Liputan6.com, Jakarta Ma Rifatullah merupakan pemahaman yang mendalam tentang kehadiran, sifat-sifat, dan hakikat Allah. Dalam bahasa Arab, "ma'rifat" berasal dari akar kata yang berarti pengetahuan atau pemahaman. Ma'rifatullah mengandung arti pemahaman yang lebih dari sekadar pengetahuan akademis, di mana hal ini mencakup tentang hubungan spiritual yang mendalam antara manusia dan Sang Pencipta.
Dalam Islam, Ma Rifatullah adalah tujuan utama perjalanan spiritual, di mana individu berusaha untuk mendalami esensi Allah sebagai pencipta dan kehidupan semesta. Hal ini juga melibatkan merenungkan sifat-sifat-Nya, kebijaksanaan-Nya, serta melihat tanda-tanda keberadaan-Nya di seluruh ciptaan. Ma'rifatullah juga membantu mengarahkan tindakan ke arah yang benar, didorong oleh rasa ketergantungan dan cinta kepada Allah.
Pemahaman tentang Allah juga mendorong individu, untuk berpartisipasi dalam masyarakat, membantu yang membutuhkan, dan memperjuangkan keadilan. Ma Rifatullah tidak hanya menjadi pengetahuan teoritis, tetapi meresap ke dalam hati dan tindakan, membentuk karakter dan arah hidup seseorang.
Advertisement
Di sisi lain, banyak umat muslim mengaku mencintai Allah padahal kebanyakan beribadah pun jarang, dan larangan pun sering dilanggar. Oleh karena itu, memahami cara mengenal Allah berarti termasuk memahami ajaran-ajaran dan segala ciptaannya. Berikut ini makna Ma Rifatullah yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (14/8/2023).
Memahami Arti Ma Rifatullah
Ma Rifatullah secara bahasa berarti mengenal Allah subhanahu wa ta'ala. Mengenal Allah dan mencintai-Nya merupakan kewajiban dan tuntutan yang paling utama dalam Islam. Ma'rifatullah merupakan puncak kesadaran yang menentukan perjalanan hidup seorang hamba menuju Tuhannya. Dengan ma'rifatullah, seorang hamba dapat mengetahui tujuan hidup yang sesungguhnya.
Ma'rifatullah adalah asas perjalanan ruhiyyah manusia secara keseluruhan. Orang yang mengenal Allah subhanahu wata'ala akan merasakan hidupnya lapang, tenang, dan dia hidup dalam rentangan panjang antara sabar dan syukur. Mengutip dari laman sumbarprov.go.id, salah satu cara mengenal Allah adalah dengan ilmu pengetahuan. Mempelajari kejadian di alam sebagai tanda kebesaran Allah.
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191)_
Tanda-tanda kebesaran Allah ada di darat dan di laut sebagai makhluk hidup ciptaan Allah. Diantaranya hasil komiditas perikanan yang ada di lautan, ternyata Allah singgung dalam Al-Quran sebagai makanan yang halal dan lezat untuk manusia. Bahkan di kuatkan oleh hadis bahwa semua bangkai di lautan itu halal dimakan meskipun tanpa ada proses penyembelihan seperti hewat di daratan.
"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan" (Al Qurán: Al-Maidah :96)
Advertisement
Makna dan Tujuan
Allah Ta’ala berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
”Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah (berulangkali) turun pada keduanya agar kalian mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS.Ath-Thalaaq: 12)
Pada ayat ini, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia menciptakan langit, bumi, serta apa yang terdapat pada keduanya dan apa yang ada di antara keduanya. Allah Ta’ala pun menurunkan perintah-Nya, baik perintah yang syar’i, yaitu agama-Nya, maupun perintah yang kauni qodari, yaitu takdir-Nya yang dengan itu Allah Ta’ala mengatur hamba-hamba-Nya. Sungguh semua itu tujuannya adalah agar kita mengetahui tentang-Nya, mengetahui bahwa kekuasaan dan ilmu Allah meliputi segala sesuatu.
Berikut ini beberapa makna dari Ma Rifatullah yang wajib disimak diantaranya:
1. Makna terdalam dari Ma'rifatullah adalah penyelamatan batiniah, yang melibatkan pemahaman dan pengalaman pribadi tentang Allah yang membawa kedamaian dan kebahagiaan hakiki.
2. Ma Rifatullah mendorong transformasi spiritual yang fundamental. Individu yang mencapai Ma'rifatullah mengalami perubahan mendalam dalam pemahaman, sikap, dan perilaku mereka. Ini melibatkan pembebasan dari prasangka negatif, nafsu-nafsu rendah, dan sifat-sifat yang merugikan.
3. Ma'rifatullah adalah tentang membangun hubungan batiniah dengan Allah. Ini bukan hanya tentang beribadah mekanis, tetapi memadukan pengabdian dengan kesadaran akan kehadiran Ilahi yang nyata dan berkelanjutan.
4. Ma Rifatullah membantu mengenali atribut-atribut dan sifat-sifat Ilahi. Individu yang mendalami Ma'rifatullah merenungkan kebijaksanaan, rahmat, kasih sayang, dan keadilan Allah, yang mendefinisikan hakikat-Nya.
5. Ma'rifatullah membawa pemahaman tentang kebesaran dan kekuasaan Allah, mendorong individu untuk menjadi hamba yang tunduk pada kehendak-Nya.
6. Individu yang mencapai Ma'rifatullah mengalami cinta yang mendalam dan penuh rahmat dari Allah. Ini adalah cinta yang melampaui cinta duniawi, mendorong individu untuk mencintai Allah dengan segenap hati dan jiwa.
7. Ma Rifatullah membawa penghormatan yang dalam kepada Allah, sehingga individu merasakan keagungan-Nya dan merespon dengan sikap hormat yang penuh kesadaran.
8. Ma'rifatullah membawa kedamaian dalam ketaatan dan ibadah, di mana ibadah bukan hanya tugas rutin, tetapi pengalaman spiritual yang membawa kedamaian, kebahagiaan, dan pemenuhan jiwa.
9. Ma'rifatullah membantu memahami esensi kebaikan dan keadilan, agar individu yang mengalami Ma'rifatullah merasakan panggilan untuk berbuat baik, menyebarkan kasih sayang, dan memperjuangkan keadilan di dunia.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (saja).” (QS. Az-Zariyat: 56)
Adapun pada ayat ini, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia menciptakan jin dan manusia dengan tujuan agar mereka beribadah kepada-Nya saja, atau dengan kata lain mentauhidkan Allah Ta’ala dalam peribadatan yang kemudian dikenal dengan istilah tauhidul uluhiyyah.
Contoh Penerapan
Allah Ta’ala adalah Ar-Rahiim (Yang Mahapenyayang)
Dia mencintai orang-orang yang penyayang, sehingga kita pun terdorong untuk menjadi penyayang agar dicintai dan diridai-Nya. Dan ini hakikat ibadah kepada-Nya semata, tatkala mempersembahkan kepada-Nya semata segala yang Dia cintai dan ridai sebagaimana definisi ibadah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Allah Ta’ala adalah Asy-Syakuur (Yang Mahamensyukuri)
Dia mencintai orang-orang yang pandai bersyukur kepada-Nya. Di antaranya dengan berterima kasih kepada manusia dan membalas kebaikannya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang pandai bersyukur kepada-Nya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.
Allah Ta’ala adalah Al-‘Aliim (Yang Mahamengetahui)
Dia mencintai orang-orang yang berilmu syar’i dan mengamalkannya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang berilmu syar’i dan mengamalkannya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.
Allah Ta’ala adalah At-Tawwaab (Yang Mahamenerima taubat)
Dia mencintai orang-orang yang bersegera bertaubat kepada-Nya semata dari segala dosa sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang bersegera bertaubat kepada-Nya semata dari segala dosa sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.
Allah Ta’ala adalah Al-Jamiil (Yang Mahaindah)
Dia mencintai orang-orang yang indah ucapannya, perbuatannya, akhlaknya, penampilan fisiknya, barang-barangnya, serta segala sesuatunya. Sehingga, kita pun terdorong untuk menjadi orang yang indah dalam segala sesuatunya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.
Allah Ta’ala adalah Ath-Thoyyib (Yang Mahabaik)
Dia mencintai orang-orang yang baik ucapan dan perbuatannya, baik zahir maupun batinnya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang baik dalam segala sesuatunya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.
Allah Ta’ala adalah Ar-Rafiiq (Yang Mahalembut)
Dia mencintai orang-orang yang lembut dalam ucapan dan perbuatannya, sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang lembut dalam ucapan dan perbuatannya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.
Advertisement