Sukses

Hukum Perikatan, Pengertian, Dasar Hukum, dan Asasnya

Hukum perikatan memiliki peran vital dalam banyak aspek kehidupan, termasuk dalam bisnis, perdagangan, sewa-menyewa, pinjaman, dan perjanjian kerja.

Liputan6.com, Jakarta - Hukum perikatan adalah cabang hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling terikat oleh adanya hak dan kewajiban terkait suatu prestasi. Perikatan dapat timbul dari persetujuan atau perjanjian antara para pihak atau berdasarkan ketentuan undang-undang.

Dalam hukum perikatan, terdapat dua peran utama, yaitu kreditur yang memiliki hak atas prestasi, dan debitur yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi tersebut.

Aspek penting dalam hukum perikatan adalah asas kebebasan berkontrak, yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat perjanjian sesuai dengan keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan prinsip keadilan. Selain itu, terdapat pula asas pacta sunt servanda, yang menyatakan bahwa perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang dan para pihak harus melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Hukum perikatan memiliki peran vital dalam banyak aspek kehidupan, termasuk dalam bisnis, perdagangan, sewa-menyewa, pinjaman, dan perjanjian kerja. Pemahaman yang baik tentang hukum perikatan penting bagi individu dan perusahaan untuk memastikan adanya keadilan, kesepakatan yang jelas, dan kepatuhan terhadap kewajiban yang telah disepakati.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum perikatan, dasar hukum perikatan, dan asas hukum perikatan, Senin (7/8/2023).

2 dari 4 halaman

Mengikat Dua Pihak atau Lebih

Hukum perikatan adalah bagian penting dari sistem hukum yang mengatur hubungan antara dua pihak yang saling terikat dengan adanya hak dan kewajiban terkait suatu prestasi. Universitas Medan Area (UMA) menjelaskan istilah perikatan merupakan adaptasi dari "ver bintenis" dalam bahasa Belanda, tetapi dalam literatur hukum di Indonesia lebih umum menggunakan istilah perikatan. Perikatan ini mencakup berbagai perbuatan, seperti jual beli barang, yang mengikat satu pihak terhadap pihak lain.

Menurut Universitas Gajah Mada (UGM), hukum perikatan adalah hubungan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan antara dua pihak. Dalam perikatan ini, terdapat dua peran utama, yaitu kreditur dan debitur. Kreditur adalah pihak yang berhak atas prestasi, sementara debitur adalah pihak yang wajib melaksanakan prestasi tersebut. Prestasi itu sendiri bisa berupa berbuat sesuatu, memberikan sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.

UMA memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bentuk prestasi dalam hukum perikatan. Prestasi tersebut dapat berupa perbuatan positif yang harus dilakukan dengan sifat yang halal dan tidak melanggar undang-undang sesuai dengan perjanjian. Di sisi lain, perikatan juga dapat mengharuskan pihak untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

Dalam hukum perikatan, kontrak atau perjanjian memainkan peran kunci. Kontrak adalah pernyataan kesepakatan antara dua pihak yang memuat hak dan kewajiban yang mendasari hubungan perikatan mereka. Kontrak harus dibuat secara sah dan mengikat para pihak yang terlibat. Ketentuan dalam kontrak harus dipatuhi oleh kedua pihak, dan pelanggaran atas perjanjian dapat menyebabkan sanksi hukum.

Penegakan hukum perikatan menjadi esensial untuk menjaga keadilan dan kestabilan dalam interaksi antarindividu dan organisasi. Ketika suatu pihak gagal memenuhi kewajiban yang telah disepakati, pihak lain memiliki hak untuk menuntut ganti rugi atau pemenuhan prestasi yang telah dijanjikan.

Pentingnya hukum perikatan terlihat dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari, seperti dalam transaksi bisnis, pinjaman, sewa-menyewa, dan perjanjian kerja. Hukum perikatan adalah hukum yang bisa memberikan kerangka hukum yang jelas untuk memastikan adanya keadilan dan saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

 

3 dari 4 halaman

Tiga Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan dalam KUH Perdata merupakan salah satu aspek penting dalam sistem hukum yang mengatur hubungan antara individu atau entitas hukum.

Universitas Bina Darma di Palembang menjelaskan bahwa dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdiri dari tiga sumber utama, yaitu perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian), perikatan yang timbul dari undang-undang, serta perikatan yang terjadi bukan karena perjanjian tetapi disebabkan oleh perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).

1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)

Perikatan yang berasal dari persetujuan atau perjanjian adalah jenis perikatan yang timbul karena adanya kesepakatan antara dua pihak yang saling mengikat. Persetujuan ini dapat berupa pernyataan lisan, tertulis, atau diwujudkan dalam bentuk tindakan konkret.

Contohnya, ketika dua pihak sepakat untuk menjual dan membeli suatu barang dengan harga tertentu, maka terjadi perikatan yang mengikat keduanya untuk melaksanakan transaksi tersebut sesuai dengan ketentuan yang disepakati.

2. Perikatan yang timbul dari undang-undang

Sumber perikatan berikutnya adalah undang-undang itu sendiri. Terdapat dua bentuk perikatan yang timbul dari undang-undang, yaitu perikatan yang murni berasal dari undang-undang saja (uit de wet allen) dan perikatan yang timbul dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia (uit wet ten gevolge van's mensen toedoen).

Contoh perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak yang diatur dalam Pasal 104 KUH Perdata. Sedangkan contoh perikatan yang timbul akibat perbuatan manusia adalah hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan sebagaimana diatur dalam Pasal 625 KUH Perdata tentang hukum tetangga.

3. Perikatan terjadi bukan karena perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)

Selain perikatan yang timbul dari persetujuan dan undang-undang, ada juga perikatan yang terjadi tanpa adanya perjanjian, yaitu karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela. Perikatan yang terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) berarti pihak melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian pada pihak lain dan harus bertanggung jawab serta mengganti rugi atas kerugian tersebut.

Sementara itu, perwakilan sukarela (zaakwaarneming) terjadi ketika seseorang melakukan tindakan sukarela untuk kepentingan orang lain tanpa diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian sebelumnya.

4 dari 4 halaman

Dua Asas Hukum Perikatan

Hukum perikatan merupakan bagian penting dari sistem hukum yang mengatur hubungan antara individu atau entitas hukum berdasarkan kesepakatan dan perjanjian. Di dalamnya terdapat sejumlah asas yang mengatur prinsip-prinsip fundamental dalam proses pembuatan perjanjian dan pelaksanaannya.

Buku III KUH Perdata mengatur tentang asas-asas hukum perikatan yang menjadi pijakan bagi keberlakuan dan pelaksanaan perjanjian. Dua asas utama yang menjadi dasar hukum perikatan adalah sebagai berikut:

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini menegaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian memiliki kebebasan untuk membuat kesepakatan yang dianggap paling menguntungkan bagi masing-masing pihak.

Dalam asas ini terkandung prinsip otonomi kehendak di mana para pihak memiliki hak dan kewenangan untuk menentukan syarat-syarat perjanjian sesuai dengan keinginan mereka, selama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan prinsip-prinsip keadilan.

Adanya asas kebebasan berkontrak, para pihak dapat menegosiasikan hak dan kewajiban mereka secara bebas dan adil, sekaligus mendorong terjadinya ikatan hukum yang kuat. Namun, perlu diingat bahwa kebebasan ini tidak boleh digunakan untuk tujuan yang melanggar undang-undang, mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

2. Asas pacta sunt servanda

Asas pacta sunt servanda berarti bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang dan para pihak diwajibkan untuk menghormati perjanjian tersebut serta melaksanakannya secara sungguh-sungguh. Asas ini menegaskan pentingnya menjunjung tinggi integritas perjanjian dan menjalankan komitmen yang telah disepakati oleh para pihak.

Keberadaan asas pacta sunt servanda mewakili kepercayaan masyarakat pada kekuatan hukum perikatan sebagai sarana untuk memastikan keadilan dan stabilitas dalam hubungan antarindividu dan organisasi. Seperti menghormati perjanjian, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk aktivitas bisnis, perdagangan, dan kerja sama, serta mencegah potensi sengketa dan konflik yang dapat merugikan semua pihak yang terlibat.

Kesimpulannya, asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan pada pihak-pihak untuk membuat perjanjian sesuai keinginan mereka, sementara asas pacta sunt servanda menegaskan pentingnya menghormati dan melaksanakan perjanjian yang telah dibuat. Kedua asas ini saling melengkapi dan menciptakan kerangka hukum yang adil, menguntungkan, dan dapat diandalkan bagi semua pihak yang terlibat dalam hukum perikatan.