Liputan6.com, Jakarta Baju Adat Jawa Tengah mengacu pada pakaian tradisional yang dipakai oleh masyarakat di wilayah Jawa Tengah, Indonesia. Baju adat Jawa Tengah sering digunakan dalam acara-acara khusus seperti pernikahan, upacara adat, dan perayaan tradisional untuk mempertahankan warisan budaya dan menghormati tradisi leluhur.
Baca Juga
Advertisement
Mengingat wilayah Jawa Tengah cukup luas, baju adat Jawa Tengah pun memiliki banyak macam dan bentuknya, yang memiliki ciri khas masing-masing. Setiap jenis baju adat Jawa Tengah biasanya dikenakan dengan kelengkapan yang berbeda.
Setiap kelengkapan baju adat Jawa Tengah ini tidak hanya memiliki tujuan estetika, yakni untuk menambah keindahan dalam berbusana saja, melainkan juga memiliki makna filosofis yang mendalam.
Untuk memahami apa saja jenis baju adat Jawa Tengah, kelengkapan, dan makna filosofisnya, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com, Selasa, (8/8/2023).
Baju Adat Jawa Jawi Jangkep
Baju Adat Jawa Jawi Jangkep adalah salah satu pakaian adat yang memiliki akar budaya di Jawa Tengah, Indonesia. Pakaian ini secara khusus ditujukan untuk kaum pria. Asal usul pakaian ini dapat ditelusuri kembali ke Keraton Kasunanan Surakarta, sebuah istana kerajaan yang terletak di wilayah Jawa Tengah.
Baju Adat Jawa Jawi Jangkep dirancang untuk dipakai oleh kaum pria. Pakaian ini memancarkan keanggunan dan kejantanan dalam tradisi budaya Jawa. Penggunaan pakaian ini umumnya terkait dengan acara-acara penting atau upacara adat.
Baju Adat Jawa Jawi Jangkep memiliki dua varian utama, yakni Jawi Jangkep dan Jawi Jangkep Padinten. Jawi Jangkep adalah jenis pakaian formal yang dipilih untuk acara-acara resmi atau upacara istimewa. Biasanya pakaian ini memiliki atasan dengan warna hitam yang menciptakan kesan elegan dan layaknya pakaian resmi.
Sedangkan Jawi Jangkep Padinten adalah versi pakaian yang lebih santai dan cocok untuk kegiatan sehari-hari. Pakaian ini dirancang agar lebih nyaman dan sesuai untuk acara-acara non formal seperti pertemuan keluarga, acara santai, atau kegiatan sehari-hari. Meskipun lebih santai, tetap mempertahankan elemen keanggunan dan keunikan budaya.
Pakaian Adat Jawa Jawi Jangkep biasanya dikenakan dengan aksesoris pelengkap sebagai berikut:
- Blangkon: Blangkon adalah sebuah penutup kepala khas Jawa yang menjadi ciri khas dari budaya Jawa. Blangkon biasanya ditempatkan dengan cermat untuk memberikan tampilan yang sesuai dengan pakaian adat yang dipakai. Blangkon ini memiliki berbagai bentuk dan warna yang dapat menggambarkan status sosial atau acara yang dihadiri.
- Keris: Keris adalah senjata tradisional Jawa yang sering dijadikan sebagai aksesoris pada pakaian adat. Keris memiliki makna dan nilai simbolis yang mendalam dalam budaya Jawa. Selain sebagai hiasan, keris juga memiliki nilai historis dan mistik yang mendalam dalam tradisi Jawa.
- Stegen: Stegen adalah sejenis kalung atau aksesori yang dikenakan di bagian leher. Stegen biasanya memiliki desain yang rumit dan indah, terbuat dari bahan yang berkualitas tinggi. Aksesori ini memberikan sentuhan elegan pada pakaian adat dan menunjukkan rasa keanggunan.
- Ikat Pinggang: Ikat pinggang merupakan aksesori yang memegang peran penting dalam mempertahankan bentuk pakaian adat. Selain itu, ikat pinggang juga bisa memiliki motif dan warna yang mencerminkan keunikan budaya Jawa.
- Slop atau Alas Kaki: Slop atau alas kaki merupakan bagian yang penting dalam penampilan secara keseluruhan. Slop yang dipilih harus cocok dengan pakaian adat dan menjaga keseimbangan antara tradisionalitas dan kenyamanan.
- Aksesoris Lainnya: Pakaian adat Jawi Jangkep juga dapat diperkaya dengan aksesoris lainnya, seperti kalung, gelang, atau cincin. Aksesoris-aksesoris ini dipilih dengan cermat untuk menambahkan sentuhan keindahan dan kesempurnaan pada penampilan.
Advertisement
Baju Adat Jawa Beskap
Baju Adat Jawa Beskap adalah sebuah jenis pakaian adat atasan yang sering dipadukan dengan pakaian adat Jawi Jangkep. Pakaian adat ini memiliki sejarah yang panjang, telah ada sejak abad ke-18 pada zaman Mataram.
Secara visual, beskap memiliki bentuk yang menyerupai kemeja lipat. Warna beskap biasanya polos, dengan kancing yang ditempatkan di kedua sisi kanan dan kiri.
Jenis-jenis baju adat Jawa beskap terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Beskap Solo: Jenis beskap ini memiliki kesamaan dengan budaya Keraton Kasunanan. Ciri-cirinya dapat mencerminkan tradisi dan gaya dari keraton tersebut.
- Beskap Yogya: Pakaian adat jenis ini merujuk pada gaya Keraton Kasultanan Yogyakarta. Beskap Yogya memiliki karakteristik yang menggambarkan nilai-nilai dan budaya yang dijunjung tinggi oleh Keraton Yogyakarta.
- Beskap Landung: Beskap ini memiliki ciri khas yang mencolok yaitu panjangnya yang melebihi beskap pada umumnya. Gaya dan desainnya mirip dengan Beskap dalam gaya Kulon, memiliki nuansa yang berbeda dari beskap lainnya.
Pakaian adat beskap tidak hanya menjadi pilihan busana, tetapi juga memiliki makna budaya yang dalam dalam konteks pakaian adat Jawa. Melalui jenis-jenisnya yang berbeda, beskap mencerminkan kekayaan dan keragaman tradisi serta nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Jawa.
Baju Adat Jawa Surjan
Surjan adalah pakaian baju adat Jawa yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Pakaian ini memiliki ciri dengan gaya lengan yang panjang dan kerah tegak, serta bahan pembuatannya menggunakan kain lurik. Kata "Surjan" memiliki sejumlah interpretasi yang memberikan makna mendalam pada pakaian ini.
Salah satu pandangan mengaitkan "Surjan" dengan penggabungan kata "Suraksa" dan "Janma," yang secara harfiah berarti "Manusia." Dalam hal ini, Surjan dapat diartikan sebagai simbolisasi dari manusia yang mengenakannya, merepresentasikan jati diri dan identitas seseorang.
Di sisi lain, ada pandangan lain yang menghubungkan "Surjan" dengan kata "Siro" dan "Jan," yang berarti "pelita" atau "lampu." Pandangan ini dapat diartikan bahwa Surjan merupakan pakaian yang menerangi keberadaan dan esensi seseorang, menyiratkan nilai pengetahuan dan pencerahan dalam kehidupan.
Sejarah mencatat bahwa Surjan telah ada sejak zaman Mataram Islam, yang diyakini diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Pada masa itu, pakaian ini dianggap sebagai pakaian taqwa, mengandung arti Islami dan juga bernuansa regius. Ada beberapa ciri khas dan makna yang dapat diidentifikasi pada Surjan:
- Terdapat 6 buah kancing pada kerahnya, yang melambangkan rukun iman. Kancing-kancing ini menyimbolkan prinsip-prinsip kepercayaan dalam Islam.
- Terdapat 2 buah kancing pada dada kiri dan kanan, yang mengartikan dua kalimat Syahadat. Ini menandakan keyakinan dasar dalam agama Islam.
- Terdapat 3 buah kancing pada dada dekat perut, mewakili nafsu manusia yang perlu dikendalikan. Hal ini merujuk pada pengendalian diri dan keinginan yang menjadi bagian dari ajaran agama.
Pada masa lampau, penggunaan Surjan terbatas pada kalangan bangsawan dan abdi keraton. Pakaian ini memiliki makna yang dalam dan simbolis, tidak hanya sebagai pakaian fisik, tetapi juga sebagai wujud manifestasi dari nilai-nilai spiritual dan budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat yang mengenakannya.
Advertisement
Baju Adat Jawa Kanigaran
Baju adat Jawa Kanigaran merupakan sebuah gaya berpakaian yang secara khusus disediakan untuk pengantin dari keluarga kerajaan Kesultanan Ngayogyakarta. Dalam tradisi ini, sering pula disebut dengan istilah "Paes Ageng Kanigaran."
Pakaian adat Kanigaran umumnya terbuat dari bahan beludru yang berkualitas tinggi. Pilihan warnanya cenderung mendominasi hitam, dan lengkap dengan kain dodot yang merupakan jenis pakaian bawahan khas dalam budaya Jawa.
Kanigaran sendiri memiliki nilai-nilai simbolis dan makna mendalam dalam konteks kebudayaan Jawa dan Kesultanan Ngayogyakarta:
1. Pentingnya Penghormatan Terhadap Kerajaan
Penggunaan pakaian adat Kanigaran hanya diperuntukkan untuk pengantin keluarga kerajaan. Hal ini menunjukkan tingginya penghormatan terhadap tradisi dan simbolisme yang terkait dengan keluarga kerajaan. Pengantin yang memakai Kanigaran dipandang sebagai pewaris dan pelindung budaya serta tradisi kerajaan.
2. Makna Paes Ageng Kanigaran
Sebutan "Paes Ageng Kanigaran" mengandung arti "berpakaian besar ala Kanigaran." "Paes Ageng" sendiri merupakan istilah yang mengacu pada prosesi berpakaian tradisional Jawa yang kaya makna simbolis. Dengan demikian, penggunaan istilah ini menandakan tingginya nilai simbolis dari Kanigaran dalam konteks budaya Jawa.
3. Elegansi dan Keanggunan
Pakaian Kanigaran yang terbuat dari bahan beludru memberikan kesan elegan dan mewah. Penggunaan warna hitam sebagai dominan menciptakan aura keanggunan yang sangat erat dengan budaya Jawa yang kental dengan kesopanan dan adab.
4. Pentingnya Kesinambungan Budaya
Tradisi Kanigaran sebagai pakaian pengantin kerajaan mencerminkan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya serta identitas kerajaan. Penggunaan pakaian adat ini menjadi cara untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam pernikahan keluarga kerajaan.
Dalam keseluruhan, Baju adat Jawa Kanigaran bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga menjadi cerminan dari kehormatan, warisan budaya, dan tradisi keluarga kerajaan. Penggunaannya mengandung pesan-pesan mengenai penghargaan terhadap sejarah serta komitmen untuk menjaga dan meneruskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa.
Baju Adat Jawa Basahan
Baju Adat Jawa Basahan merupakan salah satu jenis pakaian tradisional yang memiliki kemiripan dengan pakaian Kanigaran. Namun, pakaian Basahan khusus dikenakan oleh seorang pengantin dalam upacara pernikahan, berbeda dengan Kanigaran yang lebih umum dikenakan oleh anggota keluarga kerajaan. Asal mula pakaian Basahan dapat ditelusuri hingga Kebudayaan Mataram.
Perbedaan utama antara pakaian Basahan dan pakaian Kanigaran terletak pada gaya berpakaiannya. Gaya Berpakaian pada pakaian Kanigaran, terdapat pakaian luaran yang berbahan beludru dan memberikan kesan kemewahan. Biasanya, pakaian ini dilengkapi dengan kain dodot yang menjadi ciri khas budaya Jawa. Sedangkan pakaian Basahan tidak memiliki pakaian luaran yang khas seperti Kanigaran. Pakaian Basahan lebih fokus pada pakaian dalam dan elemen-elemen yang menghiasi bagian dalam pakaian.
Selain itu, meskipun penggunaan aksesoris menyerupai dandanan Paes Ageng Kanigaran, pakaian Basahan biasanya memiliki aksesoris yang lebih simpel dan fokus pada bagian dalam pakaian. Pilihan aksesorisnya dapat berbeda tergantung pada adat dan tradisi setempat.
Pakaian Basahan dipakai oleh pengantin dalam momen pernikahan, menunjukkan pentingnya pakaian ini dalam merayakan kebersamaan pasangan yang baru menikah. Penggunaan pakaian ini juga mencerminkan makna sakral dan suci dari pernikahan dalam budaya Jawa.
Secara keseluruhan, baju adat Jawa Basahan memiliki peran khusus dalam konteks pernikahan, sementara Kanigaran lebih berkaitan dengan identitas keluarga kerajaan. Meskipun memiliki kesamaan dalam aspek aksesoris, bahan, dan elemen khas budaya Jawa, perbedaan dalam penggunaan dan makna menggambarkan kedalaman dan kompleksitas budaya Jawa yang kaya akan tradisi dan simbolisme.
Advertisement