Sukses

Mengenal Karmin Pewarna Alami dari Serangga, Begini Hukumnya dalam Islam

Karmin adalah salah satu jenis pewarna alami.

Liputan6.com, Jakarta Karmin adalah salah satu jenis pewarna alami yang biasa digunakan sebagai pewarna makanan dan kosmetik. Pewarna karmin dihasilkan dari tubuh betina serangga Cochineal yang telah dikeringkan dan dihancurkan.

Pewarna ini mengandung senyawa yang disebut asam karminat, yang memberikan warna merah cerah yang umumnya digunakan untuk memberi warna pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti permen, minuman ringan, yogurt, es krim, dan produk-produk lainnya.

Karakter warna merah atau merah muda yang dihasilkan oleh karmin, membuat salah satu pewarna alami ini sering juga digunakan sebagai pewarna kosmetik, terutama lipstik. Karmin adalah salah satu dari beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam banyak regulasi makanan internasional, termasuk oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Lalu bagaimana aturan penggunaan karmin sebagai pewarna makanan dan kosmetik di Indonesia, bagaimana pula hukumnya dalam Islam? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (27/9/2023).

2 dari 6 halaman

Apa itu pewarna karmin?

Karmin adalah pewarna alami yang digunakan dalam industri makanan dan minuman untuk memberikan warna merah atau merah muda. Pewarna ini berasal dari serangga yang dikenal sebagai Cochineal atau Cochinilla (Dactylopius coccus). Karmin adalah salah satu dari beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam banyak regulasi makanan internasional, termasuk oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Pewarna karmin dihasilkan dari tubuh betina serangga Cochineal yang telah dikeringkan dan dihancurkan. Pewarna ini mengandung senyawa yang disebut asam karminat, yang memberikan warna merah cerah yang umumnya digunakan untuk memberi warna pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti permen, minuman ringan, yogurt, es krim, dan produk-produk lainnya.

Sebagian besar pewarna karmin yang digunakan dalam industri makanan adalah produk yang sangat diolah dan tidak mengandung sisa-sisa serangga. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan akan alternatif pewarna alami, beberapa produsen makanan telah mencari pengganti lain yang lebih ramah vegan atau vegetarian.

Penting untuk dicatat bahwa beberapa individu mungkin memiliki reaksi alergi terhadap pewarna karmin, meskipun reaksi alergi terhadapnya jarang terjadi. Selain itu, karena perubahan regulasi dan preferensi konsumen, beberapa produsen mungkin mulai mencari alternatif lain untuk pewarna ini dalam produk makanan mereka.

3 dari 6 halaman

Mengenal Serangga Cochineal yang Menjadi Bahan Karmin

Cochineal, atau Cochinilla (Dactylopius coccus), adalah serangga kecil yang menjadi sumber pewarna alami yang digunakan dalam berbagai aplikasi. Serangga ini berasal dari Amerika tropis dan subtropis, dan pewarna cochineal telah digunakan oleh suku asli di Amerika sebelum kedatangan penjelajah Spanyol. Pewarna ini dihasilkan dari tubuh serangga betina Cochineal yang dikeringkan dan dihaluskan, menghasilkan warna merah tua, merah muda, oranye, dan berbagai warna lainnya.

Kandungan utama dalam pewarna cochineal adalah cochinealin atau asam karminat, yang memberikan warna merah yang kuat. Selain itu, pewarna ini juga mengandung gliseril miristat (lemak) dan coccerin (lilin cochineal). Proses produksi pewarna cochineal melibatkan pengambilan serangga Cochineal dari tanaman kaktus tempat mereka hidup dengan hati-hati. Serangga tersebut kemudian dibunuh dengan berbagai cara, seperti direndam dalam air panas atau terkena sinar matahari.

Meskipun pewarna cochineal telah digantikan oleh pewarna sintetis dalam banyak aplikasi, ia masih digunakan terutama dalam kosmetik dan minuman. Kekuatan pewarnaannya berasal dari cochinealin, yang diperoleh dengan merebus serangga cochineal dalam air.

Penting untuk dicatat bahwa untuk menghasilkan pewarna cochineal yang signifikan, diperlukan jumlah serangga yang sangat besar, sekitar 70.000 serangga Cochineal untuk menghasilkan satu pon pewarna. Namun, pengumpulan serangga ini juga telah menjadi perhatian karena dampaknya terhadap ekosistem kaktus tempat mereka hidup.

4 dari 6 halaman

Penggunaan Pewarna Karmin

Karmin adalah pewarna alami yang berasal dari serangga Cochineal atau Cochinilla (Dactylopius coccus). Ini digunakan dalam berbagai aplikasi untuk memberikan warna merah atau merah muda yang intens. Berikut adalah beberapa contoh penggunaan karmin:

1. Pewarna Makanan dan Minuman

Karmin digunakan dalam makanan dan minuman untuk memberikan warna merah. Ini dapat ditemukan dalam permen, es krim, minuman beralkohol, saus tomat, yogurt, dan banyak produk makanan lainnya. Karmin adalah alternatif alami untuk pewarna sintetis.

2. Pewarna Kosmetik

Karmin sering digunakan dalam produk kosmetik seperti lipstik, lip gloss, blush, dan eyeshadow untuk memberikan warna merah atau merah muda pada produk tersebut. Ini memberikan tampilan yang menarik dan tahan lama pada kosmetik.

3. Cat

Dalam industri cat, karmin digunakan sebagai pigmen untuk memberikan warna merah atau oranye pada cat. Ini bisa digunakan dalam cat dinding, cat kuku, dan produk cat lainnya.

4. Farmasi

Beberapa produk farmasi, terutama tablet obat yang bersifat kunyah atau tablet hisap, mungkin menggunakan karmin sebagai pewarna untuk membantu membedakan produk atau memberikan warna tertentu.

5. Tekstil

Karmin juga digunakan dalam industri tekstil untuk memberikan warna merah pada kain. Ini adalah alternatif alami untuk pewarna sintetis dalam produksi pakaian dan kain berwarna merah.

6. Seni dan Kerajinan

Dalam seni dan kerajinan tangan, karmin dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam cat air, cat akrilik, dan berbagai proyek kerajinan lainnya.

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan karmin dalam produk makanan dan kosmetik harus sesuai dengan regulasi keamanan makanan dan kosmetik yang berlaku di berbagai negara. Beberapa individu juga mungkin memiliki alergi terhadap karmin, jadi produsen sering harus mencantumkan keberadaan pewarna ini dalam daftar bahan pada label produk.

5 dari 6 halaman

Hukum Pewarna Karmin Menurut Fatwa MUI

Mengingat karmin digunakan sebagai pewarna makanan dan kosmetik, tentu penting bagi umat Islam untuk memahami hukum penggunaan pewarna alami ini. Ada perbedaan pendapat mengenai hukum penggunaan karmin sebagai pewarna makanan dan kosmetik.

Menurut Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), penggunaan pewarna karmin yang berasal dari serangga Cochineal adalah halal. Pada tahun 2011 MUI melalui Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 dikeluarkan pertimbangan bahwa Cochineal adalah serangga yang hidup di atas kaktus, mengkonsumsi kelembaban dan nutrisi dari tanaman, dan darahnya tidak mengalir. Fatwa tersebut didasarkan pada beberapa dalil, salah satunya hadis berikut:

“Dari Abdullah ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: dihalalkan bagi orang muslim dua bangkai dan dua darah; sedang dua bangkai ialah ikan dan belalang, sedang dua darah ialah hati dan limpa.” (HR. Ahmad)

Oleh karena itu, pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal dianggap halal, asalkan pewarna tersebut bermanfaat dan tidak membahayakan.

Namun, dalam penggunaan pewarna karmin, perlu diperhatikan bahwa seringkali diperlukan bahan tambahan seperti bahan pelarut, bahan pelapis, dan bahan pengemulsi agar warna tetap cerah, tidak mudah pudar, dan stabil. Beberapa dari bahan tambahan ini dapat berasal dari hewan, seperti gelatin yang digunakan sebagai bahan pelapis. Oleh karena itu, MUI juga menekankan bahwa bahan tambahan ini harus berasal dari hewan yang halal dan diproses secara halal.

Dengan demikian, keseluruhan produk pewarna karmin yang digunakan dalam makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan kehalalan, termasuk bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan pewarna tersebut. Ini penting untuk memastikan bahwa produk akhir tetap sesuai dengan prinsip-prinsip halal dalam Islam.

6 dari 6 halaman

Hukum Pewarna Karmin Menurut Fatwa Bahtsul Masail PWNU Jatim

Menurut Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU) Jatim, zat pewarna karmin yang berasal dari serangga dianggap haram dan najis untuk dikonsumsi. Keputusan ini diambil setelah pertimbangan berdasarkan aspek keagamaan dan hukum Islam. Pewarna karmin sering kali diidentifikasi dalam makanan atau produk make-up dengan kode E-120, dan untuk itu, disarankan agar masyarakat menghindari produk-produk yang mengandung kode ini.

Pada bahtsul masail tersebut, disebutkan bahwa penggunaan karmin diharamkan menurut Imam Syafi'i, dan Bahtsul Masail NU Jatim adalah penganut Madzhab Syafi'iyah. Keputusan ini mengacu pada pandangan dalam Madzhab Syafi'i yang memandang bahwa bangkai serangga (hasyarat) dianggap najis dan menjijikkan. Oleh karena itu, konsumsi produk yang mengandung pewarna karmin dari serangga dilarang dalam pandangan Madzhab Syafi'i yang dianut oleh NU Jatim.

Namun, perlu diingat bahwa dalam konteks fikih Islam, terdapat perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab fikih. Sebagian mazhab, seperti Madzhab Maliki, memiliki pandangan yang berbeda tentang konsumsi bangkai serangga. Bahtsul Masail NU Jatim menegaskan bahwa dalam pandangan mereka, karmin dari serangga adalah haram dan najis berdasarkan Madzhab Syafi'i.