Liputan6.com, Jakarta Dalam sistem hukum Islam, apa itu ijma dan qiyas memiliki peran yang signifikan dalam menetapkan hukum-hukum yang belum terdapat dalam Al-Quran dan Hadis. Kedua sumber hukum ini menjadi pelengkap yang dihasilkan oleh para ulama sepanjang sejarah Islam.
Ijma, sebagai kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, menjadi salah satu pilar utama dalam menetapkan hukum-hukum yang belum ada nashnya dalam Al-Quran dan Hadis. Sementara itu, qiyas, sebagai proses menyamakan hukum berdasarkan kesamaan illat atau kemaslahatan, telah memberikan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan zaman dan tantangan baru.
Apa itu ijma dan qiyas menjadi hal yang harus dikuasai oleh seorang muslim. Berikut ulasan tentang apa itu ijma dan qiyas yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (3/8/2023).
Advertisement
Apa Itu Ijma?
Ijma adalah salah satu prinsip dalam hukum Islam yang berarti kesepakatan atau persetujuan para mujtahid (ulama yang memiliki keahlian dalam memahami hukum Islam) dari umat Nabi Muhammad SAW mengenai suatu hukum syar'i pada masa tertentu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara bahasa ijma memiliki dua arti yakni dilihat dari kata 'azam dan ittifaq. 'Azam berarti niat dari seseorang untuk melakukan sesuatu dan memutuskannya. Sedangkan ittifaq artinya kesepakatan beberapa orang untuk melakukan sesuatu.
Dalam pandangan ulama, ijma menjadi landasan hukum untuk mengambil keputusan dalam hal-hal yang tidak ditemukan dalil atau petunjuk langsung dalam Al-Qur'an dan Hadis. Ketika para mujtahid dari umat Islam sepakat mengenai suatu hukum, maka hukum tersebut dianggap sah dan mengikat bagi seluruh umat Muslim.
Hal ini mengacu pada firman Allah SWT pada Surat An-Nisa ayat 59
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).
Penting untuk mencatat bahwa meskipun ijma diakui sebagai sumber hukum Islam oleh mayoritas ulama, ada sejumlah kontroversi dan perbedaan pendapat di antara ulama tentang berbagai masalah terkait ijma itu sendiri, termasuk dalam menentukan apakah suatu kesepakatan benar-benar mencapai tingkat ijma atau hanya sebatas kesepakatan mayoritas. Karena itu, penggunaan ijma sebagai sumber hukum masih menjadi perdebatan di kalangan ulama Islam.
Advertisement
Macam-Macam Ijma
Ijma dibagi menjadi dus macam berdasarkan proses penetapannya sebagai berikut.
1. Ijma Sharih
Ijma jenis ini adalah kesepakatan para mujtahid mengenai suatu hukum dengan mengemukakan pendapatnya secara jelas melalui fatwa atau keputusan hukum. Setiap mujtahid memberikan pernyataan dan pendapatnya secara terang-terangan.
Ijma sharih dianggap sebagai ijma yang hakiki dan menjadi hujjah syar'iyyah (argumen hukum dalam Islam). Hasil kesepakatan hukum dari ijma jenis ini telah dipastikan, sehingga tidak perlu mencari hukum lain atau berijtihad kembali mengenai permasalahan yang sama.
2. Ijma Sukut
Ijma jenis ini terjadi ketika sebagian mujtahid menyatakan pendapatnya secara jelas mengenai suatu persoalan melalui fatwa atau keputusan hukum, sementara sebagian ulama lainnya hanya diam dan tidak mengungkapkan pendapatnya.
Karena sebagian ulama tidak berpendapat, maka tidak ada kepastian mengenai persetujuan mereka. Ijma sukuti ini masih diperdebatkan mengenai kehujjahannya. Hasil kesepakatan yang ditetapkan dalam ijma sukuti biasanya berasal dari pendapat yang terkuat, namun tetap memungkinkan untuk melakukan ijtihad kembali.
Apa itu QIyas?
Qiyas adalah salah satu dari empat sumber hukum Islam yang disepakati oleh para ulama. Sumber hukum ini menempati posisi keempat setelah Al-Quran, Hadis, dan Ijma. Secara bahasa, qiyas berasal dari akar kata yang berarti pengukuran.
Secara istilah, qiyas adalah proses menyamakan sesuatu yang tidak memiliki nash (teks) hukum dengan sesuatu yang memiliki nash hukum berdasarkan kesamaan illat (asas atau dasar hukum) atau kemaslahatan yang diperhatikan dalam syariat.
Dengan qiyas, sebuah hukum dapat diterapkan pada kasus baru yang belum ada ketentuan hukumnya dalam Al-Quran atau Hadis, berdasarkan kesamaan asas atau tujuan hukumnya dengan kasus yang sudah ada ketentuan hukumnya. Penerapan qiyas juga berdasarkan pada surat An-Nisa ayat 59.
Namun, perlu dicatat bahwa qiyas harus dilakukan dengan hati-hati dan didasarkan pada kesamaan asas atau kemaslahatan yang jelas dalam syariat Islam. Qiyas tidak dapat dilakukan secara sembarangan, karena kesalahan dalam menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda dapat menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Imam Syafi'i menganggap qiyas lebih lemah daripada ijma, sehingga qiyas berada pada posisi terakhir dalam hierarki sumber hukum Islam. Qiyas dan ijtihad dipandang sebagai dua hal yang memiliki makna yang sama dalam kerangka sumber hukum Islam.
Advertisement
Macam-macam Qiyas
Qiyas merupakan suatu usaha manusia sebagai hamba Allah dalam berusaha menjalani kehidupan sesuai dengan syariatNya. Berikut macam-macam qiyas berdasarkan caranya ditetapkan.
1. Qiyas Awla
Qiyas ini lebih memperhatikan illat (asas atau dasar hukum) yang terdapat pada cabang (far'u) lebih utama daripada illat yang ada pada ashal (pokok atau tempat qiyas). Misalnya, melakukan qiyas terhadap hukum haram memukul kedua orang tua dengan hukum mengatakan "ah" yang terdapat dalam Surah Al-Isra' ayat 23.
2. Qiyas Musawi
Qiyas ini melihat kesamaan illat antara yang ada pada cabang dengan illat yang ada pada ashal, sama bobotnya. Contohnya, illat hukum membakar harta anak yatim, yang dalam hal ini sebagai illat cabang yang sama bobotnya dengan illat yang haramnya tindakan memakan harta anak yatim yang diharamkan dalam Surah An-Nisa' ayat 10.
3. Qiyas Al-Adna
Qiyas ini melihat dimana illat yang terdapat pada cabang lebih rendah bobotnya dibandingkan dengan illat yang terdapat dalam ashal. Misalnya, sifat memabukkan yang terdapat dalam minuman keras bir lebih rendah dari sifat memabukkan yang ada pada minuman keras khamar yang diharamkan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 90.