Liputan6.com, Jakarta - Murjiah adalah suatu aliran teologi dalam Ilmu Kalam yang menonjolkan aspek pengampunan dan penangguhan hukuman soal dosa besar. Menurut aliran Murjiah, iman cukup diakui dalam hati, tanpa harus dibuktikan melalui tindakan sehari-hari. Aliran ini berpendapat individu dengan dosa besar tidak secara otomatis dianggap sebagai kafir.
Sejarah aliran Murjiah muncul sebagai respons terhadap konflik politik pada masa awal Islam. Aliran ini berawal dari kontroversi politik, terutama terkait perbedaan pandangan antara Ali, Muawiyah, dan Khawarij. Namun, aliran ini kemudian berkembang menjadi masalah teologis yang lebih mendalam.
Ajaran pokok aliran Murjiah membahas tentang iman, dosa, dan pengampunan dalam Islam. Aliran ini telah memunculkan berbagai pandangan kontroversial dan sering kali dianggap sebagai salah satu cabang ekstrem dalam teologi Islam. Sebagaimana mereka melihat hubungan antara dosa dan kemungkinan pengampunan, serta bagaimana Allah sebagai Sang Pengampun mengelola penghakiman di akhirat.
Advertisement
Agar lebih memahami, berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang aliran Murjiah, sekte-sektenya, dan ajaran pokok mereka, Rabu (9/8/2023).
Golongan dengan Pandangan Netral
Aliran Murjiah adalah salah satu aliran teologi dalam Islam yang memiliki pandangan netral dan menangguhkan hukuman serta memberikan harapan terhadap umat Muslim yang melakukan dosa besar. Aliran ini muncul dari permasalahan politik dan akhirnya berkembang menjadi persoalan teologis yang lebih dalam.
Menurut penelitian yang berjudul "Murji’ah dalam Perspektif Theologis" oleh Sariah, seorang dosen di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau, aliran Murjiah muncul awalnya sebagai tanggapan terhadap persoalan politik, terutama dalam konteks konflik politik antara tokoh-tokoh seperti Ali, Muawiyah, dan Khawarij. Aliran ini mementingkan penundaan penentuan sikap yang benar dalam pertikaian ini.
Universitas An-Nur Lampung juga menjelaskan tokoh Murjiah adalah mereka sekelompok sahabat Nabi yang meliputi Abdullah bin Umar, Sa'ad bin Abi Waqqas, dan Imran bin Husin. Mereka enggan terlibat dalam pertentangan politik antara Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Gailan ad Dimasyqi dianggap sebagai tokoh golongan murjiah awal. Selainnya, ada tokoh-tokoh seperti Abu Hasan Ash-Shalihi, Yunus bin An-Namiri, Ubaid Al-Muktaib, dan Ghailan Ad-Dimasyqi.
Aliran Murjiah dalam Ilmu Kalam, ajaran pokok mereka yang paling terkenal adalah dosa besar yang dilakukan oleh seorang Muslim tidak membuatnya langsung menjadi kafir, melainkan status mukmin tetap ada. Keputusan mengenai dosa besar ini akan ditentukan oleh Tuhan pada hari perhitungan.
Jika dosa besar tersebut diampuni oleh Tuhan, individu tersebut akan masuk surga. Namun, jika tidak diampuni, masih ada harapan bagi pelaku dosa besar untuk mendapatkan ampunan sehingga akhirnya dapat masuk surga.
Doktrin-doktrin teologi Murjiah telah dianalisis oleh W. Montgomery seperti yang dijelaskan oleh Rosihan sebagaimana dikutip Sariah. Beberapa poin penting dari doktrin ini meliputi:
- penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga akhirat,
- penangguhan peringkat Ali sebagai Khalifah keempat dalam al-Khalifah ar-Rasyidin,
- memberikan harapan kepada Muslim yang berdosa besar untuk mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah, dan
- adanya persamaan doktrin Murjiah dengan pengajaran skeptis dan empiris dari kalangan helenis.
Aliran Murjiah adalah suatu pandangan teologis dalam Islam yang menekankan penangguhan hukuman dan memberikan harapan terhadap individu yang melakukan dosa besar. Aliran ini muncul sebagai respons terhadap konteks politik pada masanya dan kemudian berkembang menjadi isu teologis yang lebih luas.
Advertisement
Sekte Golongan Murjiah
Menurut analisis dari Harun Nasution sebagaimana dikutip dari Universitas An-Nur Lampung, aliran teologi Murji’ah memiliki dua aliran utama yang dapat diidentifikasi sebagai "golongan moderat" dan "golongan ekstrim." Golongan moderat ini mengajukan pandangan bahwa iman dan kufur memiliki tingkatan yang berbeda.
Sementara itu, golongan ekstrim dalam aliran Murji'ah, khususnya yang mengikuti ajaran Jahm bin Safwan, menyuarakan pandangan yang lebih radikal. Menurut pandangan ini, seseorang yang merupakan seorang Muslim dan memiliki keyakinan kepada Tuhan, namun kemudian secara lisan menyatakan kekufuran, tidak akan dianggap sebagai kafir. Golongan ini berpendapat bahwa iman dan kufur adalah hal yang berada di dalam hati seseorang dan bukan sekadar manifestasi fisik atau perkataan.
Dalam kerangka golongan ekstrim ini, terdapat empat kelompok yang dapat diidentifikasi:
- Al-Jahmiyah: Golongan ini, yang dipimpin oleh Jahm bin Safwan dan pengikutnya, berargumen bahwa seseorang yang memiliki keyakinan kepada Tuhan namun kemudian mengeluarkan pernyataan kufur secara lisan, tidak akan dianggap sebagai kafir. Mereka berpegang pada pandangan bahwa iman dan kufur adalah realitas yang ada dalam hati dan bukan dalam bentuk fisik atau eksternal.
- Shalihiyah: Kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi berpendapat bahwa iman adalah pemahaman tentang keberadaan Tuhan, sedangkan kufur berarti ketidaktahuan tentang Tuhan. Mereka berpendapat bahwa ibadah-ibadah seperti salat, zakat, puasa, dan haji bukanlah bentuk pengabdian kepada Tuhan. Dalam pandangan mereka, iman tidak terkait dengan pelaksanaan ibadah.
- Yumusiah dan Ubaidiyah: Golongan ini berpendapat bahwa melakukan dosa atau perbuatan jahat tidak akan merusak iman seseorang. Meskipun seseorang melakukan dosa dan perbuatan jahat, imannya tetap utuh. Mereka percaya bahwa kematian dalam keadaan iman, walaupun dengan dosa dan perbuatan jahat, tidak akan merugikan individu tersebut. Muqatil bin Sulaiman, seorang tokoh dalam kelompok ini, berpendapat bahwa perbuatan jahat, terlepas dari seberapa besar atau kecilnya, tidak akan merusak iman seseorang hingga mencapai taraf penyembahan berhala (musyrik).
- Hasaniyah: Kelompok ini berpendapat bahwa jika seseorang menyatakan, "Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan ini adalah kambing ini", individu tersebut tetap dianggap sebagai seorang mukmin. Pandangan ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ajaran agama tidaklah harus sempurna untuk mempertahankan status iman.
Ajaran Pokok Murjiah
Dalam kerangka pandangan teologisnya, golongan Murji'ah mempersembahkan ajaran-ajaran pokok yang menandai pemahaman mereka tentang iman, dosa besar, dan konsep pengampunan dalam Islam. Ajaran ini dapat diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut, mengutip dalam modul Universitas STEKOM Semarang:
1. Pengakuan Iman dalam Hati
Salah satu ajaran pokok aliran Murji'ah adalah pengakuan iman yang cukup hanya dilakukan dalam hati. Hal ini berarti bahwa keyakinan kepada Tuhan dan ajaran Islam secara esensial terjadi dalam dimensi batiniah individu. Oleh karena itu, para pengikut Murji'ah tidak diharuskan membuktikan keimanan mereka melalui tindakan dan perbuatan sehari-hari.
Meskipun pandangan ini mengemuka dalam aliran ini, banyak anggota Murji'ah merasa canggung dan sulit menerima pandangan ini. Pasalnya, dalam ajaran Islam, iman dan amal perbuatan dianggap sebagai dua hal yang tak terpisahkan dan saling melengkapi.
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ
"Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk." (QS. Al-Bayyinah Ayat 6)
2. Tidak Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar
Murji'ah mengajukan pandangan yang kontroversial dalam hal dosa besar. Menurut mereka, seorang Muslim yang melakukan dosa besar tidak secara langsung dianggap sebagai kafir. Perspektif ini berfokus pada konsep penangguhan hukuman terhadap perbuatan manusia.
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا
"Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali." (QS. An-Nisa' Ayat 116)
Dalam pandangan golongan Murji'ah, hanya Allah yang memiliki hak untuk memberikan hukuman di akhirat. Pandangan ini mencerminkan keyakinan bahwa pengampunan dan hukuman di tangan Allah memiliki dimensi yang lebih luas dan kompleks.
Advertisement