Sukses

Hadits Taqriri Adalah Hadis Persetujuan Nabi, Pahami Definisi dan Contohnya

Hadits Taqriri adalah segala ketetapan atau keputusan Nabi terhadap apa yang datang dilalukan oleh para sahabatnya.

Liputan6.com, Jakarta Hadits Taqriri adalah salah satu hadis yang banyak dijadikan pedoman bagi para ulama. Hadits adalah sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an. Secara istilah, hadits adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun pengakuan.

Berdasarkan sifatnya, hadits sendiri dibagi menjadi empat bagian, salah satunya hadits Taqriri atau hadits Taqririyah. Hadits Taqriri adalah segala ketetapan atau keputusan Nabi terhadap apa yang datang dilalukan oleh para sahabatnya.

Secara sederhana, hadits Taqriri adalah hadis yang menjelaskan tentang perbuatan para sahabat yang telah diikrarkan oleh Rasulullah SAW. Salah satu contoh dari hadits Taqriri adalah sikap Rasulullah SAW yang membiarkan para sahabat membakar dan memakan daging biawak.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai definisi hadits Taqriri dan contohnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (1/9/2023).

2 dari 3 halaman

Hadits Taqriri Adalah

Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, hadits Taqriri adalah segala ketetapan atau keputusan Nabi terhadap apa yang datang dilalukan oleh para sahabatnya. Sedangkan menurut Kementerian Agama atau Kemenag RI, hadits Taqriri adalah perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu.

Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :

Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.

Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan keberatan untuk diperbuat. Sebab seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesalahan. Sedangkan Nabi bersifat terhindar dari kesalahan.

Sikap Nabi SAW yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil Taqriri yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian secara syara’.

Mengutip dari buku yang berjudul Pendidikan Agama Islam Era Modern (2019) karya Dr. Hasbi, menjelaskan bahwa hadits Taqriri adalah segala hadis yang berupa ketetapan atau keputusan Nabi SAW. Membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.

3 dari 3 halaman

Contoh Hadits Taqriri

Supaya anda lebih memahami pengertian dari hadits Taqriri, anda perlu mengetahui contoh dari hadits ini. Berikut contoh hadits Taqriri, yakni:

1. Dalam buku yang berjudul Pendidikan Agama Islam Era Modern (2019) karya Dr. Hasbi, contoh hadits Taqriri adalah sikap Rasulullah SAW yang membiarkan para sahabat membakar dan memakan daging biawak.

2. Dalam buku yang berjudul Hadits Ahkam Ekonomi (2021) karya Iwan Permana, menjelaskan tentang contoh hadits Taqriri adalah sikap Rasulullah SAW yang memberikan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang sholat pada suatu peperangan, yaitu sebagai berikut:

“Janganlah seorangpun sholat Ashar kecuali nanti di Bani Quraidhah.”

3. Contoh lainnya yakni sholat sunnah syukril Wudhu. Dari Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam berkata, kepada Bilal rodhiallohu ‘anhu ketika sholat Fajar (Subuh): “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga”.

Bilal berkata; “Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu’) pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu sholat dengan wudhu’ tersebut disamping sholat wajib” [HR Bukhori 1081]

4. Contoh berikutnya yakni tentang tayamum, berikut anda simak haditsnya:

Abu Sa'id Al Khudri ra ia berkata: "Pernah ada dua orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air, lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan melakukan shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan hal itu. Maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: 'Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah cukup'. Dan beliau juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: 'Bagimu pahala dua kali". (HR. ad-Darimi).