Liputan6.com, Jakarta Masjid Pusdai merupakan singkatan dari masjid Pusat Studi dan Dakwah Islam yang terletak di Bandung, Jawa Barat. Masjid ini merupakan pusat pengembangan agama khususnya agama islam yang menjadi ikon religi bagi masyarakat Jawa Barat.
Masjid Pusdai adalah lembaga dakwah milik pemerintah yang bertujuan menjadi sentral pemrograman, pembinaan, dan pengembangan syiar Islam di Jawa Barat. Masjid ini telah berdiri pada tahun 1997 dan masih aktif digunakan sampai sekarang.
Masjid Pusdai ini juga dikenal sebagai Islamic Center Jabar. Arsitektur bangunan dari Masjid Pusdai ini sangatlah unik. Masjid Jabar ini mengusung tema Timur Tengah, Turki, dan juga ada perpaduan Sunda.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas mengenai masjid Pusdai di Bandung Jawa Barat yang telah dirangkum dari berabagi sumber, Selasa (25/7/2023).
Awal Mula Berdirinya Masjid Pusdai
Dikutip dari laman resmi Pusdai, masjid Pusdai atau Pusat Studi dan Dakwah Islam berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Masjid ini dibangun pada 2 Desember 1997 atau sekitar sekitar seperempat abad.
Ide pembangunannya mulai digulirkan pada tahun 1977-1978 namun baru dilaksanakan pada 1992. Proses pembangunan ini terkendala oleh pembebasan lahan yang membutuhkan waktu 10 tahun, yakni sejak 1982.
Masjid Pusdai sendiri juga dikenal sebagai Islamic Center Jabar, hal ini karena dulunya masjid yang menjadi ikon religi bagi masyarakat Jawa Barat ini berupa lembaga keagamaan dengan fasilitas gedung yang megah di atas lahan yang luas, yang umumnya sebagai assesoris kota atau provinsi.
Pusdai juga memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan Islamic Center lain di Indonesia. Biasanya Islamic Center merupakan satu kompleks sarana prasarana dengan masjid sebagai satu fasilitasnya. Namun, masjid di Pusdai justru merupakan bangunan utama yang memiliki banyak ruang dengan fungsi berbeda-beda sesuai dengan kegiatan dakwah Islam. Oleh karena itu, masjid ini disebut sebagai Masjid Pusdai.
Advertisement
Pembebasan Lahan Masjid Pusdai
Awal proses pembangunan Masjid Pusdai sendiri mempunyai perjalanan yang panjang. Pembangunan masjid ini terjadi pada era Gubernur Jabar Aang Kunaefi. Pada masa itu masih tercetus sebuah ide atau gagasan untuk melakukan pembangunan masjid yang diberi nama Islamic Center. Bahkan Gubernur Aang Kunaefi juga mengeluarkan SK Gubernur No. 593.82/SK.133-Pem.Um/82 tertanggal 18 Januari 1982 tentang penetapan lokasi Pusat Pengembangan Islam (Islamic Centre) Annex Masjid Raya di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dibangun sebagai satu kesatuan dengan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Museum Perjuangan Rakyat Jawa Barat dan Lapangan Upacara Pemda Jabar.
Setelah SK Gubernur tersebut diterbitkan maka dimulailah pembangunan Islamic Centre yang diawali dengan pembebasan lahan dengan lokasi seperti yang ditetapkan dalam SK yaitu di Kelurahan Cihaur Geulis Kecamatan Cibeunying Kotamadya Bandung tepatnya di Kampung Warga dengan batas-batas sebelah utara Kampung Sukamantri, sebelah timur Kampung Muararajeun, sebelah selatan Jl. Diponegoro dan sebelah barat Gedung RRI Bandung.
Memindahkan penduduk Kampung Warga dipermukiman yang sangat padat di pusat kota tentu tidaklah mudah, namun karena tujuan pembebasan lahan ini semata-mata bagi kepentingan pembangunan yang berdimensi spiritual, yaitu Islamic Centre, sehingga dengan ikhlas penduduk setempat rela melepaskan lahan yang telah mereka tinggali selama ini. Mereka dipindahkan ke permukiman di daerah Cibeunying Kolot, Mandala Mekar dan Cibiru Hilir. Sekitar 9 tahun (1982 – 1991) Pemda Jabar melaksanakan pembebasan lahan dan pemindahan penduduk (relokasi) di atas lahan tersebut hingga pematangan tanahnya dengan dana yang dikeluarkan sekitar 20 miliar rupiah.
Setahun kemudian, pembangunan masjid dimulai. Pembangunan tersebut terjadi pada era kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Yogi S Memet. Adapun pelaksanaan pembangunannya dimulai Tahun 1992, berdasarkan izin Pemda Kotamadya Bandung No. 583/637/II/DTK/92 di atas lahan 4,5 Ha. Pembangunan dilaksanakan selama 6 tahun dengan menghabiskan biaya pembangunan sebesar 27 miliar rupiah yang sebagian besar dananya diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jawa Barat.
Satu bulan menjelang Bulan Suci Ramadhan tepatnya pada tanggal 2 Desember 1997 M atau tanggal 2 Syaban 1418 H, Islamic Centre Jawa Barat dengan nama Pusat Dakwah Islam Jawa Barat disingkat PUSDAI diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat R. Nuriana.
Nama Pusat Dakwah Islam atau PUSDAI baru diumumkan sebagai nama resmi Islamic centre pada saat peresmiannya yakni 2 Desember 1997. Nama tersebut ditetapkan setelah melalui pengkajian cukup panjang atas keinginan pengindonesiaan istilah islamic centre dan masukan istilahnya dari masyarakat.
Arsitektur Bangunan Masjid Pusdai
Masjid Pusdai memiliki beberapa fasilitas yang di antaranya ruang seminar, Gedung Bale Asri yang biasa digunakan untuk kegiatan pernikahan dan kegiatan lain dengan daya tampung hingga dua ribu orang, ruang pameran mushaf sundawi, perkantoran, perpustakaan, lembaga bahasa, dan klinik.
Salah satu keistimewaan Masjid Pusdai adalah adanya mushaf sundawi, yakni kitab suci Al-Quran yang ornamen dan iluminasinya berasal dari motif islami asli Jawa Barat, seperti memolo masjid, motif batik, mihrab, dan artefak lainnya. Motif ini diperkaya dengan ragam flora khas Jawa Barat, seperti gandaria dan patrakomala.
Secara keseluruhan, bangunan masjid tampil mengesankan dengan konsep modern minimalis yang dipadu bentuk dasar khas Sunda. Konsep ini dapat dilihat dari bentuk dasar bangunan yang banyak menggunakan elemen bentuk kubus dengan lengkungan sebagai aksen hias. Demikian juga dengan menara berbentuk kotak beraksen hias pola relief garis lurus vertikal.
Ciri khas arsitektur Jawa Barat pun terlihat dari bentuk atap yang tidak menggunakan kubah bulat melainkan limasan bertumpuk. Rasa tradisional ini juga tampak pada mihrab dan mimbar dengan materi kayu jati berukir.
Selain mengusung tema Sunda yang diperlihatkan dari ornamen dan bentuk atapnya. Arsitektur bangunan Masjid Pusdai di Jawa Barat ini juga mengusung gaya Timur Tengah dan Turki dengan pola-pola geometris serta lengkung.
Advertisement