Liputan6.com, Jakarta Masuknya negara Indonesia menjadi anggota PBB adalah untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. PBB adalah kependekan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didirikan pada 24 Oktober 1945.
PBB adalah organisasi internasional yang berperan aktif dalam menjaga keharmonisan antar hubungan negara. Organisasi internasional ini didirikan di San Fransisco dan disahkan melalui Piagam PBB.
Mengetahui tujuan masuknya negara Indonesia menjadi PBB adalah untuk lebih memahami sejarah tentang Indonesia yang bergabung dengan PBB pada 28 September 1950. Kini, Indonesia menjadi anggota ke 60 yang tergabung secara resmi di PBB.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas mengenai tujuan masuknya negara Indonesia menjadi PBB adalah untuk apa yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (30/7/2023).
Masuknya Negara Indonesia Menjadi Anggota PBB Adalah Untuk
Tujuan utama masuknya negara Indonesia menjadi anggota PBB adalah untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. Selain itu, terdapat beberapa tujuan masuknya negara Indonesia menjadi anggota PBB adalah untuk:
- Menunjukkan keberadaannya di dunia internasional serta diakui sebagai negara yang merdeka.
- Dapat turut serta memecahkan permasalahan-permasalahan dunia.
- Memberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam penyelesaian konflik internasional.
- mempromosikan perdamaian dan keamanan dunia.
- Melakukan kerjasama di segala bidang dan mengkampanyekan isu HAM.
- Memberikan bantuan kemanusiaan di berbagai Negara berdasar prinsip politik luar negeri Indonesia, yakni bebas aktif.
- Bisa memenuhi kebutuhan nasional, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan lain-lain.
- Meningkatkan pembangunan, memperkuat demokrasi, dan mengakhiri kemiskinan ekstrem
Advertisement
Peran Indonesia dalam PBB
Dikutip dari laman kemlu.go.id, salah satu peran Indonesia dalam PBB adalah sebagai berikut ini:
1. Melanjutkan kontribusi Pemerintah RI dalam upayanya mewujudkan perdamaian dunia, antara lain melalui memperkuat ekosistem/geopolitik perdamaian dan stabilitas global dengan mengedepankan dialog dan penyelesaian konflik secara damai.
- Promosi penyelesaian sengketa yang damai melalui kemitraan dan regionalism.
- Peningkatan Peacekeeping dan Peacebuilding:
- Peningkatan kualitas dan keefektifan misi pemeliharaan perdamaian.
- Memajukan kemitraan “partnership" dalam sustaining peace.
- Meningkatkan peranan perempuan dalam proses perdamaian.
2. Membangun sinergi antara organisasi-organisasi regional untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan. Dalam hal ini ditekankan perlunya penguatan organisasi regional, mengingat tantangan saat ini yang sangat dinamis, maka peran organisasi regional penting dan dibutuhkan untuk menangani masalah.
3. Meningkatkan kerjasama antara negara-negara dan DK-PBB untuk memerangi terrorisme, ekstremismene dan radikalisme.
- Menciptakan pendekatan komprehensif
- Mengatasi sumber akar dari terorisme, radikalisme dan violent extremism.
4. Pemerintah RI juga akan mencoba untuk mensinergikan upaya penciptaan perdamaian dengan upaya pembangunan yang berkelanjutan.
- Memastikan perdamaian, keamanan dan stabilitas untuk memastikan pemenuhan Agenda 2030, termasuk di Afrika.
- Membentuk Kemitraan Global dalam membahas implikasi keamanan pada ekonomi, kesehatan dan lingkungan hidup.
- Meningkatkan peranan perempuan dalam proses perdamaian.
Perlu diketahui, selama periode keanggotaan Indonesia di DK PBB pada tahun 2019-2020, Indonesia diproyeksikan akan menjadi Presiden DK PBB dua kali, yaitu bulan Mei 2019 dan bulan Agustus atau bulan September 2020.
Indonesia juga memegang penholdership (tanggung jawab untuk penyusunan dokumen sidang DK PBB, seperti rancangan resolusi, press statement, dsb) untuk sejumlah isu, yaitu mengenai Afghanistan dengan Jerman, dan mengenai Palestina dengan AS dan Kuwait. Lebih lanjut, Indonesia juga akan menjadi Ketua pada sejumlah Badan Subsider atau Komite di bawah DK PBB, terkait penanggulangan terorisme dan non-proliferasi.
Indonesia Pernah Keluar dari PBB
Pada tanggal 31 Desember 1964, Presiden Soekarno menyatakan ketidakpuasannya terhadap keberadaan PBB dan sekaligus memberikan ancaman untuk keluar dari PBB. Indonesia memprotes masuknya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Saat itu, Indonesia sedang bermusuhan dengan negara Malaysia.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keputusan PBB ini membuat Indonesia menyatakan diri keluar dari PBB yang disampaikan melalui Surat Menteri Luar Negeri, Dr. Subardrio. Di dalam surat tersebut ditegaskan bahwa Indonesia keluar dari PBB secara resmi pada tanggal 1 Januari 1965.
Tindakan tersebut membawa konsekuensi yang tidak ringan bagi Indonesia. Akibat tindakan keluar dari PBB, antara lain adalah Indonesia semakin jauh dari percaturan politik internasional dan bantuan-bantuan PBB melalui badan-badan PBB yang sangat diperlukan Indonesia pada saat itu dibekukan.
Advertisement
Indonesia Masuk Lagi Menjadi Anggota PBB
Setelah Indonesia memutuskan untuk keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia menjadi terasingkan dari pergaulan negara-negara dunia. Keluarnya Indonesia dari keanggotan PBB membuat ruang gerak Indonesi menjadi sempit. Hal ini membuat Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan nasionalnya yang tidak dapat dipenuhi sendiri, melainkan membutuhkan bantuan dari negara asing atau negara lain dalam pemenuhannya. Oleh karena itu, setelah pergantian kepemimpinan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, Indonesia merubah pula sikap terhadap PBB. Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia menyatakan keinginannya untuk kembali menjadi anggota PBB.
Setelah meninggalkan PBB sejak 1 Januari 1965, Indonesia kembali aktif di PBB pada tanggal 28 September 1966. Keaktifan Indonesia dalam PBB secara nyata tampak dengan terpilihnya Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik menjadi Ketua Mejelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Indonesia kembali menjadi anggota PBB untuk melanjutkan kerjasama penuh dengan PBB. Indonesia juga kembali melanjutkan partisipasinya dalam sesi ke-21 sidang Majelis Umum PBB. Perubahan sikap politik luar negeri Indonesia pada masa itu dipusatkan pada perbaikan citra Indonesia dimata dunia dan pembangunan ekonomi Indonesia yang terpuruk pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.