Liputan6.com, Jakarta Haid juga dikenal sebagai menstruasi adalah proses fisiologis alami yang dialami oleh wanita dewasa setiap bulan sebagai bagian dari siklus menstruasi. Siklus menstruasi merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita untuk mempersiapkan kemungkinan kehamilan.
Dalam agama Islam, seorang wanita Muslim ketika mengalami menstruasi dilarang melaksanakan sholat. Sholat bisa dilanjutkan kembali setelah darah haid berhenti keluar. Namun, seringkali hal ini menimbulkan kebingungan bagi kaum wanita mengenai kapan harus berhenti sholat karena haid dan kapan bisa melanjutkan sholat kembali. Pertanyaan muncul apakah harus berhenti sholat ketika melihat bekas darah atau harus menunggu hingga benar-benar tidak ada darah.
Baca Juga
Terkait durasi berhenti dari sholat selama menstruasi, ada pertanyaan apakah harus berhenti selama tujuh hari penuh atau cukup hingga wanita tersebut merasa yakin telah bersih dari haid. Wanita yang sedang haid harus berhenti melaksanakan sholat segera setelah melihat darah haid. Setelah itu, wanita tersebut dapat menjalani hari-hari normal dalam siklus haid mereka.
Advertisement
Lalu kapan seorang muslimah harus mulai shalat lagi setelah berhenti haid? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Minggu (23/7/2023).
Kapan Muslimah Harus Memulai Shalat setelah Selesai Haid?
Secara umum, setelah selesai haid yakni ketika darah haid benar-benar berhenti, seorang muslimah harus segera melakukan mandi wajib dan melaksanakan shalat pada waktu tersebut, dengan menjamak shalat di waktu sebelumnya.
Sebagai contoh, apabila wanita mengalami suci haid atau nifas setelah masuk waktu shalat ashar, maka dia wajib mengerjakan shalat dzuhur dan ashar dengan jamak takhir. Sama halnya ketika seorang wanita telah suci dari haid atau nifas setelah masuk waktu isya, maka ia diwajibkan untuk melakukan shalat maghrib dan isya secara jamak takhir.
Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa jika ada wanita yang mengalami haid dan suci sebelum matahari terbenam, orang kafir yang masuk Islam, atau anak kecil yang baligh sebelum terbit fajar, maka mereka diwajibkan untuk melakukan shalat dzuhur dan ashar. Begitu pula, jika ada wanita yang mengalami haid dan suci sebelum terbit fajar, atau orang kafir yang masuk Islam, atau anak kecil yang baligh sebelum matahari terbenam, maka mereka diwajibkan untuk melakukan shalat maghrib dan isya.
Advertisement
Penjelasan tentang Shalat setelah Haid
Dijelaskan juga bahwa ketika sudah selesai haid sebelum terbit fajar cukup mengerjakan satu rakaat, yaitu shalat maghrib dan isya. Dan jika suci sebelum terbenam matahari, maka dia harus mengerjakan dua rakaat, yaitu shalat dzuhur dan ashar dengan jamak takhir. Ketika udzur telah berakhir, maka dia harus mengerjakan kewajiban shalat sesuai dengan waktu yang seharusnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh. Dan barangsiapa yang mengerjakan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar.” (HR. Bukhari, no. 579 dan Muslim, no. 608).
Dari hadis ini, kita dapat mengetahui waktu sholat dengan melaksanakan satu rakaat. Artinya, jika kita menemukan kesempatan untuk mengerjakan satu rakaat sholat Zhuhur, maka tetap harus melaksanakan sholat Zhuhur.
Terdapat satu lagi kisah qodho sholat saat haid dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, “Seandainya seorang wanita mendapati sekadar satu rakaat dari sholat, kemudian ia suci dari haid, apakah ia wajib mengerjakan shalat?” Jawab, “Ia wajib mengerjakan sholat jika ia mendapati sekadar satu rakaat dari shalat.” (Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram, 2:70).
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga meneruskan dengan, “Jika seorang wanita mengalami haid ketika sudah masuk waktu sholat dan ada peluang mengerjakan satu rakaat, apakah shalatnya tetap dikerjakan ketika telah suci?” Jawab, “Sholat tersebut tetap dikerjakan ketika telah suci.”
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan pendapat lain dalam hal ini, yaitu sholat tadi tidak perlu diqadha’ dan beliau lebih cenderung pada pendapat ini. Namun, menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, yang lebih hati-hati adalah tetap diqadha’ (lihat Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram, 2:71).
Cara Mengqodho Shalat setelah Haid
Penting untuk diketahui bahwa ada dua kondisi di mana seorang wanita yang sedang haid tetap harus mengqadha shalat yang ditinggalkannya, dan bagaimana tata cara yang benar untuk melaksanakan pengqadhaan sholat saat dalam kondisi haid.
Kondisi pertama adalah ketika waktu sholat telah tiba, namun wanita tersebut sengaja menunda untuk mengerjakannya hingga akhir waktu, yang berakibat pada datangnya haid sebelum dia sempat mengerjakan shalat tersebut.
Dalam situasi ini, saat dia telah bersuci dari haid, maka dia wajib mengqadha sholat yang ditinggalkannya. Hal ini karena sholat yang dia tinggalkan sebenarnya sudah wajib dilaksanakan.
Meskipun begitu, karena dia sengaja menunda-nunda hingga datangnya haid, dia tidak hanya meninggalkan shalat karena haid saja, tetapi juga karena perilaku menunda-nunda sholat tersebut, seperti yang dijelaskan di portalamanah.com.
Sebagai contoh, saat waktu dzuhur telah masuk, seorang wanita sengaja menunda mengerjakan sholat hingga hampir masuk waktu ashar. Namun, ketika dia hendak mengerjakan sholat dzuhur di akhir waktu, dia menemukan bahwa telah keluar darah haid. Maka, saat masa haidnya telah berakhir, dia wajib mengqadha sholat dzuhur yang ditinggalkannya ini.
Advertisement