Sukses

Wasathiyah adalah Bersifat Pertengahan, Pahami Penjelasannya dalam Islam

Kata wasathiyah memiliki beberapa makna, yakni menurut bahasa Indonesia artinya adalah moderasi.

Liputan6.com, Jakarta Wasathiyah adalah istilah yang mungkin belum dipahami oleh sebagian umat Islam. Padahal, wasthiyah ini merupakan salah satu ciri dari agama Islam itu sendiri. Kata wasathiyah memiliki beberapa makna, yakni menurut bahasa Indonesia artinya adalah moderasi.

Namun, maknanya lebih luas dari pada moderasi. Wasathiyah juga bisa berarti realistis (Islam Wasathiyah yaitu Islam yang berada di antara realitas dan idealitas). Sementara itu, dalam QS: al-Baqarah 143 wasathiya dapat juga diartikan jalan di antara ini dan itu.

Dapat juga dikontekstualisasikan Islam Wasathiyah adalah tidak liberal dan tidak radikal. Dapat diartikan pula, Islam antara jasmani dan rohani. Setiap umat Islam tentunya perlu memahami makna dari kata ini dengan tepat. Pasalnya, kata wasathiyah ini kerap kali menjadi bahan diskusi di kalangan muslim.

Berikut Liputan6.com rangkum dari laman MUI, Jumat (28/7/2023) tentang wasathiyah.

2 dari 4 halaman

Wasathiyah adalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wasatiah atau wasathiyah adalah cenderung mengambil jalan tengah atau bersifat pertengahan. Wasathiyah adalah istilah yang kerap juga disebut sebagai moderat.

Ditinjau dari segi terminologinya, wasathiyah adalah berasal dari makna kata “wasathan” yaitu pertengahan sebagai keseimbangan (al-tawazun), yakni keseimbangan antara dua jalan atau dua arah yang saling berhadapan atau bertentangan: spiritualitas (ruhiyah) dengan material (madiyah). Individualitas (fardiyyah) dengan kolektivitas (jama’iyyah). Kontekstual (waqi’iyyah) dengan tekstual. Konsisten (tsabat) dengan perubahan (taghayyur).

Wasathiyah dalam Islam bertumpu pada tauhid sebagai ajaran Islam yang mendasar dan sekaligus menegakkan keseimbangan dalam penciptaan dan kesatuan dari segala lingkaran kesadaran manusia. Terdapat istilah yang identik dengan Islam Wasathiyah, yaitu Wasathiyah al-Islam yang mencerminkan sebagai ajaran yang seimbang.

Menurut Hasyim Muzadi, wasathiyah adalah keseimbangan antara keyakinan (yang kokoh) dengan toleransi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, pemaknaan wasathiyah dapat dipadukan bahwa; keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dengan toleransi yang di dalamnya terdapat nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan serta tidak berlebihan dalam hal tertentu.

3 dari 4 halaman

Pengertian Wasathiyah Menurut Para Pakar

Wasathiyah adalah istilah yang berasal dari akar kata “wasatha”. Menurut Muhammad bin Mukrim bin Mandhur al-Afriqy al-Mashry, secara etimologi pengertian wasathiyah adalah sesuatu yang berada (di tengah) di antara dua sisi. Sementara itu, menurut Ibnu ‘Asyur, wasathiyah adalah berasal dari kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah atau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding.

Menurut al-Asfahany, wasathiyah adalah berasal dari kata wasathan berarti tengah-tengah di antara dua batas (a’un) atau bisa berarti yang standar. Kata tersebut juga bermakna menjaga dari sikap melampaui batas (ifrath) dan ekstrem (tafrith).

Wahbah al-Zuhaili dalam tafsir al-Munir menegaskan bahwa kata al-wasath adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah, kemudian makna tersebut digunakan juga untuk sifat atau perbuatan yang terpuji, seperti pemberani adalah pertengahan di antara dua ujung.

Berdasarkan pengertian dari para pakar tersebut, dapat disimpulkan beberapa inti makna yang terkandung di dalamnya. Jadi, wasathiyah adalah sesuatu yang ada di tengah, menjaga dari sikap melampaui batas (ifrath) dan dari sikap mengurangi ajaran agama (tafrith), terpilih, adil dan seimbang.

4 dari 4 halaman

Penjelasan Wasathiyah dalam Berbagai Bidang

Realiasasi wasathiyah dalam ajaran Islam secara garis besar dibagi tiga: akidah, akhlak dan syariat (dalam pengertian sempit). Ajaran akidah berarti terkait konsep ketuhanan dan keimanan. Akhlak berarti terkait penghiasan hati melalui sikap dan perilaku seseorang agar dapat menjadi individu mulia. Sementara syariat dalam pengertian sempit, berarti ketentuan-ketentuan praktis yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar sesama manusia (al-ahkam al-‘amaliyah).

Wasathiyah dalam bidang akidah, seperti posisi Islam yang berada di antara atheisme (tidak percaya Tuhan) dan politisme (kelompok yang percaya adanya banyak Tuhan).

Wasathiyah dalam bidang akhlak, seperti posisi di antara khauf (pesimisme) yang berlebihan dan raja’ (optimisme) yang berlebihan. Optimisme yang berlebihan dapat mengakibatkan orang gampang berbuat dosa, sehingga menganggap dirinya pasti mendapatkan surga. Sedangkan pesimisme yang berlebihan dapat mengakibatkan orang gampang putus asa. 

Sementara itu, Wasathiyah dalam bidang syariat (khususnya ekonomi) diindikasikan dalam QS: al-Furqan: 67, yakni tidak terlalu berlebihan dan tidak terlalu pelit.

Wasathiyah dalam bidang manhaj berarti menggunakan nash al-Qur’an dan hadis yang memiliki hubungan dengan tujuan-tujuan syariat (maqashid al-syari’ah). Nash-nash dan tujuan-tujuan syariatnya memiliki hubungan simbiosis mutualisme, yakni nash-nash yang dapat dijelaskan melalui tujuan-tujuan syariat, sedangkan tujuan-tujuan syariat lahir dari nash-nash Islam.

Tujuan-tujuan syariat merupakan hasil penelitian ulama zaman dahulu, sedangkan yang menjadi objeknya adalah aturan-aturan yang termaktub dalam nash-nash al-Qur’an dan hadis, berikut hikmah-hikmah dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan utama syariat adalah kemaslahatan dunia dan akhirat dengan mengindahkan kaidah “menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan.”