Sukses

Merekam Orang Diam-Diam untuk Konten Media Sosial Bisa Kena Pidana? Simak Lengkapnya

Merekam orang secara diam-diam tanpa adanya izin kepada yang bersangkutan dan kemudian diviralkan atau diunggah ke media sosial merupakan sesuatu yang melanggar hukum.

Liputan6.com, Jakarta Tidak jarang kita menjumpai di media sosial tentang konten yang menampilkan seseorang sedang direkam atau dipotret secara diam-diam oleh orang lain dengan berbagai macam tujuan. Hal ini menjadi perdebatan banyak orang terkait, adakah hukum yang menjeratnya?

Membuat konten di media sosial seakan menjadi kebutuhan, bahkan bisa dijadikan sebagai mata pencaharian oleh kebanyakan orang. Namun, jika konten yang diunggah di media sosial didapat dari merekam atau memotret orang lain secara diam-diam, maka seseorang tersebut sudah melanggar privasi.

Merekam orang secara diam-diam tanpa adanya izin kepada yang bersangkutan dan kemudian diviralkan atau diunggah ke media sosial merupakan sesuatu yang melanggar hukum. Hal tersebut bisa dikenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai hukum merekam atau memotret secara diam-diam untuk konten media sosial yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (24/10/2023).

2 dari 3 halaman

Bisa Dikenai UU ITE

Tim Ahli Bidang Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) Henry Indraguna, menjelaskan tindakan merekam atau memotret orang secara diam-diam dan menyebarkan di media sosial adalah tindakan yang melanggar hukum.

“Tindakan seseorang yang melakukan perekaman dan menyebarkan di media sosial adalah yang tidak dibenarkan oleh hukum," jelas Henry Indraguna pada Liputan6.com, Kamis, 8 Juni 2023.

Maka terhadap perbuatan pelaku perekam dan penyebar video seorang tersebut dapat dikualifikasikan atau diduga sebagai tindak pidana.

Sedangkan menurut Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Indriyanto Seno Adji mengatakan bahwa bisa tidaknya pelaku perekaman atau pemotretan tanpa izin dipidana, tergantung pada kasusnya. Jika konten yang diambil tanpa izin yang bersangkutan akan mendapatkan pidana.

Perbuatan tersebut bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Terutama, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Adapun, Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur larangan sebagai berikut:

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Kemudian, Pasal 45 ayat (3) UU ITE mengatur soal ancaman pidananya, yang berbunyi:

"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)."

3 dari 3 halaman

Hukum Memotret Orang Secara Diam-diam

Hal yang sama juga akan didapatkan kepada seseorang yang secara sengaja memotret orang lain secara diam-diam dan menggunakannya untuk hal yang tidak baik atau justru diunggah di media sosial akan terjerat UU ITE. Untuk hukuman atau pidananya sendiri sesuai dengan kasusnya.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016).

Pasal 1 angka 1 UU 19/2016, berbunyi:

"Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya."

Pasal 1 angka 4 UU 19/2016, berbunyi:

"Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya."

Tak hanya mengetahui hukum tentang merekam secara diam-diam, kita juga perlu mengetahui undang-undang yang berlaku terkait hukum memotret orang secara diam-diam untuk membuat konten media sosial agar tidak terkena pidana dan lebih berhati-hati mulai sekarang.

Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta, berbunyi:

"Setiap orang dilarang menggunakan, melakukan pengumuman, pendistribusian dan/atau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersil tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya."

Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta, berbunyi:

"Penggunaan potret sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang memuat potret 2 orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari setiap orang yang ada dalam potret atau ahli warisnya."

Namun jika pemotret tersebut mengunggah foto hasil jepretannya ke media sosial tanpa mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari orang yang dipotret, akan dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 115 UU Hak Cipta, yang berbunyi:

"Setiap orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan penggandaan, pengumuman, pendistribusian atau komunikasi atas potret sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 ayat 1 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk penggunaan secara komersil baik dalam media elektronik atau maupun non elektronik dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500 juta."