Sukses

Larangan Rebo Wekasan, Benar Fakta Atau Mitos?

Beberapa mitos tersebut melibatkan larangan Rebo Wekasan yang harus dihindari pada hari tersebut

Liputan6.com, Jakarta Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi perayaan yang jatuh pada Rabu terakhir bulan Safar. Tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Selama perayaan, masyarakat melakukan berbagai ritual dan menghindari larangan Rebo Wekasan dengan tujuan untuk menolak bala atau musibah yang dianggap dapat terjadi pada hari tersebut. 

Tradisi ini juga didasari oleh berbagai mitos yang masih dipercayai oleh masyarakat Indonesia. Beberapa mitos tersebut melibatkan larangan Rebo Wekasan yang harus dihindari pada hari tersebut. Beberapa orang menganggap Rebo Wekasan sebagai hari “sial” karena diyakini segala musibah diturunkan ke Bumi pada hari itu. 

Meski identik dengan penganut agama Islam di Indonesia, larangan Rebo Wekasan tidak ditemukan dalam dalil manapun. Nampaknya, berbagai pantangan di hari Rabu wekasan hanya merupakan bagian dari tradisi masyarakat yang tidak ada dalam syariat Islam. Berikut larangan Rebo Wekasan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (27/9/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Larangan Menikah

Dalam beberapa tradisi ada larangan untuk menikah di bulan Safar terutama di hari Rebo Wekasan. Kepercayaan ini memiliki akar sejarah yang panjang dan diyakini muncul sejak zaman Majapahit. Masyarakat yang meyakini ini percaya bahwa menikah pada saat Rebo Wekasan dapat membawa musibah dan kesialan, seperti konflik dalam rumah tangga, kesulitan mendapatkan rejeki, atau risiko terkena penyakit. 

Kebanyakan masyarakat memilih untuk menunda pernikahan hingga bulan lain yang dianggap lebih baik untuk melangsungkan pernikahan. Dalam ajaran Islam bulan Safar sebenarnya adalah bulan yang barokah, hanya saja beberapa daerah di Indonesia melihatnya sebagai bulan yang membawa sial, terutama pada hari Rabu terakhir di bulan Safar (Rebo Wekasan).

2. Larangan Melakukan Perjalanan Jauh

Larangan Rebo Wekasan selanjutnya adalah keluar rumah dan melakukan perjalanan jauh. Beberapa masyarakat daerah, terutama di Cirebon, percaya bahwa melakukan perjalanan di hari Rebo Wekasan dapat membawa musibah, seperti kecelakaan dan berbagai jenis malapetaka. 

Bahkan, ada keyakinan dari masa Arab Jahiliyah yang menyatakan bahwa angin pada akhir bulan Safar dapat membawa penyakit bagi seseorang yang keluar rumah. Oleh sebab itu masyarakat yang mempercayai larangan ini memilih tetap tinggal di rumah dengan keluarga dan membaca doa agar terhindar dari marabahaya.

3. Tidak Membuka Usaha Baru

Larangan lain yang terkait dengan Rebo Wekasan adalah larangan membuka usaha baru. Masyarakat dianjurkan untuk menghindari pembukaan usaha pada hari tersebut karena diyakini dapat membawa kesialan, seperti sepinya pembeli pada hari pertama pembukaan usaha atau bahkan kebangkrutan usaha yang lebih lanjut.

3 dari 4 halaman

4. Tidak Membeli Barang-barang Mahal

Selain membuka usaha baru, masyarakat juga dilarang membeli barang-barang mahal pada Rebo Wekasan. Hal ini dilakukan untuk menghindari perilaku boros yang dapat membawa nasib buruk dari barang-barang mahal tersebut.

5. Dilarang Berhubungan Seksual

Rebo Wekasan juga dianggap sebagai waktu yang tidak tepat untuk berhubungan seksual, terutama bagi pasangan suami istri. Hal ini dikaitkan dengan keyakinan bahwa energi negatif dan unsur-unsur mistis yang kuat pada saat tersebut dapat membawa kesialan.

6. Pantang Melakukan Pekerjaan Ekstrem

Masyarakat Cirebon juga menghindari melakukan pekerjaan yang tergolong ekstrem pada Rebo Wekasan untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan. Mereka lebih memilih untuk membantu orang lain, seperti memberikan sedekah kepada anak-anak yatim dan kaum jompo, serta mempererat tali silaturahmi.

 

4 dari 4 halaman

Mitos Atau Fakta

Dalam pandangan Islam kepercayaan tentang Rebo Wekasan yang dianggap sebagai hari pembawa sial adalah mitos. Istilah "Safar" dalam bahasa Arab memiliki arti "kosong." Istilah ini mungkin berasal dari kebiasaan masyarakat Arab kuno yang sering melakukan perjalanan di bulan Safar dan menyebabkan tempat-tempat menjadi sepi atau kosong. Pengosongan tempat-tempat ini dalam bahasa Arab disebut Safar.

Masyarakat Arab kuno juga mengaitkan istilah "Safar" dengan penyakit yang muncul di perut. Penyakit ini digambarkan sebagai sesuatu yang mematikan seperti wabah menular. Karena anggapan ini bulan Safar kemudian diidentikan sebagai bulan yang membawa sial.

Namun Nabi Muhammad SAW membantah bulan Safar sebagai bulan sial. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,

“Tidak ada wabah [yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah], tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa." (HR Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Dengan kata lain, dalam Islam, anggapan bahwa bulan Safar maupun Rebo Wekasan membawa sial adalah mitos yang tidak memiliki dasar agama atau ilmiah yang kuat. Rasulullah SAW sendiri mengajarkan umatnya untuk tidak percaya pada keyakinan tersebut dan menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh berkah dan rahmat Allah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.