Liputan6.com, Jakarta - Salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti tidak ada identitas pengarang yang secara jelas dapat diidentifikasi. Hal ini sering terjadi karena hikayat dalam tradisi awalnya disampaikan secara lisan, sehingga sulit untuk menelusuri siapa yang pertama kali menciptakannya. Hikayat menjadi milik bersama masyarakat, diwariskan dari generasi ke generasi, dan seringkali identitas pengarangnya menjadi hilang dalam alur waktu.
Keberadaan salah satu ciri hikayat adalah anonim menciptakan aura misteri dan keabadian. Tanpa penanda identitas yang tegas, hikayat menjadi bagian dari warisan budaya yang melampaui satu individu. Ini menggambarkan hikayat bukanlah karya tunggal, melainkan cerita yang tumbuh dari dalam masyarakat. Mencerminkan kearifan lokal, moral, dan norma yang dihormati dalam komunitas tersebut.
Salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti anonimitas menekankan hikayat bukan hanya sebuah narasi. Melainkan representasi dari budaya, sejarah, dan kehidupan masyarakat. Ini menempatkan hikayat dalam konteks yang lebih luas, sebagai cerminan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang mengisahkan dan menerima cerita ini. Simak penjelasan lengkapnya.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti tidak disebutkan identitas pengarang secara jelas, Senin (14/8/2023).
Identitas pengarang tidak disebutkan atau disembunyikan
Salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti apa? Hikayat menjadi salah satu bentuk sastra tradisional yang memiliki ciri khas anonim. Istilah anonim dalam hikayat artinya identitas pencerita atau pengarang hikayat tersebut tidak diketahui secara jelas.
Ciri khas hikayat adalah anonim ini sudah sangat umum terjadi karena cerita hikayat awalnya disampaikan secara lisan dalam sebuah masyarakat. Tidak hanya itu, hikayat pun bersifat komunal atau milik bersama. Salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti tidak disebutkan identitas pengarang dan hanya menjadi tradisi lisan masyarakat. Hikayat sering kali diwariskan secara turun temurun.
Salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti tidak ada identitas pencerita, ini paling membedakannya dengan jenis karangan lainnya seperti cerpen atau novel. Dalam cerpen atau novel, nama pengarang umumnya tercantum jelas, sementara dalam hikayat, identitas pengarang tidak terungkap dengan pasti. Ini merupakan karakteristik yang unik dalam hikayat, penyebaran cerita lebih banyak melalui lisan dan sifat anonimnya menjadi sebuah norma dalam tradisi ini.
Menurut Bakri, S.Pd, dalam Materi Ajar Teks Hikayat, salah satu ciri hikayat adalah anonim yang berarti ketidaktahuan mengenai nama pencerita atau pengarang, terutama karena cerita ini sering disampaikan secara lisan dan memiliki sifat komunal. Benar, hikayat menjadi milik bersama masyarakat. Ini mengindikasikan bahwa hikayat memiliki akar yang kuat dalam budaya lisan dan seringkali menjadi cerita yang diwariskan secara turun menurun dalam masyarakat sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Sumber lainnya, Pustaka Digital Indonesia juga mengungkapkan bahwa arti anonim sebagai salah satu ciri hikayat adalah tidak ada penandatanganan, tanpa nama, tidak beridentitas, dan awanama. Ini sejalan dengan pandangan bahwa hikayat memiliki ciri khas anonim karena identitas pengarang tidak secara jelas diungkapkan dalam cerita tersebut. Ini juga menegaskan hikayat lebih dari sekedar cerita tunggal, melainkan memiliki aspek komunal dan menjadi bagian dari budaya yang lebih luas.
Dalam pembahasan Jurnal Pendidikan dan Bahasa yang berjudul Dari Anonim Kembali ke Anonim oleh Itsna Hadi Saptiawan, anonim berarti asal usul atau kepengarangan yang tidak diketahui. Ini menggambarkan dalam tradisi hikayat, pengetahuan mengenai pengarang seringkali hilang dalam alur waktu, dan hikayat lebih menjadi sebuah cerita yang muncul dari budaya dan komunitas, bukan dari satu individu tertentu.
Pada zaman dahulu, hikayat diceritakan secara lisan dan tanpa diketahui pengarangnya. Ini juga membuat masyarakat percaya cerita yang disampaikan dalam hikayat adalah kisah nyata dan tidak ada unsur sengaja mencipta cerita.
Sebagai bentuk anonim yang unik, hikayat memiliki makna budaya yang dalam. Selain menjadi sumber hiburan, hikayat juga mengandung nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat. Hikayat sering kali menjadi sarana untuk menyampaikan moral, norma, dan kearifan lokal yang dihormati dan dijunjung tinggi dalam masyarakat.
Nilai-nilai ini terkadang bersifat tabu atau dianggap penting oleh masyarakat, dan cenderung tidak dilanggar karena adanya rasa "takut" akan konsekuensi buruk yang mungkin terjadi. Ini mencerminkan kekuatan hikayat dalam mempengaruhi pandangan dan perilaku masyarakat, sekaligus menjadi sarana menjaga dan melestarikan budaya.
Â
Advertisement
Ciri-ciri karangan hikayat yang lainnya
Bakri, S. Pd., menjelaskan ciri-ciri hikayat tidak hanya anonim, yakni sebagai berikut:
1. Kemustahilan
Salah satu ciri paling menonjol dalam hikayat adalah kehadiran kemustahilan, yang tercermin baik dalam bahasa yang digunakan maupun dalam alur cerita. Kemustahilan dalam hikayat merujuk pada unsur-unsur yang tidak dapat dijelaskan secara logis atau tidak dapat dinalar dalam konteks dunia nyata. Hal ini sering terlihat dalam kejadian-kejadian ajaib, kekuatan gaib, atau peristiwa yang melampaui batas-batas kenyataan.
Kemustahilan memberikan dimensi magis dan fantastis pada hikayat, mengangkatnya dari kisah biasa menjadi sesuatu yang luar biasa dan misterius. Misalnya, dalam berbagai hikayat legendaris, seperti Hikayat Seri Rama, kita menemukan kisah tentang dewa-dewa yang turun tangan, makhluk mitologis, dan kekuatan gaib yang mempengaruhi alur cerita. Ini menciptakan suasana ajaib yang menggugah imajinasi pembaca atau pendengar, menghubungkan mereka dengan dunia magis yang mengesankan.
2. Kesaktian
Selain kemustahilan, kesaktian adalah ciri penting yang sering ditemui dalam hikayat. Para tokoh dalam hikayat sering kali memiliki kekuatan luar biasa, kemampuan supranatural, atau kesaktian yang menjadikan mereka berbeda dari manusia biasa. Kesaktian ini memberikan dimensi epik dan menghidupkan kisah.
Tokoh-tokoh seperti pahlawan, raja-raja legendaris, atau makhluk mitos sering kali memiliki kesaktian yang membantu mereka menghadapi berbagai tantangan dan mengatasi musuh-musuhnya. Kesaktian ini mempertegas kualitas heroik para tokoh, menarik minat para pendengar atau pembaca, dan memberikan daya tarik yang kuat pada cerita.
Dalam hikayat Mahabharata, akan ada kesaktian para pahlawan seperti Arjuna dengan panahnya yang mematikan atau Bima yang memiliki kekuatan fisik yang luar biasa. Kesaktian ini menjadi salah satu elemen yang membuat hikayat begitu menarik dan menginspirasi.
3. Istana Sentris
Hikayat seringkali memiliki latar belakang kerajaan atau istana yang sentral dalam cerita. Istana menjadi simbol kekuasaan dan kemewahan, serta menjadi tempat terjadinya berbagai peristiwa penting dalam hikayat. Dalam kerajaan, seringkali ada raja atau penguasa yang memegang peran sentral, dan intrik-intrik istana sering menjadi elemen utama dalam alur cerita.
Istana juga menjadi tempat pertemuan tokoh-tokoh penting dalam hikayat, di mana keputusan-keputusan penting diambil dan konflik-konflik berkembang.
Misalnya, dalam Hikayat Indera Bangsawan, istana adalah latar tempat berbagai intrik politik dan hubungan antartokoh berkembang. Keberadaan istana sentris ini tidak hanya memberikan latar yang megah dan dramatis, tetapi juga menciptakan kesan khusus yang berkaitan dengan kehidupan kerajaan dan penguasaan yang mengatur nasib tokoh-tokoh dalam hikayat tersebut.