Liputan6.com, Jakarta - Penerapan sistem tanam paksa di masa kolonial Belanda adalah kebijakan yang mengharuskan masyarakat di Indonesia untuk menanam tanaman ekspor. Seperti kopi, tebu, dan tarum, pada sebagian tanah mereka.
Baca Juga
Advertisement
Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Tanam paksa adalah respons terhadap krisis keuangan yang dihadapi Belanda. Tepatnya, setelah Perang Jawa antara tahun 1825 hingga 1830.
Tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) apa? Tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa adalah untuk menghasilkan pendapatan yang besar melalui eksploitasi sumber daya alam di Hindia Belanda.
Dalam pelaksanaannya, sistem tanam paksa mewajibkan setiap desa menyisihkan sekitar 20% tanahnya untuk menanam tanaman ekspor. Hasil panen dari tanaman-tanaman ini dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah ditetapkan, dan warga desa harus menyerahkan seluruh hasil panen ini kepada pemerintah.
Meskipun sebenarnya diatur bahwa kesepakatan harus didasarkan pada kerelaan masyarakat, seringkali terjadi pemaksaan dan penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah kolonial.
Penerapan sistem tanam paksa memberikan dampak yang beragam. Ini termasuk perubahan dalam pola kerja masyarakat, peningkatan produksi tanaman ekspor, dan dampak sosial seperti kesulitan pangan dan kerja rodi. Meskipun di atas kertas tujuannya berkaitan dengan mendongkrak perekonomian dan mengatasi masalah keuangan, kenyataanya hanya menguntungkan Belanda.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa, penerapan, dan dampaknya di Indonesia, Kamis (24/8/2023).
Ada Lima Tujuan Sistem Tanam Paksa
Tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa, dapat dipahami melalui beberapa faktor kunci yang membentuk kebijakan ini. Sejak tahun 1830, sistem ini diinisiasi di bawah kepemimpinan Johannes van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menggantikan Du Bus de Gisignies.
Ada lima tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa. Ini dijelaskan dalam jurnal penelitian berjudul Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Dinamika Perekonomian Petani Jawa 1830-1870 (2014) oleh Hendra Kurniawan, sebagai berikut:
1. Hidupkan Kembali Sistem Eksploitasi
Pertama, tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa adalah upaya untuk menghidupkan kembali sistem eksploitasi. Ini yang dikenal sejak masa VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Sejak masa itu, pemerintah kolonial telah menerapkan penyerahan wajib sebagai cara untuk menguasai sumber daya alam di wilayah jajahan, dan ini masih memiliki pengaruh kuat pada masa Johannes van den Bosch.
2. Tingkatkan Produksi Ekspor
Kedua, Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1830 dengan tugas utama meningkatkan produksi tanaman ekspor. Pemerintahan sebelumnya tidak berhasil mencapai target produksi ini, dan hal ini menjadi kendala yang mendesak mengingat kondisi keuangan yang kritis di Belanda. Oleh karena itu, pelaksanaan Cultuurstelsel atau tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa adalah menjadi solusi yang diusulkan oleh Bosch.
3. Belanda Krisis Keuangan
Ketiga, situasi keuangan yang parah di Belanda memaksa pemerintah kolonial untuk mencari sumber pendapatan yang signifikan di wilayah jajahannya, yaitu Hindia Belanda. Adanya utang negara yang besar, satu-satunya jalan yang terbuka adalah memanfaatkan kekayaan alam Hindia Belanda. Johannes van den Bosch percaya bahwa melaksanakan sistem tanam paksa adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah utang tersebut.
Â
Â
Â
Advertisement
4. Hasilnya Lebih Besar dari Pajak Biasa
Keempat, ciri khas dari sistem tanam paksa adalah kewajiban bagi rakyat pribumi untuk membayar pajak dalam bentuk hasil tanaman pertanian mereka. Bukan lagi dalam bentuk uang seperti yang berlaku dalam sistem pajak lainnya. Ini memberikan keuntungan bagi pemerintah kolonial. Ini karena pungutan pajak dalam bentuk barang (in natura) dapat menghasilkan jumlah hasil tanaman yang besar.
5. Lakukan Ekspor Besar-besaran
Kelima, tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa adalah melakukan ekspor besar-besaran. Hasil tanaman ekspor yang dikumpulkan melalui sistem ini diharapkan dapat dikirimkan ke Belanda dan dipasarkan secara luas di pasar dunia, termasuk di Eropa dan Amerika. Adanya sistem tanam paksa, pemerintah kolonial Belanda berharap dapat menghasilkan pendapatan yang substansial dari ekspor hasil tanaman ini, yang akan membantu mengatasi masalah keuangan di negeri Belanda.
Penerapannya di Indonesia
Sistem Tanam Paksa yang diterapkan saat pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia adalah peraturan yang wajib bagi setiap desa. Dalam jurnal penelitian berjudul Dampak Cultuurstelsel (Tanam Paksa) Bagi Masyarakat Indonesia dari Tahun 1830-1870 (2015) oleh Wulan Sondarika, ini artinya, setiap desa harus mengalokasikan sebagian tanahnya.
Besarannya sekitar 20%, untuk menanam tanaman tertentu seperti kopi, tebu, dan tarum. Hasil panen dari tanaman-tanaman ini dijual ke pemerintah kolonial dengan harga yang sudah ditentukan, dan masyarakat harus menyerahkan semua hasil panen ini kepada pemerintah.
Tujuan pemerintah kolonial belanda melaksanakan sistem tanam paksa adalah karena pemerintah Belanda menghadapi masalah keuangan akibat perang di Jawa antara 1825 dan 1830. Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch menciptakan rencana ini untuk mendapatkan uang bagi pemerintah Belanda yang sedang krisis keuangan.
Meski sebenarnya ada peraturan bahwa kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat harus bersifat sukarela, namun dalam praktiknya terjadi pemaksaan. Pemerintah membuat peraturan ini resmi dalam dokumen bernama Staatblad No. 22 tahun 1834. Meskipun demikian, seringkali pemerintah menggunakan kekuasaannya untuk memaksa masyarakat melaksanakan aturan ini, bahkan jika masyarakat sebenarnya tidak setuju.
Kesimpulannya, Sistem Tanam Paksa di masa kolonial Belanda sangat berpengaruh bagi masyarakat Indonesia. Meskipun di atas kertas disebutkan masyarakat harus setuju, tetapi kenyataannya ada paksaan yang terjadi. Dampak dari sistem ini mencakup pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, kesulitan ekonomi bagi petani, dan akibat sosial yang merasuki masyarakat secara lebih luas.
Advertisement
Dampak yang Dirasakan Masyarakat Indonesia
Sistem Tanam Paksa di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam buku berjudul Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan Ekonomi Berikutnya (1988), memiliki dampak yang signifikan dalam berbagai aspek. Ini termasuk ekonomi, sosial, dan pertanian.
1. Bidang Ekonomi
- Pengenalan Sistem Upah: Sebelumnya, masyarakat lebih cenderung bekerja sama dan berkontribusi dalam gotong royong. Namun, dengan adanya sistem tanam paksa, muncul konsep upah bagi pekerja.
- Sewa Menyewa Tanah: Sistem tanam paksa memaksa penduduk untuk menyewakan tanah mereka kepada pemerintah kolonial secara paksa.
- Pengembangan Perkebunan Swasta: Karena hasil produksi tanaman ekspor yang melimpah berkat tanam paksa, pemilik perkebunan swasta tertarik untuk ikut mengelola pertanian rakyat di masa mendatang.
2. Bidang Pertanian
- Massifnya Penanaman Tanaman Komoditas: Sistem tanam paksa mendorong penanaman tanaman komoditas secara lebih besar dan luas, terutama jenis-jenis tanaman ekspor seperti kopi, teh, cengkeh, nila, dan tebu.
- Peningkatan Produksi Beras: Pemerintah kolonial mulai memperhatikan produksi beras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Bidang Sosial
- Homogenitas Sosial dan Ekonomi: Sistem tanam paksa mengarah pada homogenitas sosial dan ekonomi dengan tujuan pembagian tanah yang lebih merata.
- Krisis Pangan: Di beberapa daerah, sistem ini menyebabkan krisis pangan karena kurangnya produksi padi atau tanaman yang menjadi makanan pokok.
- Kerja Rodi: Munculnya kerja rodi, yang merupakan kerja paksa tanpa upah yang layak bagi penduduk.
Akibat berbagai penyimpangan dan protes yang timbul akibat sistem tanam paksa ini, pemerintah Belanda akhirnya memutuskan untuk menghapusnya secara bertahap. Pada tahun 1870, sistem tanam paksa resmi dihapuskan berdasarkan Undang-Undang Agraria atau UU Landreform. Ini menandai akhir dari era sistem tanam paksa yang memiliki dampak yang sangat beragam bagi masyarakat Indonesia.
Â