Sukses

Hukum Perbuatan Zina Adalah Haram dan Dosa Besar, Ini Balasan bagi Pelakunya

Hukum perbuatan zina adalah haram dan dosa besar sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an dan hadis.

Liputan6.com, Jakarta - Hukum perbuatan zina adalah haram dan dosa besar sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an dan hadis. Zina merupakan perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam ikatan pernikahan. Dalam Islam, hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah adalah cambuk seratus kali, sementara yang sudah menikah berhak menerima hukuman rajam hingga mati.

Tujuan dari hukuman ini adalah untuk mencegah perbuatan zina dan menjaga kesucian hubungan pernikahan. Hukum perbuatan zina adalah dilarang juga berlaku di Indonesia dan dipayungi oleh KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yang sekaligus mengatur hukuman bagi pelakunya.

Di Indonesia, hukum perbuatan zina diatur dalam KUHP pasal 411, pasal 412, dan pasal 413. Hukuman bagi pelaku zina adalah hukuman penjara paling lama (1-10 tahun) dan denda paling banyak kategori II (Rp7.5 juta). Ini delik aduan absolut, yang berarti penuntutan hanya bisa dilakukan atas pengaduan suami atau istri bagi yang sudah menikah atau orang tua atau anaknya bagi yang belum menikah, dan pengaduan tersebut dapat ditarik kembali sebelum sidang pengadilan dimulai.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum perbuatan zina dalam Islam dan yang diberlakukan di Indonesia, Kamis (27/7/2023).

2 dari 4 halaman

Haram dan Dosa Besar

Zina merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam agama Islam karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma dan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan zina sebagai perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan).

Itu artinya, zina mencakup segala bentuk hubungan seksual yang terjadi di luar pernikahan, baik oleh individu yang sudah menikah dengan orang selain pasangannya maupun oleh individu yang belum menikah. Lalu, apakah bersetubuh dengan hewan atau mayat juga disebut zina?

Universitas An-Nur Lampung menjelaskan, meskipun persetubuhan dengan hewan atau mayat tidak termasuk dalam kategori zina, hal tersebut tetap dianggap haram dalam Islam. Pemahaman tersebut menegaskan bahwa hubungan seksual hanya diperbolehkan dalam pernikahan yang sah. Maka, zina bisa didefinisikan sebagai perbuatan senggama sesama jenis (laki-laki dengan laki-laki) dan (perempuan dengan perempuan) di luar hubungan pernikahan.

“Saya (Abdullah Ibnu Mas’ud) bertanya: “Ya Rasulullah dosa apakah yang paling besar?” Nabi menjawab: “Engkau menyediakan sekutu bagi Allah Swt., padahal dia menciptakan kamu.” Saya bertanya lagi: ”Kemudian (dosa) apalagi?” Nabi menjawab: ”Engkau membunuh anakmu karena khawatir jatuh miskin” Saya bertanya lagi: “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagi masyarakat Asia, termasuk di Indonesia, yang mendasarkan hubungan seksual sebagai relasi biologis, spiritual, moral, dan sosial, maka perzinaan dianggap sebagai penyelewengan dalam tradisi bermasyarakat. Zina dianggap melanggar norma-norma agama dan kesusilaan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam Islam, hukum perbuatan zina adalah haram dan termasuk dosa besar yang dapat mendatangkan murka dan hukuman dari Allah.

Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa hukum perbuatan zina adalah haram yang ditegaskan dalam Al-Qur'an surat al-Isra ayat 32 yang menyatakan tentang melarang perbuatan zina. “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’ ayat 32)

 

3 dari 4 halaman

Hukumannya dalam Islam

Sanksi atau hukuman bagi pelaku zina dalam Islam dikenal dengan istilah "hadd" dan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu hukuman rajam (dilempar dengan batu), dera, dan pengasingan (penjara). Dalam buku "Rekonstruksi Teori Hukum Islam: Membaca Ulang Pemikiran Reaktualisasi Hukum Islam Munawir Sjadzali" oleh M. Usman, ditegaskan hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah dan yang sudah menikah berbeda.

Bagi perlaku yang belum menikah hukum pelaku zina adalah cambuk sebanyak seratus kali cambukan sesuai dengan Al-Qur'an surat an-Nur ayat 2. Sementara itu, pelaku zina yang sudah menikah (muhsan) dihukum dengan rajam hingga mati, sebagaimana yang disepakati oleh para fuqaha.

"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (QS. an-Nur ayat 2)

Lalu, dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra:

"Bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam datang kepada Rasulullah dan menceritakan bahwa ia telah berzina. Pengakuan ini diucapkan empat kali. Kemudian Rasul menyuruh supaya orang tersebut dirajam dan orang tersebut adalah muhshan.” (HR. Bukhari)

Namun, diperlukan persyaratan yang cukup ketat dalam pembuktian perbuatan zina agar tidak mudah menuduh seseorang secara sembarangan. Islam memberikan aturan yang jelas tentang bagaimana membuktikan perbuatan zina, dan hukuman hanya akan diberlakukan jika ada bukti yang sah dan cukup. Diperlukan empat orang saksi untuk menjatuhkan hukuman pada pelaku zina.

“Dan (terhadap) wanita yang mengerjakan perbuatan keji (berzina) hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).” (QS. An- Nisa ayat 15)

 

4 dari 4 halaman

Hukumannya di Indonesia

Di Indonesia, hukum perbuatan zina adalah diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pasal 411. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan, dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp7.5 juta).

"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal 411.

Selain itu, ada juga dalam KUHP pasal 412 yang mengatur tentang kumpul kebo atau kohabitasi, di mana setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp7.5 juta).

"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal 412.

"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga batihnya (ayah, ibu, dan anak kandung), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun," bunyi pasal 413.

KUHP menetapkan perzinahan dan kumpul kebo sebagai delik aduan absolut, yang berarti penuntutan dilakukan atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.