.
Siapakah Syekh Nawawi al-Bantani?
Nashoihul Ibad adalah salah satu kitab klasik dalam literatur Islam yang ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani. Lalu Siapakah Syekh Nawawi al-Bantani?
Syekh Nawawi al-Bantani lahir pada tahun 1815 di Kampung Pesisir, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Serang, Banten. Beliau adalah anak sulung dari tujuh saudara, termasuk Tamim, Ahmad Syihabudin, Said, Abdullah, Tsaqillah, dan Sarriyah. Syekh Nawawi merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, yang merupakan Raja Banten pertama dan Putra Sunan Gunung Jati.
Ayahnya adalah Syekh Umar Bin Arabi Al-Bantani, seorang ulama lokal, dan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga. Syekh Nawawi menikah dengan Nyasi Nasimah dan dikaruniai tiga anak, yaitu Maryam, Nafisah, dan Rubi’ah.
Sejak usia 5 tahun, Syekh Nawawi telah diajarkan ilmu agama oleh ayahnya dan kakak kandungnya. Ia mempelajari bahasa Arab, tauhid, Al-Qur'an, fiqih, dan tafsir. Pada usia 8 tahun, beliau menimba ilmu di pesantren di daerah Jawa yang dipimpin oleh ulama bernama K.H Sahal. Selanjutnya, ia melanjutkan penuntutan ilmu ke Syekh Baing Yusuf di daerah Purwakarta.
Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi menunaikan ibadah haji dan belajar kepada ulama terkemuka di Mekkah. Semangatnya dalam mendalami ilmu agama Islam begitu tinggi sehingga ia memutuskan untuk tidak kembali ke Indonesia dan terus menimba ilmu di sana.
Namun, niatnya untuk kembali ke Indonesia terhambat oleh penjajah Belanda, sehingga beliau tetap tinggal di Mekkah hingga wafatnya pada tahun 1898 dan dimakamkan di Ma’la. Beliau dikenal sebagai Sayyidul Ulama Hijaz di Mekkah karena ketenarannya.
Syekh Nawawi adalah seorang yang bertaqwa, zuhud, sederhana dan berwibawa. Ia sangat menghargai waktunya dan selalu mengisinya dengan ketaatan. Beliau sering melewatkan waktu tidurnya untuk beribadah atau menulis.
Karyanya yang produktif berupa kitab-kitab dalam Bahasa Arab menjadi kurikulum pendidikan agama di pesantren di seluruh Indonesia dan bahkan menyebar ke Filipina, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Timur Tengah. Meskipun begitu produktif, Syekh Nawawi juga memiliki sikap rendah hati dan tidak terlalu memperdulikan hak cipta dan royalti penerbit dalam penyebarluasan hasil karyanya.
Advertisement