Sukses

Sumber Hukum Kedua dalam Menetapkan Hukum Setelah Al-Qur'an adalah Hadis

Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an yang berisi perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw.

Liputan6.com, Jakarta Sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an adalah hadis. Sumber hukum Islam merupakan rujukan, landasan, atau dasar yang utama dalam pengambilan hukum Islam. Oleh karena itu, segala ketentuan dalam kehidupan harus bersumber atau berpedoman pada hukum tersebut.

Dengan mengetahui sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an adalah hadis, maka umat Muslim akan lebih mengerti tentang hukum-hukum dalam Al-Qur'an dalam segala bentuknya.

Sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an adalah hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an yang berisi perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw. 

Agar lebih paham, berikut Liputan6.com ulas mengenai sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (18/8/2023).

2 dari 5 halaman

Sumber Hukum Kedua dalam Menetapkan Hukum Setelah Al Quran Adalah

Seperti yang telah dijelaskan di atas, sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an adalah hadis. Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an yang berisi perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw.

Secara harfiah, hadis berarti berbicara, berkata. ataupun percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya, sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan sunnah.

Sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an adalah hadis memiliki fungsi yakni sebagai penguat, pemberi keterangan, pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada di dalam Al-Qur’an. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.

3 dari 5 halaman

Unsur Hadis

Setelah mengetahui apa yang dimaksud hadis, anda perlu memahami unsur-unsur hadis. Berikut ini terdapat beberapa unsur-unsur hadis, yakni:

1. Rawi

Rawi adalah informan atau seseorang yang menyampaikan riwayat dari Nabi Muhammad SAW yang terdiri atas sahabat, tabi'in, tabi't tabi'in, dan seterusnya. 

2. Sanad

Sanad adalah silsilah atau kumpulan rawi dari sahabat hingga orang terakhir yang meriwayatkannya.

3. Mukharrij

Mukharrij adalah rawi terakhir yang menuliskan riwayat yang ia dapat dalam sebuah catatan atau karya pribadinya. Contohnya saja adalah Imam Al-Bukhari.

4. Shiyaghul Ada’

Shiyaghul ada' ialah redaksi yang dipakai oleh seorang rawi dalam meriwayatkan sebuah hadis. Contohnya saja adalah lafadz-lafadz seperti haddatsana, 'an, qala, dan lain-lain. Redaksi-redaksi ini yang nantinya memengaruhi kualitas sebuah sanad.

5. Matan

Matan adalah redaksi dari riwayat yang disampaikan oleh masing-masing rawi dari perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad SAW. Contohnya adalah isi hadisnya, yaitu "Tidak sempurna iman salah seorang kalian sehingga ia mencintai saudaranya sama seperti dia mencintai dirinya sendiri."

4 dari 5 halaman

Syarat Sanad Hadis

Adapula syarat-syarat sanad sebuah hadis adalah sebagai berikut ini:

  1. Ittishalus Sanad, artinya sanadnya haris bersambung.
  2. Perawi Semasa dengan Guru, artinya hadis tersebut harus diperiksa tahun wafatnya perawi di kitab tarajim.
  3. Perawi Mendengarkan Langsung, artinya harus mendengarkan langsung dari sang guru.
  4. Rawi Bertemu Gurunya, artinya harus memastikan bahwa rawi tersebut bertemu dengan gurunya. Sebab ada beberapa perawi yang satu masa tapi tidak pernah bertemu.
5 dari 5 halaman

Kedudukan Hadis

Dikutip dari laman Kemenag, kedudukan sumber hukum kedua dalam menetapkan hukum setelah Al-Qur’an adalah hadis kadang-kadang memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran.

Kedudukan Hadis sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum Al-Qur’an, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT.

Namun dalam kedudukan hadis sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah SWT sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain. Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadis berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Qur’an dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. 

Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasul sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah, seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa ayat 59:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),”

Bahkan dalam tempat lain Al-Qur’an mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa ayat 80:

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”

Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya. Dari ayat di atas jelaslah bahwa Hadts itu adalah wahyu. Bila wahyu mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadis pun mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi.

Kekuatan hadis sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi yakni pertama, dari segi kebenaran materinya dan kedua dari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu mutawatir, masyhur, danahad.