Sukses

Gambar Sajadah dan Tasbih Sebagai Alat Ibadah, Ketahui Sejarahnya

Sajadah dan tasbih merupakan alat ibadah yang sering digunakan oleh umat Muslim.

Liputan6.com, Jakarta Gambar sajadah dan tasbih merupakan alat ibadah yang sering digunakan oleh umat Muslim. Kedua gambar sajadah dan tasbih ini sudah tak asing lagi bagi umat Muslim, sebab setiap hari digunakan untuk sholat dan dzikir.

Gambar sajadah dan tasbih sering digunakan sebagai simbol pengingat untuk tidak meninggalkan salat dan dzikir setiap harinya. Bahkan umat Muslim banyak yang mengunduh gambar sajadah dan tasbih untuk wallpaper di HP maupun laptop sebagai pengingat diri.

Dalam Islam, gambar sajadah dan tasbih memiliki sejarah yang panjang. Hal ini juga sangat erat kaitannya pada masa Nabi Muhammad SAW. Sebab perkama kasli sajadah ada ketika masa Rasulullah, sedangkan untuk tasbih Rasulullah tidak pernah menggunakan alat tasbih dalam menghitung dzikirnya.

Agar lebih paham, berikut Liputan6.com ulas mengenai gambar sajadah dan tasbih yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (10/8/2023).

2 dari 3 halaman

Sejarah Sajadah

Gambar sajadah dan tasbih banyak diunduh oleh umat Muslim untuk dijadikan wallpaper sebagai pengingat menjalankan ibadah wajib yakni salat lima waktu dan dzikir. Dalam Islam sendiri sajadah memiliki perjalanan sejarah yang panjang hingga akhirnya dikenal oleh seluruh umat Muslim saat ini.

Sajadah merupakan satu lembar kain yang digunakan oleh umat Muslim dalam menjalankan ibadahnya. Ukuran sajadah sendiri sangatlah beragam, umumnya memiliki lebar dan panjang yang disesuaikan. Tentu dengan ukuran postur tubuh kita ketika bersujud.

Secara etimologi, kata sajadah berasal dari bahasa Arab yakni sajjadah yang artinya  alat ibadah berupa satu lembar kain atau karpet yang digunakan oleh umat Muslim. Beberapa juga denominasi Kristen, dan umat Bahaʼi dalam menjalankan ibadahnya. Sajadah sendiri biasanya diletakkan di atas tanah atau lantai sebagai alas salat.  Alas tersebut digunakan saat sujud dan duduk, hal ini dilakukan agar terhindar dari najis. Fungsi sajadah yang paling utama adalah menjaga kesucian dalam salat dan sepatu harus dilepas saat menggunakannya.

Bahan utama pembuatan sajadah adalah yakni dari kain kanvas, tenun, wol, hingga sutera. Kini, sajadah memiliki berbagai motif, gambar, dan bentuk yang beraneka ragam. Bahkan ada juga, sajadah yang dibuat sesuai dengan daerah pembuatnya.

Awal mula terciptanya sajadah adalah ketika masa Nabi Muhammad SAW yang berdoa di atas Khumrah atau tikar yang terbuat dari daun palem sebagai alas untuk kebersihan tempat untuk berdoa dan salat. Nabi Muhammad SAW berkata sajadah tidaklah hal yang wajib ada, sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad SAW,

"Seluruh bumi telah dijadikan tempat sholat, kecuali kuburan dan kamar kecil." (Al-Tirmidzi),

Namun perkembangannya sangatlah pesat dan kini banyak digunakan di masjid, mushola, bahkan di setiap rumah-rumah umat Muslim.

Pada abad pertengahan, sajadah digunakan oleh orang-orang pinggiran di Kairo, Mesir untuk salat berjamaah. Dari situlah sajadah mulai dikenal oleh masyarakat Muslim dan terus mengalami perkembangan sampai saat ini.

Bahkan, sajadah telah digunakan di mana-mana dan oleh semua kalangan umat Muslim. Kini, sajadah telah mengalami modifikasi sedemikian rupa yang disesuaikan dengan budaya masing-masing tempat dan seni yang ada di tempat tersebut.

Padahal, awal mula pembuatan sajadah masih dengan desain yang serupa yakni desain pintu besar seperti pintu menuju surga dan selalu ada simbol mihrab dengan ceruk melengkung yang menyerupai pintu.

3 dari 3 halaman

Sejarah Biji Tasbih

Dalam Islam, gambar sajadah dan tasbih tak lepas dari simbolis kaum Muslimin. Biji tasbih adalah alat ibadah yang bukan hanya digunakan oleh agama Islam, namun juga agama lain seperti Kristen, Katolik, Budha, Konghucu dan lain sebagainya.

Awal mula terciptanya biji tasbih sendiri belum diketahui secara pasti, tetapi penggunaan awalnya bisa dilacak jejaknya ke dalam agama Hindu di India. Kemudian Buddha kemungkinan meminjam konsep dari agama Hindu. Terdapat patung seorang pria suci Hindu mengenakan manik-manik berasal pada abad ke-3 SM.

Kemudian menurut Syekh Bakr bin Abdillah Abu Zaid mengatakan bahwa biji tasbih sudah dikenal pada zaman sebelum Islam, tepatnya digunakan oleh umat Buddha, yang diyakini selalu menggunakan tasbih, untuk menyelaraskan antara perbuatan dan ucapannya ketika sedang melakukan persembahyangan.

Syekh Bakr bin Abdillah Abu Zaid juga menyebutkan bahwa biji tasbih digunakan oleh umat Hindu di India, dan digunakan oleh umat Katolik pada abad pertengahan, bedanya umat Katolik biji tasbihnya hanya terdiri dari 50 biji.

Kemudian, perkembangan biji tasbih yang pesat terjadi pada abad 15 M dan 16 M. Dalam kitab Musaahamatul Hindi disebutkan, bahwa umat Hindu terbiasa menggunakan tasbih untuk menghitung ritualnya, sehingga menghitung dzikir dengan tasbih diakui sebagai inovasi dari orang Hindu (India) yang bersekte Brahma. Dari India inilah kemudian biji tasbih menyebar ke berbagai penjuru dunia.

Dalam Islam sendiri, orang Arab menyebut biji tasbih sebagai subhah, misbahah, tasaabih, nizaam. Sementara orang-orang sufi menyebutnya dengan al mudzakkirah billah (pengingat kepada Allah), raabitatul qulub (pengikat hati), hablul washl atau sauth asy syaithan (cambuk syaitan). Sejatinya, biji tasbih pada masa Rasulullah dan para sahabatnya belum tercipta.

Untuk mengucapkan bacaan tasbih secara berulang-ulang ini diciptakanlah alat yang disebut misbaha dan di Indonesia sendiri disebut juga dengan nama biji tasbih terkadang disingkat menjadi tasbih (tasbeh) saja. Biasanya biji tasbih dibuat dari kayu, namun ada pula biji tasbih yang dibuah dari bji-biji zaitun. Umumnya seutas biji tasbih terdiri dari 99 batu. Angka 99 ini melambangkan 99 Asma Allah. Namun ada pula biji tasbih yang terdiri dari 33 atau 11 batu-batuan.