Liputan6.com, Jakarta Orang Islam dengan orang kafir harus hidup harmonis. Artinya, orang islam dengan orang kafir harus dapat hidup berdampingan di masyarakat dalam semangat toleransi. Meski demikian, orang Islam juga harus bersikap tegas, terutama dalam hal akidah atau keimanan.
Baca Juga
Advertisement
Orang Islam dengan orang kafir harus melindungi satu sama lain. Orang-orang kafir harus dilindungi oleh umat Muslim selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin. Orang Islam juga harus menghormati keyakinan dan agama orang lain. Hal ini mencakup menghargai hak-hak agama, menghindari pernyataan yang menyakiti atau merendahkan keyakinan orang lain, dan berusaha memahami perbedaan tanpa merasa lebih tinggi atau merendahkan orang lain.
Menunjukkan sikap tegas dan keras bukan berarti melakukan penindasan terhadap mereka. Dengan mengamalkan sikap harmonis ini, diharapkan masyarakat dapat hidup berdampingan dengan saling menghormati dan bekerja sama, meskipun memiliki perbedaan keyakinan dan agama.
Lalu bagaimana sebaiknya sikap Muslim terhadap orang kafir? Simak penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (2/8/2023).
Bagaimana Islam memandang orang kafir?
Orang Islam dengan orang kafir harus dapat hidup harmonis. Kata "kafir" berasal dari huruf kaf, fa', dan ra', dengan arti dasar "tertutup" atau "terhalang". Secara istilah, kafir merujuk pada seseorang yang terhalang dari petunjuk Allah. Maksudnya adalah orang kafir tidak mengikuti petunjuk Allah SWT karena petunjuk tersebut tidak sampai kepada mereka.
Secara umum, kafir merupakan lawan dari iman. Dalam Al-Quran, terutama dalam surah An-Nur, Allah SWT mengumpamakan kekafiran sebagai kegelapan, sementara keimanan diibaratkan sebagai cahaya terang, dan petunjuk (huda) sebagai sinar penerang.
Dalam perspektif memahami bagaimana manusia menghadapi petunjuk Allah SWT, terdapat dua kategori utama: bertaqwa dan kafir, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 2 hingga 6.
Di dalam kelompok kafir sendiri, ada beberapa variasi, misalnya berdasarkan sikap terhadap kitab-kitab yang telah diturunkan. Ada kelompok "Ahli Kitab" dan "Musyrikin," seperti yang diungkapkan dalam surah Al-Bayyinah. Selain itu, ada juga kategori "fasik," yaitu mereka yang menyadari mana yang benar dan mana yang salah, tetapi tetap melakukan perbuatan yang merusak, sebagaimana dinyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 26 dan 27.
Ada empat macam kafir, yaitu: pertama, kafir inkar, yang mengingkari tauhid dengan hati dan lisan; kedua, kafir penolakan (juhud), yang mengingkari dengan lisan tetapi mengakui dalam hati; ketiga, kafir mu'anid, yang menyadari kebenaran Islam dalam hati namun menolak untuk beriman; keempat, kafir nifaq, yang menyatakan beriman dengan lisan tetapi hatinya mengingkari.
Dari serangkaian penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran yang disampaikan oleh Allah SWT melalui RasulNya.
Advertisement
Macam-Macam Orang Kafir dan Hak Mereka
Orang Islam dengan orang kafir harus dapat hidup rukun. Namun hal ini kembali pada bagaimana sikap orang kafir sendiri terhadap muslimin.
Para ulama membagi orang kafir menjadi tiga kategori:
1. Orang kafir harbi (al-muhâribîn)
Mereka yang boleh diperangi karena menunjukkan permusuhan dan menyerang kaum Muslimin. Mereka adalah musyrik dan Ahli Kitab yang memerangi atau menentang Islam.
Perlu diingat bahwa tidak semua kafir harbi diperangi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh orang-orang yang tidak ikut berperang, seperti anak-anak, wanita, orang tua, penyandang disabilitas, banci, pendeta, dan orang buta.
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah menjelaskan bahwa tujuh golongan ini hanya boleh dibunuh dalam tiga kondisi: pertama, jika mereka memiliki peran pemikiran dan strategi dalam perang, kedua, jika mereka turut berperang, dan ketiga, jika mereka memberikan dorongan semangat kepada musuh untuk berperang.
2. Orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin (ahlu al-‘ahd)
Terbagi menjadi dua, yaitu yang minta suaka atau perlindungan keamanan (al-musta`min) dan yang memiliki perjanjian damai (al-mu’âhad). Mereka memiliki hak perlindungan dan hak-hak tertentu berdasarkan perjanjian dengan kaum Muslimin. Oleh karena itu, dilarang membunuh dan mengganggu orang kafir yang masuk negara Islam dengan perlindungan dan perjanjian, seperti wisatawan asing, utusan dan duta besar yang ditempatkan di negara Islam.
Syaikh Shâlih bin Fauzân Ali Fauzân hafizhahullâh, seorang anggota Dewan Ulama Besar Saudi Arabia, menyatakan bahwa jika kita mengundang mereka untuk datang atau memberikan perlindungan (al-amân), maka kita harus bersikap adil terhadap mereka sampai mereka meninggalkan negara kita dan menyelesaikan perjanjian mereka di negara mereka sendiri. Karena mereka masuk dengan perlindungan yang kita berikan, maka kita wajib memperlakukan mereka dengan adil, tidak menzalimi mereka, dan memberikan hak-hak mereka.
3. Orang kafir ahlu dzimmah (adz-dzimmi)
Golongan ini membayar upeti (jizyah) sebagai bentuk komitmen dengan hukum-hukum agama Islam. Mereka hidup di negara Islam dan memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagai dzimmah.
Pemerintah Islam harus memastikan melaksanakan hak-hak dan kewajiban terhadap golongan ketiga ini sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Dalam kasus ahli dzimmah, pemerintah harus memastikan mereka membayar upeti, menjaga keamanan dan melindungi mereka, serta menerapkan hukum Islam pada jiwa, harta, dan kehormatan mereka.
Tindakan penyerangan atau penganiayaan terhadap golongan ini harus dihindari, dan pemerintah harus memastikan bahwa mereka berpegang pada perjanjian yang telah ditetapkan.
Sikap Muslim yang Tepat Terhadap Orang Kafir
Orang Islam dengan orang kafir harus dapat hidup rukun. Untuk menciptakan suasana hidup rukun, Muslim harus memiliki sikap yang tepat terhadap orang kafir. Sebagai muslim, ketika harus berhubungan dengan orang kafir, hendaknya kita harus menerapkan sikap-sikap berikut:
1. Berdakwah
Sebagai seorang Muslim, diharapkan untuk berusaha menghilangkan "penutup" atau hal-hal yang menyebabkan orang lain menjadi kafir, dengan cara mendakwahi mereka dengan bijaksana dan memberikan pelajaran yang baik. Dalam hal ini, menggunakan cara yang lembut dan penuh kebijaksanaan dalam berdakwah merupakan tuntunan Quran.
Allah SWT berfirman,
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)
2. Tetap Berbuat Baik kepada Keluarga yang Belum Muslim
Muslim diajarkan untuk selalu berbuat baik terhadap orang lain, terutama anggota keluarga yang mungkin belum memeluk agama Islam. Jika orang tua atau kerabat dekat masih beragama kafir, maka seorang Muslim tetap harus berlaku baik dan menghormati mereka.
Allah SWT berfirman,
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya: " Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. Luqman: 15)
3. Tidak Memaksa Mereka untuk Memeluk Islam
Dalam Islam, tidak ada pemaksaan untuk memasuki agama Islam. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih keyakinan agama mereka. Oleh karena itu, Muslim dilarang memaksa orang lain untuk menjadi Muslim, karena keimanan sejati hanya akan datang dari hati yang tulus.
Allah SWT berfirman,
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256)
4. Berbuat Adil dan Tidak Zalim
Prinsip adil dan tidak mendzalimi orang lain sangat ditekankan dalam Islam. Muslim diwajibkan untuk bersikap adil terhadap siapa pun, termasuk orang-orang kafir, selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin atau mengusir mereka dari negeri mereka. Ini menunjukkan pentingnya sikap adil dalam berinteraksi dengan siapa pun, tanpa memandang latar belakang keagamaan mereka.
Selain itu Allah SWt juga berfirman,
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Artinya: "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Mumtahanah: 8)
5. Dilarang Menjadikan Mereka Wali
Dalam Islam, dilarang menjadikan orang-orang yang memerangi atau mengusir Muslimin sebagai teman, pemimpin, atau penolong. Jika ada orang kafir yang berperang melawan kaum Muslimin, Muslim dilarang menjalin hubungan yang akrab dengan mereka atau memberikan dukungan. Prinsip ini bertujuan untuk melindungi komunitas Muslim dari ancaman dan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh musuh.
Allah SWT berfirman,
اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ
Artinya: "Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sung-guh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu," (QS. Al-Hajj:39)
6. Menyambut Tawaran Damai
Islam mendorong perdamaian dan berusaha menyelesaikan konflik dengan cara damai. Jika musuh menawarkan perdamaian dan menyerah, Muslim diinstruksikan untuk menerima tawaran tersebut dan menjalin perdamaian dengan mereka. Meskipun ada perang, tetapi Islam mengutamakan perdamaian sebagai cara untuk mengakhiri konflik dan mencapai kesejahteraan bersama.
Allah SWT berfirman,
اِلَّا الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ اِلٰى قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌ اَوْ جَاۤءُوْكُمْ حَصِرَتْ صُدُوْرُهُمْ اَنْ يُّقَاتِلُوْكُمْ اَوْ يُقَاتِلُوْا قَوْمَهُمْ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَاتَلُوْكُمْ ۚ فَاِنِ اعْتَزَلُوْكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ وَاَلْقَوْا اِلَيْكُمُ السَّلَمَ ۙ فَمَا جَعَلَ اللّٰهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيْلًا
Artinya: kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang yang datang kepadamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah), maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka." (QS> An-Nisa': 90)
Kesimpulannya, sebagai seorang Muslim, kita diarahkan untuk berdakwah dengan bijaksana, berbuat baik kepada siapa pun, tidak memaksakan agama Islam kepada orang lain, bersikap adil, tidak mendzalimi, dan memprioritaskan perdamaian dalam berinteraksi dengan orang kafir, kecuali dalam situasi perang sebagai bentuk pertahanan diri. Semua prinsip ini mencerminkan nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan perdamaian yang diajarkan dalam agama Islam.
Advertisement