Sukses

Ciri Ikan Terkontaminasi Limbah Nuklir PLTN Jepang, Ahli Minta Waspadai

Kontaminasi terlihat jika pengukuran aktivitas radioaktif ikan tersebut tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Pembuangan limbah radioaktif dari PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Jepang ke perairan Samudra Pasifik pada 24 Agustus 2023, memicu kekhawatiran dari berbagai pihak. Limbah nuklir yang dibuang sebanyak 1 juta metrik ton.

Kekhawatiran utama muncul terkait dampaknya pada konsumsi ikan impor dari laut Jepang. Bagaimana ciri ikan yang terkontaminasi limbah nuklir radioaktif?

Ciri ikan yang terkontaminasi limbah nuklir, dapat diidentifikasi melalui pengukuran aktivitas radioaktif dan analisis laboratorium. Kontaminasi terlihat jika pengukuran aktivitas radioaktif ikan tersebut tinggi.

Menurut badan perikanan Jepang pada tanggal 26 Agustus 2023, tidak ada anomali radioaktif yang ditemukan pada ikan yang diuji di perairan tersebut. Pernyataan ini muncul hanya dua hari setelah Negeri Sakura melepas limbah air nuklir ke laut lepas.

Namun, pakar Greenpeace menekankan bahaya tingkat isotop radioaktif karbon-14 dalam air yang tercemar. Misalnya, karbon-14 tetap berbahaya selama ribuan tahun dan dapat menyebabkan kerusakan genetik, hal ini harus diwaspadai.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang ciri ikan yang terkontaminasi limbah nuklir, Rabu (30/8/2023).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Aktivitas Radioaktif Tinggi Pengaruhi Ikan

Ikan-ikan yang terkontaminasi limbah nuklir memiliki beberapa ciri yang dapat diidentifikasi melalui pengukuran aktivitas radioaktif dan analisis laboratorium. Salah satu contohnya ikan tuna sirip biru, yang merupakan spesies yang sangat berharga dan sangat sensitif terhadap dampak kontaminasi radioaktif.

Menurut laporan dari The Guardian, pada 2012 lalu ditemukan ikan tuna sirip biru yang terbukti terkontaminasi radioaktif. Limbah ini diyakini berasal dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi.

Para ilmuwan AS menemukan sejumlah kecil kandungan cesium-137 dan cesium-134 terdeteksi pada sirip biru yang ditangkap di dekat San Diego. Tingkat radioaktivitas ini sekitar 10 kali lebih tinggi daripada yang ditemukan pada ikan tuna di wilayah yang sama pada tahun-tahun sebelum ada penemuan ini.

Terlepas dari kekhawatiran banyak orang soal impor ikan dari Jepang, pemerintah Jepang memberikan pernyataan resmi terkait keadaan ikan-ikan di perairan sekitar pembangkit nuklir Fukushima. Ini merupakan tanggapan terhadap kritik keras yang dihadapi Jepang karena pembuangan air radioaktif ke Samudera Pasifik pada 24 Agustus 2023 lalu.

Limbah nuklir yang dilepaskan oleh Jepang berasal dari Fukushima, sebuah pembangkit nuklir yang mengalami kerusakan serius akibat gempa dan tsunami pada tahun 2011. Pada saat itu, terjadi gempa bermagnitudo 9.0 di lepas pantai Jepang yang menyebabkan kerusakan signifikan pada tiga reaktor nuklir.

Sejak saat itu, operator pembangkit Tempco, melakukan upaya pengumpulan dan pemrosesan air sebanyak 1,34 juta ton. Air ini sebelumnya digunakan untuk mendinginkan sisa-sisa reaktor yang masih mengandung tingkat radioaktivitas yang tinggi. Setelah melalui proses penyulingan, air limbah ini dilepaskan ke Samudra Pasifik.

 

3 dari 4 halaman

Jepang Klaim Aman dari Radioaktif

Menurut badan perikanan Jepang pada tanggal 26 Agustus 2023, tidak ada anomali radioaktif yang ditemukan pada ikan yang diuji di perairan tersebut. Pernyataan ini muncul hanya dua hari setelah Negeri Sakura melepas limbah air nuklir ke laut lepas.

Tokyo Electric Power Company (Tepco), operator pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi, telah berkomitmen untuk terus melakukan pengujian dan pemantauan kondisi air setiap harinya. Melansir dari Kyodo, dijelaskan bahwa Tepco menyatakan perairan yang diuji tidak mengandung tingkat tritium isotop radioaktif yang terdeteksi.

Pada tanggal 25 Agustus, air laut di dekat fasilitas nuklir Fukushima diuji dan ditemukan mengandung kurang dari 10 becquerels tritium per liter.

Hasil ini berada di bawah batas yang telah ditentukan oleh Jepang sendiri sebesar 700 becquerels dan jauh di bawah batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 10.000 becquerels untuk air minum. Tritium adalah isotop hidrogen yang dapat dihasilkan oleh kegiatan nuklir dan sulit dipisahkan dari air.

4 dari 4 halaman

Ahli Tegaskan Radioaktif Bertahan Ribuan Tahun

Pakar nuklir dari Greenpeace menekankan bahaya tingkat isotop radioaktif karbon-14 dalam air yang tercemar. Misalnya, karbon-14 tetap berbahaya selama ribuan tahun dan dapat menyebabkan kerusakan genetik.

Akibatnya, pembuangan air limbah nuklir ke laut berpotensi memberikan dampak besar terhadap migrasi ikan secara global. Termasuk memengaruhi kesehatan manusia dan keselamatan ekosistem laut.

Melansir dari Global Times, Asosiasi Pasar Ikan Suva di Fiji mengekspresikan keprihatinan atas risiko besar limbah nuklir yang dibuang ke Samudra Pasifik. Mereka menekankan bahwa limbah tersebut bisa menjadi racun dalam tingkat tertentu.

Dampaknya merusak ikan, rumput laut, karang, dan mata pencaharian penduduk setempat.

"Kami sangat prihatin dengan sikap Pemerintah Fiji yang menyatakan air limbah itu aman," tegas Mariwai.

Reaksi internasional dan keprihatinan terus berkembang akan dampak pembuangan limbah nuklir Jepang. Meskipun Jepang mempertahankan keamanannya, kekhawatiran yang dipicu oleh para ahli dan komunitas global menunjukkan bahwa tindakan ini memiliki dampak buruk atau risiko lebih luas daripada yang terlihat.

Para ahli meyakini, wilayah yang pertama kali terkena dampak adalah perairan di lepas pantai Pasifik Jepang, terutama di sekitar Prefektur Fukushima. Arus laut yang sangat kuat di pantai Fukushima, membuat bahan radioaktif yang dilepaskan diperkirakan akan menyebar ke berbagai wilayah di seluruh Samudra Pasifik hanya dalam waktu 57 hari setelah pembuangan pertama.

Bahkan lebih mengkhawatirkan, bahan radioaktif tersebut bisa mencapai seluruh samudra di dunia dalam satu dekade.

Melansir dari China Global Television Network (CGTN), profesor Hukum Internasional di Dalian Maritime University, Zhan Yanqiang, mengkritik tindakan Jepang sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan laut dan masyarakat global.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.