Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 telah memberikan pelajaran penting bagaimana transpuan di Yogyakarta mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Meski awalnya banyak dari mereka yang tidak memiliki dokumen administrasi kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), kelompok transpuan di Yogyakarta kini sudah mendapatkan Vaksinasi COVID-19 bahkan sampai dosis ketiga. Tak hanya hak kesehatan yang didapatkan, kini KTP pun sudah bisa diakses sejumlah transpuan.
Baca Juga
Advertisement
Pandemi COVID-19 membuat Vinolia Wakijo (65), Pendiri Yayasan Keluarga Besar Waria (Kebaya) Yogyakarta harus memutar otak untuk mencari cara agar para transpuan di Yogyakarta tetap bertahan hidup di tengah krisis kesehatan yang melanda Indonesia tiga tahun lalu. Sebagai kelompok minoritas dan sebagian besar tidak tercatat dalam dokumen kependudukan, transpuan memiliki risiko tinggi terhadap keterpaparan COVID-19, karena kesulitan mengakses vaksinasi dan layanan kesehatan.
Kelompok transpuan menghadapi berbagai tantangan. Baik tantangan dalam masalah kesehatan, ekonomi, maupun sosial, terlebih pada masa pandemi. Masalah ekonomi misalnya, banyak di antara transpuan berprofesi sebagai pekerja informal atau industri yang terdampak langsung oleh pembatasan sosial. Sebagai akibatnya, sebagian transpuan harus kehilangan pekerjaan hingga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan dan tempat tinggal.
"Pada saat pandemi transpuan sangat terdampak kehidupannya, karena mereka sering beraktivitas di jalanan seperti berprofesi sebagai pengamen yang berisiko tinggi terpapar virus. Ada juga yang bekerja di salon. Mereka juga sangat terdampak karena kehilangan pelanggannya akibat peraturan untuk jaga jarak," kata Vinolia saat ditemui Rabu(19/07/2023).
Vaksinasi COVID-19 untuk Kelompok Transpuan
Sebagai pengasuh para transpuan di Yogyakarta, Vinolia dan kawan-kawannya di Yayasan Kebaya memastikan Vaksinasi COVID-19 untuk transpuan dapat diakses oleh teman-temannya. Yayasan Kebaya kemudian bekerja sama dengan sejumlah organisasi dan pemerintah setempat untuk mendapat akses vaksinasi.
Yayasan Kebaya menjadi salah satu komunitas yang bekerja sama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY dalam program vaksinasi inklusif yang diinisiasi oleh Pemerintah Australia, yaitu Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama Save the Children. Vinolia bersama rekan-rekan lainnya di Yayasan Kebaya turut mendukung penyelenggaraan Vaksinasi Covid-19 Inklusif di DIY, pada Kamis(16/3/2023). Lebih dari 120 orang dari kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas dan transpuan turut serta dalam program vaksinasi tersebut.
Vinolia, menyambut program tersebut dengan antusias. “Sudah kami siapkan untuk melakukan vaksinasi ini, karena kami memang orang-orang yang berisiko tinggi yang sering berinteraksi dengan orang lain" ujarnya.
Vinolia menjelaskan, proses untuk mendapat vaksin tidak begitu sulit saat itu. Pemerintah melalui dinas terkait cukup terbuka memberi akses vaksinasi untuk transpuan. "Kita nggak pernah dipersulit mulai dari dinas sosial, dinas kesehatan, dinas kependudukan, semuanya mendukung, dan itu bagus sekali," tambahnya.
Advertisement
Kendala Administrasi Kependudukan bagi Transpuan
Kendala administratif sempat dihadapi kelompok transpuan pada saat melakukan pendaftaran Vaksinasi COVID-19. Sebagian besar dari kelompok ini belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). KTP merupakan bagian dari administrasi kependudukan (adminduk) yang menjadi salah satu syarat wajib untuk mendapat vaksin dan layanan kesehatan lainnya.
"Sebetulnya kesulitannya lebih kepada mencari keluarga. Sementara banyak teman waria yang sudah putus hubungan dengan keluarga. Makanya solusinya perlu ada yang bertanggung jawab ketika mereka mau membuat KTP," kata Vinolia.
Tak sedikit transpuan yang tidak tercatat dalam adminduk karena sudah berpisah dari keluarganya. Akhirnya, mereka harus hidup tanpa identitas dan mengalami kesulitan dalam mengakses hak-hak dasar sebagai warna negara, termasuk layanan kesehatan. Ketika akan mengurus adminduk baru pun, prosesnya lama dan berbelit-belit.
Vinolia menyebutkan, perjuangan transpuan mendapat KTP berjalan sangat panjang. Yayasan Kebaya sendiri mulai memperjuangkan KTP untuk transpuan sejak 2011. Pada 2019, Yayasan Kebaya juga kembali melakukan advokasi agar transpuan di Yogyakarta bisa mudah mendapat KTP. Namun, menurut Vinolia proses ini tidaklah mudah. Pencatatan adminduk mulai ada kejelasan saat adanya program Vaksinasi COVID-19 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DIY pada 2021.
Akhirnya, pada tahun 2021, ada 17 transpuan yang sudah memiliki KTP. Meski kini masih ada sejumlah transpuan di Yogyakarta yang belum memiliki KTP, progres yang sudah ada menjadi sebuah kemajuan. Kini, hampir seluruh transpuan di Yogyakarta sudah mendapatkan vaksin hingga dosis 3.
Kerentanan Berlapis Bagi Kelompok Transpuan
Transpuan termasuk kelompok yang memiliki kerentanan berlapis. Kerentanan ini yang akhirnya membuat pentingnya penyediaan layanan yang inklusif. "Kerentanan transpuan bukan cuma dobel, tetapi bisa tripel. Misalnya transpuan yang juga mengalami sebagai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), lalu sudah lansia, atau ada juga yang disabilitas," ujar Vinolia.
Kini, Yayasan Kebaya tak hanya menampung transpuan di Yogyakarta. LSM ini juga merawat ODHA, pekerja seks, hingga anak jalanan.
Vinolia mengungkapkan, selama pandemi ia melakukan pendekatan personal pada kelompok berisiko tinggi. Tak dapat dipungkiri, menurutnya, tanpa edukasi yang jelas, kelompok rentan akan kesulitan memahami pentingnya vaksinasi.
"Kami mulai dengan memberi pemahaman, mereka itu kan orang yang mobilitasnya tinggi dan kalau bicara masalah kesehatan, kita ini kan paling berisiko. Kalau nggak mau tes atau vaksin, lalu bagaimana untuk bertahan hidup?" kata Vinolia.
Pendekatan personal yang dilakukan Vinolia dan kawan-kawannya di Yayasan Kebaya juga mencakup tentang pentingnya mendapat vaksinasi dan menjaga kesehatan selama pandemi. Menurutnya, upaya ini bisa lebih mendekatkan transpuan terhadap akses vaksinasi.
"Itu lebih ke bagaimana kita bisa memberikan pemahaman sih, dari teman-teman waria," ujar Vinolia.
Beruntung menurut Vinolia, transpuan di Yogyakarta termasuk kelompok yang cukup punya kesadaran akan risiko yang dihadapi selama pandemi. Tak jarang banyak transpuan yang menanyakan seputar vaksinasi hingga tes swab ketika mulai merasakan gejala Covid-19.
"Senangnya teman-teman itu sering bertanya. Selain itu juga mereka kadang sensitif atau peka dengan kondisi saat pandemi. Kadang saya juga kalau menjelaskan nggak sekali dua kali. Tapi beruntungnya, teman-teman ini betul-betul mau mendengarkan," tambah Vinolia.
Selain berjuang untuk hak kesehatan, Vinolia juga berupaya untuk membantu kebutuhan dasar lain seperti makan dan tempat tinggal. Mengingat selama pandemi banyak transpuan yang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal.
Advertisement
Program Vaksinasi yang Aksesibel yang Didukung Berbagai Pihak
Menurut data Yayasan Kebaya, tercatat sekitar 180 transpuan yang ada di Yogyakarta. Per 2023, sebagian besar transpuan telah mendapat vaksinasi hingga dosis 3. Capaian vaksinasi ini terjangkau berkat sinergi dari berbagai pihak termasuk Yayasan Kebaya, LSM terkait, dan pemerintah. Kelompok transpuan yang memiliki kesadaran akan pentingnya vaksinasi, membuat proses vaksinasi menjadi lebih mudah.
"Ketika dengan teman-teman waria, hampir sebagian besar mereka sudah terinformasi ini. Sehingga lebih mudah saja untuk menyampaikan dan mengajaknya. Teman-teman ODHA pun hampir rata-rata sudah paham juga terhadap pentingnya vaksinasi" kata Heri Agus Stianto, Program Manajer Vaksinasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY Jumat(21/7/2023).
Menurut Heri, transpuan di Yogyakarta termasuk kelompok yang sudah memiliki kesadaran akan pentingnya vaksinasi. Terkait kendala administrasi kependudukan, Heri menyebutkan hal ini memang menjadi kendala bagi kelompok marginal. Dari masalah ini, PKBI kemudian mencari solusi dengan menghadirkan petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk mendata siapa saja yang perlu dibuatkan KTP.
"Jadi, di salah satu kegiatan, kami menghadirkan dari Dukcapil juga, sehingga datang untuk memproses. Yang lainnya lagi, kami pernah melakukan vaksinasi, siapapun bisa kami berikan layanan ini. Sehingga ada identitas atau tidak, layanan vaksinasi bisa mereka dapatkan," tambah Heri.
Keberhasilan program vaksinasi untuk kelompok transpuan di Yogyakarta tidak terlepas dari kolaborasi pentahelix yang melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan upaya pencapaian vaksinasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh dr. Yulianto Santoso Kurniawan, Koordinator Nasional Program Respons COVID-19 Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), pada acara “Apresiasi dan Pembelajaran Program Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat dan Dukungan Vaksinasi COVID-19 AIHSP”, Senin(26/7/2023).
“Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan atau AIHSP menginisiasi kolaborasi dalam bentuk pentahelix yang melibatkan pemerintah, universitas, jurnalis, private sector, hingga organisasi masyarakat yang mampu menyebarkan metode komunikasi risiko yang lebih baik,” ujarnya, ketika menyampaikan paparan dalam acara tersebut.
Yayasan Kebaya, sebagai komunitas transpuan merupakan salah satu contoh agent of change yang dapat memberikan informasi mengenai risiko kesehatan kepada kelompoknya dengan efektif dan hal ini perlu didukung oleh berbagai pihak. Vinolia berharap, transpuan terus dilibatkan dalam menentukan kebijakan. Ini karena penting mencari cara untuk memastikan bahwa suara kelompok rentan seperti transpuan didengar dan diperhitungkan.
"Harapannya agar pemerintah memandang kami ya benar-benar bagian dari masyarakat, warga negara. Diberi kesempatan dan dilibatkan" ujar Vinolia.