Sukses

Hukum Islam tentang Waris Ada Secara Lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis, Pahami Porsi Bagiannya

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Liputan6.com, Jakarta Hukum waris dalam Islam merujuk pada peraturan yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang setelah meninggal dunia. Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Hukum Islam tentang waris ini kemudian diinterpretasikan oleh para ulama dan ahli hukum Islam berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip waris dalam Islam mencakup berbagai aspek, termasuk siapa yang memiliki hak atas warisan, bagaimana pembagian harta peninggalan dilakukan, dan tata cara pelaksanaan pembagian tersebut.

Hukum Islam tentang waris ini kemudian diinterpretasikan oleh para ulama dan ahli hukum Islam berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis, serta diatur dalam berbagai undang-undang di negara-negara yang menerapkan hukum Islam, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, Drs. H. Chatib Rasyid, SH., MH., pembagian waris tidak dapat dipisahkan dengan azas-azas hukum waris Islam. Berikut adalah azas-azas hukum waris Islam, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari laman Pengadilan Agama Kota Bengkulu, Minggu (27/8/2023).

2 dari 5 halaman

Azas-Azas Hukum Waris dalam Islam

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Sumber hukum Islam tersebut menghasilkan prinsip-prinsip, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Integrity (Ketulusan)

Ini mengacu pada pentingnya ketulusan hati, kejujuran, dan keutuhan dalam melaksanakan hukum waris. Azas ini menegaskan bahwa dalam menjalankan Hukum Kewarisan dalam Islam, seseorang perlu memiliki ketulusan hati untuk patuh terhadapnya, karena aturan-aturan ini diyakini sebagai kebenaran. Ketulusan ini juga mencerminkan keyakinan dan iman seseorang dalam mengikuti hukum Allah SWT.

2. Prinsip Ta'abbudi (Penghambaan Diri)

Azas ini menyatakan bahwa melaksanakan pembagian waris secara hukum Islam adalah bentuk ibadah kepada Allah SWT. Kewarisan ini dianggap sebagai tugas yang perlu dijalankan dengan ketaatan, dan orang yang melaksanakannya dengan benar akan mendapatkan pahala seperti halnya menjalankan ibadah lainnya.

3. Prinsip Hukukul Maliyah (Hak-hak Kebendaan)

Azas ini menunjukkan bahwa hak dan kewajiban terhadap harta kebendaan saja yang dapat diwariskan kepada ahli waris. Hak-hak pribadi atau dalam hukum kekeluargaan, seperti status suami atau istri, tidak dapat diwariskan. Kewajiban ahli waris juga diatur dalam hal mengurus pemakaman, membayar hutang, menyelesaikan wasiat, dan membagi harta.

4. Prinsip Hukukun Thabi’iyah (Hak-Hak Dasar)

Ini mengacu pada hak-hak dasar ahli waris yang diberikan berdasarkan hubungan keluarga, perkawinan, wala (kekerabatan), dan seagama. Azas ini juga mengidentifikasi penghalang kewarisan, seperti murtad, pembunuhan, dan hamba sahaya.

5. Prinsip Ijbari (Keharusan, Kewajiban)

Azas ini menyatakan bahwa peralihan harta warisan terjadi secara otomatis setelah seseorang meninggal dunia. Ahli waris menerima bagian yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dan ini tidak bergantung pada kehendak individu. Azas ini juga menunjukkan bahwa semua ahli waris wajib menerima bagian warisan sesuai ketentuan.

6. Prinsip Bilateral

Azas ini menegaskan bahwa ahli waris menerima hak warisan dari kedua pihak, yaitu kerabat laki-laki dan perempuan. Ini mendorong keseimbangan dalam pembagian harta warisan antara keluarga laki-laki dan perempuan.

7. Prinsip Individual (Perorangan)

Azas ini menyatakan bahwa hak kewarisan diterima oleh individu sesuai bagian masing-masing. Setiap ahli waris menerima bagian secara perorangan.

8. Prinsip Keadilan yang Berimbang

Azas ini menunjukkan bahwa hak yang diterima oleh setiap ahli waris harus seimbang dengan kewajiban atau beban biaya kehidupan yang harus ditanggung oleh individu tersebut. Ini mencerminkan prinsip keseimbangan dalam pembagian warisan.

9. Prinsip Kematian

Azas ini menegaskan bahwa kewarisan muncul sebagai akibat dari kematian seseorang. Peralihan harta kepada ahli waris terjadi setelah kematian, dan harta tidak dapat beralih sebelum kematian.

10. Prinsip Membagi Habis Harta Warisan

Azas ini menyatakan bahwa pembagian harta warisan harus dilakukan secara menyeluruh, sehingga harta habis terbagi sesuai ketentuan dan bagian masing-masing ahli waris. Ini mencakup proses dari menghitung, membersihkan hutang, dan melaksanakan pembagian hingga tuntas.

Semua azas ini memberikan panduan dalam melaksanakan hukum waris dalam Islam dengan prinsip ketulusan, ketaatan, keadilan, dan tanggung jawab terhadap hak-hak kebendaan dan aspek-aspek kehidupan lainnya.

3 dari 5 halaman

Sumber Hukum Waris dalam Islam

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang dijadikan sebagai rujukan hukum waris dalam Islam antara lain adalah Surat An-Nisa' Ayat 11, 12, dan 176.

Ayat-ayat dalam Surat An-Nisa' tersebut adalah sumber utama hukum waris dalam Islam. Ayat-ayat tersebut menjelaskan secara rinci tentang pembagian harta warisan, termasuk hak-hak dan bagian masing-masing ahli waris.

Ayat-ayat ini memberikan pedoman mengenai siapa yang berhak menerima warisan, bagian-bagian yang diberikan kepada masing-masing ahli waris, dan berbagai situasi yang mungkin terjadi dalam pembagian warisan.

Tentang bagaimana pembagian warisan dalam Islam, juga ditentukan dengan ilmu faraidh. Ilmu Faraidh adalah ilmu tentang hukum waris dalam Islam. Ini adalah cabang penting dalam ilmu fiqh yang mengatur bagaimana harta warisan harus dibagi setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu Faraidh mempelajari siapa yang berhak menerima warisan, berapa besar bagian masing-masing ahli waris, dan prinsip-prinsip pembagian warisan berdasarkan ajaran Islam.

4 dari 5 halaman

Macam-Macam Ahli Waris dalam Hukum Islam

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan sumber hukum tersebut juga dijelaskan tentang siapa saja yang tergolong dalam ahli waris.

Ahli waris dalam Islam adalah orang yang memiliki hak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia. Ahli waris merupakan kelompok-kelompok tertentu yang berhak menerima bagian dari harta warisan sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Konsep ahli waris diatur dalam hukum waris Islam untuk memastikan bahwa harta warisan dibagi dengan adil sesuai dengan hubungan keluarga dan kedekatan hubungan dengan pewaris.

Ada tiga kelompok ahli waris, antara lain sebagai berikut:

1. Ahli Waris Ashab al-Furudh

Ini adalah kelompok ahli waris yang memiliki bagian yang telah diatur secara pasti dalam al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad. Kelompok ini terdiri dari dua belas anggota, delapan perempuan dan empat anak laki-laki. Bagian-bagian tertentu dari harta warisan (al furudh muqaddharah) terdiri dari beberapa bagian seperti seperdua, seperempat, seperdelapan, duapertiga, sepertiga, dan seperenam dari total harta warisan.

2. Ahli Waris Ashabah

Ini adalah kelompok ahli waris yang berhak atas warisan meskipun bagian-bagiannya tidak dijelaskan dalam al-Qur'an atau hadis Nabi. Mereka memiliki hak kedua setelah ahli waris ashab al-furudh. Kelompok ini termasuk ahli waris yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pewaris, baik melalui garis keturunan lurus maupun melalui hubungan lainnya.

3. Ahli Waris Dzawu al-Arham

Kelompok ini terdiri dari kerabat pewaris yang memiliki hubungan keluarga dengan pewaris tetapi tidak termasuk dalam kelompok ahli waris ashab al-furudh atau ashabah. Mereka juga memiliki hak atas warisan, tetapi bagian-bagiannya tidak dijelaskan dengan jelas dalam al-Qur'an atau hadis.

Pembagian Ahli Waris

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis. Tidak hanya memberikan penjelasan tentang siapa saja yang tergolong sebagai ahli waris, Al-Qur'an dan haids juga memberikan petunjuk tentang pembagian harta warisan kepada para ahli waris.

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis menjelaskan pembagian ahli waris dalam setiap kelompok berdasarkan jenis kelamin, hubungan keluarga, dan jumlah anggota dalam kelompok. Pembagian ini mengacu pada prinsip-prinsip hukum waris dalam Islam yang menetapkan proporsi bagian warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan status dan kedekatan hubungan dengan pewaris.

Berikut adalah penjelasan mengenai pembagian warisan berdasarkan Hukum Islam:

1. Anak Perempuan

Jika seorang anak perempuan adalah satu-satunya ahli waris dari pewaris, maka ia berhak atas setengah dari harta warisan. Jika terdapat dua anak perempuan atau lebih, dan tidak ada anak laki-laki dalam ahli waris, maka mereka berhak atas dua pertiga dari harta warisan.

2. Cucu Perempuan

Jika cucu perempuan adalah satu-satunya ahli waris dari pewaris dan tidak ada cucu laki-laki, maka ia berhak atas setengah dari harta warisan. Jika terdapat dua cucu perempuan atau lebih, dan tidak ada cucu laki-laki dalam ahli waris, maka mereka berhak atas dua pertiga dari harta warisan. Jika cucu perempuan bersama dengan seorang anak perempuan lain, mereka berhak atas satu per enam dari harta warisan.

3. Ibu

Jika pewaris memiliki anak atau cucu atau dua orang saudara atau lebih, ibu pewaris berhak atas satu per enam dari harta warisan. Jika pewaris tidak memiliki anak, cucu, atau saudara laki-laki, ibu pewaris berhak atas sepertiga dari harta warisan.

4. Ayah

Jika pewaris memiliki anak laki-laki atau cucu laki-laki, ayah pewaris berhak atas satu per enam dari harta warisan. Jika pewaris tidak memiliki anak laki-laki atau cucu laki-laki, ayah pewaris berhak atas sepertiga dari harta warisan atau sisa harta jika ada.

5. Suami (Duda)

Jika suami pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu, ia berhak atas setengah dari harta warisan. Jika suami pewaris memiliki anak atau cucu, ia berhak atas seperempat dari harta warisan.

6. Istri (Janda)

Jika istri pewaris tidak memiliki anak atau cucu, ia berhak atas seperempat dari harta warisan. Jika istri pewaris memiliki anak atau cucu, ia berhak atas satu per delapan dari harta warisan. 

5 dari 5 halaman

Pedoman Pembagian Warisan Berdasarkan Hukum Islam

Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Sumber utama hukum Islam tersebut secara rinci juga memberikan pedoman terkait cara pembagian warisan dan siapa saja yang berhak menerima warisan. Cara pembagian warisan dalam hukum Islam adalah sebagai berikut:

1. Tentukan Ahli Waris dan Bagian Masing-Masing

Pertama-tama, identifikasi siapa saja ahli waris yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ini bisa termasuk suami, istri, anak-anak laki-laki dan perempuan, orang tua, dan lain sebagainya. Setiap ahli waris akan memiliki bagian yang berbeda-beda tergantung pada hubungan dengan almarhum dan prinsip-prinsip hukum waris Islam.

2. Tentukan Asal Masalah

Asal Masalah adalah bilangan terkecil yang bisa membagi habis semua penyebut yang ada dalam pembagian warisan, baik itu bagian pasti ahli waris (dzawil furûdl) atau semua ahli waris adalah ashabah (penerima sisa). Ini akan membentuk dasar perhitungan dalam pembagian harta.

3. Tentukan Siham

Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian Asal Masalah dengan bagian pasti masing-masing ahli waris (dzawil furûdl). Siham akan menentukan besar bagian yang diterima oleh setiap ahli waris.

4. Tentukan Majmu’ Siham

Majmu’ Siham adalah jumlah total dari semua siham yang dihitung dari ahli waris yang berbeda.

5. Pembagian Warisan

Berdasarkan perhitungan Asal Masalah, siham, dan jumlah ahli waris, lakukan pembagian harta warisan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum waris Islam. Bagian pasti akan diberikan terlebih dahulu kepada ahli waris yang memiliki hak dzawil furûdl, seperti istri atau ibu, dan sisanya akan dibagikan kepada ashabah atau penerima sisa.

Langkah-langkah tersebut diaplikasikan untuk menghitung pembagian harta warisan berdasarkan hubungan dan status masing-masing ahli waris. Bagian harta warisan dihitung berdasarkan Asal Masalah, siham, dan jumlah ahli waris yang terlibat. Semua perhitungan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip hukum waris Islam yang telah dijelaskan dalam referensi yang diberikan.

Selain itu, dalam praktiknya, keadaan nyata seperti adanya hutang, wasiat, atau kondisi-kondisi lain juga dapat mempengaruhi pembagian harta warisan.