Sukses

Arti Kasasi dalam Hukum dan Pengadilan, Ini 3 Alasan Bisa Mengajukannya

Kasasi adalah proses hukum yang memungkinkan pihak yang terlibat dalam perkara untuk mengajukan banding terhadap putusan pengadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Apa arti kasasi? Kasasi merupakan proses hukum yang memungkinkan pihak yang terlibat dalam perkara untuk mengajukan banding terhadap putusan pengadilan tingkat akhir, dengan tujuan untuk menguji validitas dan keabsahan putusan tersebut. Ini wujud pembatalan putusan pengadilan.

Dalam sistem hukum, artinya kasasi berfungsi sebagai upaya untuk memastikan bahwa putusan pengadilan telah sesuai dengan hukum yang berlaku, prosedur yang benar, serta prinsip keadilan. Proses kasasi memungkinkan pihak yang merasa tidak puas dengan hasil putusan pengadilan tingkat rendah untuk meminta peninjauan ulang atas putusan tersebut oleh pengadilan yang lebih tinggi, seperti Mahkamah Agung.

Kasasi adalah tahapan kritis dalam sistem peradilan, karena memungkinkan pemeriksaan ulang secara menyeluruh terhadap aspek-aspek tertentu dalam suatu perkara. Proses ini melibatkan pemeriksaan terhadap kesesuaian putusan dengan hukum yang berlaku, kesalahan prosedur yang mungkin terjadi, serta penggunaan bukti yang tepat dan adil dalam memutuskan suatu perkara.

Keputusan kasasi dapat mengakibatkan pembatalan, perubahan, atau pemutusan terhadap putusan yang sudah ada sebelumnya, dengan tujuan untuk mencapai keadilan yang lebih akurat dan berkeadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam perkara.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang arti kasasi dalam hukum dan pengadilan, Rabu (9/8/2023).

2 dari 4 halaman

Pembatalan Putusan Pengadilan

Arti kasasi dalam hukum dan pengadilan di Indonesia mengarah pada proses pembatalan putusan pengadilan pada tingkat peradilan akhir melalui proses hukum yang ditentukan. Pengertian kasasi ini dijelaskan oleh UU No 14/1985 dan UU No 5/2004 yang mengatakan bahwa kasasi adalah tindakan pembatalan putusan yang diberikan oleh pengadilan pada semua tingkatan peradilan akhir.

Putusan yang diajukan dalam kasasi adalah putusan banding, yang merupakan hasil dari pertimbangan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa atau jaksa naik apel.

Dalam hukum Indonesia, terdapat beberapa dasar hukum yang mengatur tentang kasasi. Pasal 67 KUHAP memberikan hak kepada terdakwa atau jaksa penuntut umum untuk mengajukan banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas. Putusan banding dilakukan oleh Pengadilan Tingkat Banding, yang harus menyelesaikan perkara dalam waktu maksimal 3 bulan, termasuk minutasi.

Mahkamah Agung Republik Indonesia memegang peranan penting dalam proses kasasi. Dijelaskan, permohonan kasasi adalah upaya hukum yang diajukan kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan pengadilan tingkat banding atau putusan terakhir dari semua peradilan. Jika permohonan kasasi diterima, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dan membatalkan putusan pengadilan tingkat banding tersebut.

Dasar hukum lainnya adalah Pasal 244 KUHAP yang mengatur bahwa terdakwa atau jaksa penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas.

Pengajuan kasasi memiliki tenggang waktu yang ditentukan, yaitu paling lambat 14 hari setelah jatuhnya vonis atau putusan. Jika dalam waktu tersebut terdakwa atau penuntut umum tidak mengajukan kasasi, maka mereka dianggap menerima putusan yang telah dijatuhkan terhadap mereka. Kasasi dalam sistem hukum Indonesia merupakan alat penting untuk memastikan keadilan dan akurasi dalam proses peradilan.

3 dari 4 halaman

3 Alasan Pengajuan Kasasi

Dalam permohonan kasasi berdasarkan Pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004, terdapat tiga alasan yang dapat digunakan untuk memohon pembatalan putusan pengadilan, di antaranya:

1. Tidak Berwenang (Baik Kewenangan Absolut maupun Relatif) untuk Melampaui Batas Wewenang:

Alasan ini mencakup dua aspek yaitu kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Kewenangan absolut berkaitan dengan apakah pengadilan tersebut memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara tertentu berdasarkan jenis perkara dan hukum yang mengaturnya.

Jika pengadilan tersebut tidak memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa perkara tersebut, putusan yang dihasilkan dapat dibatalkan.

Kewenangan relatif berkaitan dengan apakah pengadilan tersebut memiliki kewenangan atas wilayah geografis tertentu atau subjek tertentu. Jika pengadilan melebihi batas wewenangnya, baik dalam hal geografis atau subjek, putusan yang diambil juga dapat menjadi batal.

2. Salah Menerapkan/Melanggar Hukum yang Berlaku:

Alasan ini berkaitan dengan kesalahan dalam penerapan hukum dalam putusan pengadilan. Jika pengadilan melakukan interpretasi atau penerapan hukum yang salah atau melanggar hukum yang berlaku, hal ini dapat menjadi dasar untuk memohon kasasi. Misalnya, jika pengadilan tidak mempertimbangkan hukum yang relevan atau membuat kesalahan dalam menerapkan hukum tersebut, putusan dapat dinyatakan batal.

3. Lalai Memenuhi Syarat-Syarat yang Diwajibkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang Mengancam Kelalaian dengan Batalnya Putusan yang Bersangkutan:

Alasan ini berkaitan dengan kelalaian pengadilan dalam memenuhi persyaratan atau prosedur yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika pengadilan mengabaikan persyaratan atau prosedur yang harus diikuti, yang dapat mengakibatkan putusan menjadi cacat atau tidak sah, hal ini menjadi dasar untuk mengajukan kasasi. Misalnya, jika pengadilan tidak memberikan kesempatan yang wajib kepada pihak tertentu dalam proses peradilan, putusan tersebut dapat dianggap batal.

 

4 dari 4 halaman

Laporan Kasasi 2022

Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung tahun 2022, terungkap bahwa jumlah permohonan kasasi yang diterima mengalami lonjakan yang mencolok, mencapai 18.454 perkara. Peningkatan tersebut mencerminkan kenaikan sebesar 34,92% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 2021, yang hanya mencatat 13.678 permohonan kasasi.

Dalam kasus ini, terlihat bahwa hanya sekitar 11,92% atau sebanyak 2.208 perkara yang berhasil meraih hasil positif dengan permohonan mereka dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Namun, situasi ini juga menunjukkan adanya dinamika dalam hasil keputusan kasasi.

Sekitar 24,92% atau sebanyak 4.617 perkara diputuskan dengan keputusan Tolak Perbaikan, yang mengindikasikan bahwa sejumlah permohonan menghadapi penolakan dengan alasan yang substansial. Selebihnya, sekitar 63,17% dari permohonan kasasi, yang berjumlah 11.706 perkara, mengalami penolakan oleh Mahkamah Agung.

Menurut MA, Keputusan Kasasi dengan amar "Tolak Perbaikan" merupakan variasi dari keputusan amar "tolak permohonan kasasi." Amar "Tolak Perbaikan" artinya Mahkamah Agung menyatakan tidak ada alasan untuk membatalkan putusan yang diajukan dalam permohonan kasasi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 UU MA. Meskipun begitu, terdapat aspek tertentu dari putusan tersebut yang memerlukan koreksi atau perbaikan.

Sebagai contoh, Mahkamah Agung dapat melakukan perbaikan terhadap jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Tergugat jika putusan sebelumnya kurang mempertimbangkannya dengan cukup. Hal serupa juga berlaku dalam kasus pidana, di mana Mahkamah Agung dapat mengoreksi jumlah uang pengganti atau durasi hukuman yang dijatuhkan.

Apabila Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan kasasi dengan perbaikan, maka keputusan pengadilan tingkat banding yang menjadi objek kasasi akan berlaku sebagai keputusan yang mengikat secara hukum, kecuali bagi aspek-aspek tertentu yang diperbaiki oleh Mahkamah Agung. Dalam hal Mahkamah Agung melakukan perbaikan terhadap aspek tertentu tersebut, putusan yang telah diperbaiki tersebut menjadi acuan yang harus diikuti.

Sesuai dengan data tersebut, dapat ditegaskan bahwa mayoritas permohonan kasasi tidak memenuhi syarat-syarat atau kriteria yang ditetapkan, dan oleh karena itu tidak mendapatkan persetujuan. Jika demikian, Laporan Tahunan ini mencerminkan dinamika yang kompleks dalam proses kasasi di Indonesia, hanya sebagian kecil permohonan yang akhirnya berhasil meraih perubahan dalam putusan pengadilan.

Â