Liputan6.com, Jakarta Hukum riba adalah sesuatu yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, Hadis dan Ijma’. Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.
Secara istilah fuqaha’ (ahli fiqih) dalam agama Islam, pengertian riba adalah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus. Dengan begitu, hukum riba adalah haram dan hal ini juga disampaikan dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004.
Ada berbagai ayat dalam surat Al-Qur’an yang menjelaskan terkait hukum riba. Selain itu, dalam Hadis juga banyak sekali didapatkan dalil hadits yang mengharamkan riba. Hal ini karena riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas mengenai hukum riba menurut MUI, Al-Qur’an, dan hadis yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Senin (28/8/2023).
Hukum Riba Adalah
Sebelum mengetahui hukum riba, anda perlu mengenal apa itu riba. Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.
Secara umum, riba adalah suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut timbangan syara’ yang terjadi saat akad berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima barang baik terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja.
Riba memiliki sejarah yang sangat panjang dan praktiknya sudah dimulai semenjak bangsa Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke Islaman. Riba adalah salah satu perbuatan yang memiliki konsekuensi sangat serius.
Sehingga hukum riba adalah haram dan bagi yang menjalankannya akan mendapatkan dosa oleh Allah SWT. Mengutip dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjajikan sebelumnya.
Beberapa dalil yang digunakan MUI dalam pengharaman bunga sebagai riba adalah Al-Qur’an Surat Al Imran ayat 130, Surat Al-Baqarah ayat 278 dan Surat Al-Baqarah Ayat 275 serta hadis yang diriwayatkan Muslim dan hadits riwayat Ibnu Majah.
Selain itu, dalil yang digunakan MUI dalam pengharaman bunga bank sebagai riba adalah pendapat ulama, antara lain Imam Nawawi (al-Majmu), Ibnu al-Araby (Ahkam Alquran), al-Aini (Umdah al-Qari), dan Muhammad Abu Zahrah (Buhuts fi al-Riba).
Advertisement
Dalil yang Mengharamkan Riba
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa MUI menggunakan berbagai dalil dari Al-Qur’an dan Hadis untuk dijadikan sebagai sumber hukum riba. Berikut ini beberapa dalil dalam Al-Qur’an dan Hadis tentang mengharamkan riba.
1. Surat Al-Baqarah Ayat 278
Allah Swt. berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 278)
2. Surat Al-Baqarah Ayat 275
Allah Swt. berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)
3. Surat Al Imran Ayat 130
Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba” (Ali ‘Imran: 130)
Selain itu, dalam Hadis juga banyak sekali didapatkan dalil yang mengharamkan riba. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
Artinya: “Rasulullah SAW telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka semua sama.”
Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! وَذَكَرَ مِنْهُنَّ: آكِلَ الرِّبَا.
Artinya: “Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran,” dan beliau menyebutkan di antaranya, “Memakan riba.”
Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliah, sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah. Berikut ini penjelasannya:
1. Riba Qardh
Pada jenis ini, riba adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap kreditur (muqtaridh).
2. Riba Jahiliyyah
Pada jenis ini, riba adalah utang dibayar lebih dari pokoknya, karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu jatuh tempo.
3. Riba Fadhl
Pada jenis ini, riba adalah pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4. Riba Nasi’ah
Pada jenis ini, riba adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Advertisement