Sukses

Ada Fenomena Air Mancur Berlian dari Ledakan Super Benua, Menakjubkan

Letusan eksplosif yang menghasilkan “air mancur berlian”

Liputan6.com, Jakarta Sudah banyak orang tahu berlian merupakan perhiasan yang punya nilai tinggi. Selain harga, terkadang beberapa berlian dikategorikan berharga berdasarkan asal muasalnya. Berdasarkan proses pembentukannya, berlian memiliki keistimewaan akan  tingkat ketahanan yang sangat tinggi. Tak mudah bagi seseorang untuk mengubah bentuk berlian.

Meski langka, ada fenomena unik berupa air mancur berlian yang diungkap para geolog baru-baru ini.  Thomas Gernon ilmuwan asal Southampton, Inggris menjelaskan pecahnya supercontinent atau superbenua mampu memicu letusan eksplosif yang menghasilkan “air mancur berlian” luar biasa hingga mencapai permukaan bumi.

Fenomena ini terkait erat dengan proses terbentuknya berlian yang terjadi jauh di dalam kerak bumi, sekitar 93 mil (150 kilometer) di bawah permukaan. 

“Berlian telah berada di dasar benua selama ratusan juta atau bahkan miliaran tahun,” kata Gernon. 

Kini tim ilmuwan telah membuktikan kemungkinan bagaimana fenomena air mancur berlian terbentuk. Mengingat, berlian menjadi komoditas benda bumi yang paling mahal harganya. Berikut selengkapnya Liputan6.com merangkum penjelasan ilmuwan tentang fenomena air mancur berlian melansir dari Livescience dan Nature.com, Jumat (25/8/2023).

2 dari 4 halaman

Munculnya Air Mancur Berlian dari Letusan Super Benua

Thomas Gernon menjelaskan secara teknis, berlian-berlian terbawa dengan cepat ke atas melalui letusan yang dikenal sebagai kimberlit. Proses kimberlit ini berlangsung dengan kecepatan mencapai 11 hingga 83 mph (18 hingga 133 km/jam). Diprediksi menyebabkan ledakan gas dan debu yang mirip dengan Gunung Vesuvius. Italia.

Penelitian ilmiah telah mengungkapkan bahwa letusan kimberlit cenderung terjadi pada saat lempeng tektonik melakukan pergerakan besar. Seperti fenomena pecahnya superbenua Pangaea. Hal menarik adalah air mancur belian seringkali meletus di tengah-tengah benua, bukan di tepian benua. 

Thomas Gernon dan tim penelitinya memulai penelitian dengan mencari hubungan antara usia kimberlit dan pergerakan lempeng tektonik yang signifikan pada saat itu. Mereka menemukan pola di mana lempeng-lempeng tersebut mulai terpisah dan kemudian, sekitar 22 hingga 30 juta tahun kemudian, terjadi puncak letusan kimberlit.

Pola ini juga terlihat dalam jangka waktu 1 miliar tahun terakhir, meskipun lebih banyak ketidakpastian karena sulitnya melacak perubahan geologis selama periode yang panjang.

3 dari 4 halaman

Metode Komputer Dapatkan Penjelasan Meyakinkan

Sebagai contoh, penelitian mengungkap hal serupa, letusan kimberlit terjadi di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Afrika dan Amerika Selatan, dimulai sekitar 25 juta tahun setelah pecahnya superbenua selatan, Gondwana, sekitar 180 juta tahun yang lalu. 

Amerika Utara juga mengalami lonjakan aktivitas kimberlit setelah pecahnya Pangaea sekitar 250 juta tahun yang lalu. Yang menarik, letusan kimberlit ini tampaknya dimulai dari tepi celah tektonik dan kemudian menyebar menuju pusat benua.

Untuk memahami apa yang memicu pola ini, para peneliti menggunakan model komputer yang mensimulasikan kerak bumi dan mantel atas. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ketika lempeng tektonik terpisah, kerak benua bagian dalam menjadi lebih tipis, serupa dengan bagaimana kerak di bagian atas membentang dan membentuk lembah. 

Akibatnya, batuan panas naik ke atas, bersentuhan dengan batas yang telah terganggu, kemudian mendingin dan tenggelam kembali, menciptakan sirkulasi lokal di wilayah yang tidak stabil ini.

Namun, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana ketidakstabilan ini akhirnya mengakibatkan letusan eksplosif dari dalam kerak bumi? 

4 dari 4 halaman

Jadi Langkah Ungkap Kantong Berlian di Muka Bumi

Semuanya bergantung pada pencampuran bahan yang sesuai, seperti yang diungkapkan oleh Gernon. Ketidakstabilan ini menciptakan kondisi yang memungkinkan batuan dari mantel atas dan kerak bawah untuk mengalir satu sama lain.

Dalam proses ini, terjadi percampuran dengan banyak air dan karbon dioksida yang terperangkap dalam batuan tersebut, bersama dengan mineral utama kimberlit, termasuk berlian. Hasilnya, terbentuklah ledakan yang serupa dengan mengocok sebotol sampanye, yang mendorong materi ini dengan kekuatan besar menuju permukaan bumi.

Temuan ini memiliki potensi untuk membantu dalam pencarian deposit berlian yang belum ditemukan, seperti yang disoroti oleh Gernon. Penemuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa terjadi jenis letusan gunung berapi lain yang terkadang terjadi jauh setelah pecahnya benua super, bahkan di wilayah yang seharusnya stabil.

Sebagaimana diungkapkan oleh Gernon, ini adalah proses fisik yang mendasar dan sangat terorganisir, sehingga dapat mempengaruhi lebih dari sekadar kimberlit, melibatkan seluruh proses di dalam sistem Bumi itu sendiri.