Sukses

Bolehkah Muslim Makan Makanan Kosher? Simak Perbedaan di Antara Halal vs Kosher

Dalam agama Yahudi, kosher melarang konsumsi daging babi dan turunannya serta memperhatikan cara penyembelihan hewan.

Liputan6.com, Jakarta Tinggal di Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, tentu tidak akan sulit untuk menemukan makanan halal. Akan tetapi hal ini akan menjadi kendala jika kita bepergian ke negara dengan muslim sebagai minoritasnya.

Sementara itu, ternyata tidak hanya muslim saja yang memiliki aturan yang ketat tentang makanan. Umat Yahudi pun memiliki aturan yang sangat ketat tentang makanan. Penganut Yahudi juga diharuskan mengikuti aturan kosher.

Dalam pandangan agama Yahudi, terdapat aturan khusus terkait makanan dan hewan yang dapat dikonsumsi, yang disebut sebagai kosher, kashrut, atau kasher. Sementara itu, makanan dan hewan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi disebut sebagai trefa atau trayfah. Secara garis besar, konsep ini memiliki kemiripan dengan aturan halal dan haram yang berlaku bagi umat Islam.

Pada hakikatnya, terdapat kesamaan di antara kedua konsep tersebut. Dalam agama Yahudi, kosher melarang konsumsi daging babi dan turunannya serta memperhatikan cara penyembelihan hewan (seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya) yang harus dilakukan dengan pisau tajam dan tidak boleh menggunakan cara-cara yang menyakiti hewan, seperti dipukul, dipelintir, atau diterkam binatang buas.

Lalu, apa perbedaan halal dengan kosher? Bolehkah seorang muslim memakan makanan kosher? simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (28/7/2023).

2 dari 5 halaman

Apa yang Dimaksud dengan makanan halal?

Dilansir dari American Halal Foundation, makanan halal didefinisikan berdasarkan komposisi bahan makanan, proses persiapan makanan, dan metode pemotongan hewan.

Dalam bahasa Arab, halal berarti "diizinkan" atau "boleh" dan mengacu pada aturan yang mengatur cara hidup serta makanan dan minuman yang diperbolehkan. Definisi halal bersifat inklusif dan mencakup beragam makanan pokok yang biasanya termasuk dalam pola makan modern, karena hampir semua produk dapat diterima jika dipersiapkan dengan benar sesuai ketentuan.

Sementara itu, makanan yang tidak diizinkan secara syariat Islam atau dilarang disebut sebagai makanan haram. Istilah "haram" merujuk pada makanan, minuman, dan obat-obatan yang memiliki efek negatif bagi kesehatan manusia dan dapat merusak keseimbangan tubuh. Sebagai contoh, alkohol dan makanan yang menggunakan alkohol dalam persiapannya dianggap haram. Selain itu, makanan haram juga termasuk daging dari hewan karnivora.

Produk yang dianggap haram juga meliputi segala sesuatu yang terkontaminasi dalam persiapan makanan. Sebagai contoh, jika daging halal terkena alat masak atau peralatan yang juga digunakan untuk memasak makanan haram, maka hal tersebut dianggap haram. Di sisi lain, produk yang dianggap halal mencakup beragam jenis makanan dan minuman, seperti makanan laut, roti, kopi, dan produk susu. Selain itu, semua jenis buah dan sayuran tanpa tambahan bahan aditif dianggap halal.

Sementara itu, dilansir dari Halal Corner, pada makanan tidak hanya mencakup apa yang boleh dan tidak boleh dimakan, tetapi juga melibatkan syarat-syarat terkait hewan yang akan disembelih, metode penyembelihan, ritual yang harus diikuti, persiapan makanan sebelum disajikan, dan lain-lain. Dalam menyiapkan makanan yang halal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Binatang harus dalam keadaan hidup dan sehat saat disembelih.
  2. Hewan yang disembelih harus termasuk dalam kategori HALAL untuk diolah menjadi makanan.
  3. Semua darah harus benar-benar dikuras dari tubuh binatang setelah disembelih.
  4. Penyembelihan harus dilakukan oleh seorang Muslim.
  5. Proses penyembelihan harus menggunakan pisau yang sangat tajam dan dilakukan dalam satu kali potongan.
  6. Sebelum menyembelih, harus diucapkan basmallah atau menyebut nama Allah sebagai tanda kesadaran atas tindakan tersebut.
  7. Selain itu, dalam menyimpan makanan halal, penting untuk menghindari pencampuran dengan makanan yang haram, karena hal tersebut akan menyebabkan makanan menjadi haram juga.
3 dari 5 halaman

Apa yang dimaksud makanan kosher?

Makanan kosher merujuk pada makanan yang dipersiapkan dan diolah sesuai dengan ketentuan hukum agama Yahudi (Judaisme). Istilah "kosher" berasal dari bahasa Ibrani "kashrut," yang artinya "diizinkan" atau "dapat dimakan." Makanan kosher harus memenuhi serangkaian aturan dan peraturan yang dijelaskan dalam hukum Yahudi, yang dikenal sebagai hukum kashrut.

Beberapa aturan dasar makanan kosher meliputi:

  1. Hanya hewan-hewan tertentu yang diizinkan untuk dikonsumsi, seperti hewan mamalia yang memiliki kuku belah (ruminansia) dan memenuhi kriteria tertentu.
  2. Penyembelihan hewan harus dilakukan dengan tajam dan bersih tanpa menyebabkan penderitaan berlebih pada hewan. Proses ini dikenal sebagai shechita.
  3. Produk susu dan daging tidak boleh dicampur atau dimakan bersama-sama. Makanan kosher harus menggunakan peralatan yang berbeda untuk mengolah produk susu dan daging.
  4. Beberapa bahan tambahan dalam makanan, seperti gelatin dan enzim, harus berasal dari sumber yang halal (kosher).
  5. Makanan olahan atau makanan siap saji juga harus diproduksi dengan mengikuti standar kashrut dan diberi tanda sertifikasi kosher oleh lembaga pengawas yang terpercaya.
  6. Makanan kosher tidak hanya mencakup jenis makanan tertentu, tetapi juga melibatkan proses produksi dan persiapan makanan yang sesuai dengan aturan kashrut. Ini adalah bagian penting dari praktek keagamaan bagi komunitas Yahudi, yang menjadikan makanan kosher sebagai bagian integral dalam menjalani kehidupan mereka sesuai dengan keyakinan agama mereka.
4 dari 5 halaman

Bolehkan seorang muslim makan makanan kosher?

Daging kosher dan halal secara teknis diolah dengan cara yang relatif sama, di mana penyembelih ritual dengan cepat menggorok leher hewan, mengucapkan doa, dan darah hewan harus dikeluarkan. Dalam hal penyembelihan, daging kosher dapat dikategorikan halal dan dapat dikonsumsi oleh umat Islam.

Namun seperti dikutip dari The Islamic Information, ada sedikit perbedaan dalam masalah tasmiya, dimana pendapat mayoritas ulama Islam mewajibkan ucapan tasmiya sebelum hewan disembelih.

Sementara itu, hukum halakhic juga menuntut shochet (seorang pria Yahudi yang terlatih dalam praktik penyembelihan) untuk memberkati tindakan penyembelihan dengan berkat khusus, karena keyakinan Yahudi bahwa nama Tuhan hanya dapat disebutkan untuk tujuan baik, namun shochet tidak mengulanginya untuk setiap hewan. Shochet percaya bahwa satu berkat yang dibacakan pada awal penyembelihan sudah cukup untuk satu rangkaian hewan asalkan setiap hewan disembelih tanpa jeda waktu.

Oleh karena itu seorang shochet dapat mengorbankan beberapa ekor sapi atau ratusan ekor ayam dengan satu berkah. Bagi minoritas Muslim yang tidak mewajibkan tasmiya (khususnya mazhab Syafi'i) atau mereka yang menganggap satu tasmiya diperbolehkan untuk penyembelihan berkali-kali, daging kosher adalah halal.

Adapun bagi umat Islam yang mensyaratkan tasmiya khusus untuk setiap hewan (khususnya mazhab Hanafi), maka daging kosher tidak halal, kecuali jika tidak memungkinkan untuk memberikan berkah pada setiap hewan secara individual.

Daging kosher bisa dikategorikan halal mengingat juga menjalani tata cara penyembelihan yang sama dengan hukum syariah. Namun pilihan untuk mengkonsumsi daging yang halal sepenuhnya menjadi pilihan setiap muslim.

5 dari 5 halaman

Perbedaan Makanan Kosher dan Halal

Orang-orang Yahudi berpendapat bahwa makanan kosher juga dapat dianggap halal bagi Muslim karena ada kesamaan pengertian di antara keduanya. Hal ini menyebabkan promosi bahwa makanan kosher sudah memenuhi persyaratan halal, sehingga tidak perlu lagi mendapatkan sertifikat halal untuk produk tersebut.

Pengertian ini kemudian disebarkan secara luas ke seluruh dunia. Meskipun terdapat kesamaan antara halal dan kosher, sebenarnya keduanya memiliki perbedaan. Beberapa produk yang dianggap kosher bisa jadi haram dalam pandangan Islam, begitu pula sebaliknya, ada makanan halal yang dianggap tidak sesuai standar kosher dan masuk dalam kategori treyfah.

Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai muslim untuk memahami perbedaan mendasar antara kosher dan halal. Adapun perbedaan di antara keduanya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Agama yang Menerapkannya

Halal merujuk pada aturan-aturan makanan yang diikuti dalam Islam. Makanan yang halal harus sesuai dengan ketentuan dan prinsip agama Islam.

Sedangkan kosher merujuk pada aturan-aturan makanan yang diikuti dalam agama Yahudi (Judaisme). Makanan kosher harus dipersiapkan sesuai dengan ketentuan dan prinsip hukum kashrut dalam agama Yahudi.

2. Hewan yang Boleh Dimakan

Dalam Islam, hewan yang halal untuk dikonsumsi adalah hewan-hewan yang disembelih dengan cara yang benar dan memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti domba, sapi, unta, ayam, dan ikan yang memiliki sirip dan sisik.

Sedangkan dalam Judaisme, hewan yang boleh dimakan adalah hewan-hewan mamalia yang memiliki kuku belah (ruminansia) dan memenuhi kriteria lainnya, seperti domba, sapi, kambing, dan beberapa jenis burung dan ikan tertentu.

3. Cara Penyembelihan

Dalam syariat Islam, penyembelihan hewan harus dilakukan oleh seorang Muslim yang mengucapkan nama Allah (basmallah) sebelum menyembelih. Metode penyembelihan yang benar dalam Islam dikenal dengan sebutan "dhabihah" atau "zabihah."

Sedangkan dalam Judaisme, penyembelihan hewan dilakukan oleh orang yang terlatih, biasanya seorang Yahudi, dengan cara yang dikenal sebagai "shechita." Selama proses shechita, hewan disembelih dengan cepat dan tajam untuk memastikan pemisahan darah dari daging.

4. Pemisahan Produk Susu dan Daging

Dalam Islam, produk susu dan daging dapat dimakan secara terpisah, namun tidak ada larangan memakan keduanya bersamaan dalam satu waktu yang sama.

Sedangkan dalam hukum kashrut, ada pemisahan yang ketat antara produk susu dan daging. Daging dan produk susu tidak boleh dicampur atau dimakan bersama-sama.

5. Penggunaan Alkohol

Alkohol adalah haram dalam Islam, termasuk dalam makanan dan minuman dalam kadara berapa pun. Sedangkan dalam Judaisme, beberapa produk makanan dan minuman yang mengandung alkohol dapat dianggap kosher, tergantung pada sumber dan jumlah alkohol yang digunakan.

Perbedaan di atas mencerminkan perbedaan antara aturan dan keyakinan dalam agama Islam dan Yahudi. Meskipun ada beberapa kesamaan dalam prinsip makanan yang diizinkan dan dilarang di kedua agama, cara persiapan dan persyaratan spesifik untuk makanan halal dan kosher berbeda karena mematuhi aturan agama yang berbeda pula.