Sukses

3 Alasan Suami Boleh Menceraikan Istri Menurut Islam, Pahami Hukumnya

Alasan suami boleh menceraikan istri dalam Islam berkaitan dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada suatu rumah tangga

Liputan6.com, Jakarta Alasan suami boleh menceraikan istri dalam Islam perlu dipahami setiap muslim. Pasalnya, banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menganjurkan untuk menghindari perceraian. Sebaliknya, dalam Al-Qur’an lebih banyak ayat yang mendorong pernikahan. Walaupun begitu, terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas mengenai perceraian atau talak. Akan tetapi ayat-ayat tersebut lebih fokus pada pembahasan mengenai bila talak itu terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan.

Perceraian atau talak adalah hal yang diperbolehkan untuk dilakukan dengan kondisi-kondisi tertentu. Hal ini menjadi sebab-sebab perceraian boleh dilakukan dalam pandangan Islam. Asal hukum cerai adalah makruh karena merupakan perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW, bersabda:

”Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak”. (HR. Abu Daud).

Alasan suami boleh menceraikan istri dalam Islam berkaitan dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada suatu rumah tangga. Situasi dan kondisi rumah tangga ini nantinya akan menentukan hukum perceraian tersebut.

Berikut Liputan6.com rangkum dari laman Muhammadiyah, Rabu (25/10/2023) tentang alasan suami boleh menceraikan istri dalam Islam.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Hubungan Suami Istri Kurang Harmonis

Alasan suami boleh menceraikan istri yang pertama yaitu hubungan yang kurang harmonis. Situasi dan kondisi ini tentunya tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Islam, di mana dalam Islam perkawinan sepatutnya dapat memberikan kehidupan yang tentram dan penuh kasih sayang. Allah berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21, yang artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya,  ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar-Rum: 21)

Selain itu, dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) huruf f, disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Jadi, alasan suami boleh menceraikan istri ini bisa menjadi pertimbangan.

3 dari 6 halaman

2. Sakit yang Diderita Istri Menghalangi Persetubuhan, Berlaku pula Sebaliknya

Alasan suami boleh menceraikan istri selanjutnya yaitu karena sakit yang diderita istri menghalangi persetubuhan. Hal ini tentunya juga berlaku sebaliknya, di mana istri boleh meminta bercerai ketika suami mengalami sakit yang dapat menghalangi persetubuhan.

Kondisi ini juga tidak mewujudkan yang diajarkan dalam Islam, yakni bahwa perkawinan merupakan cara yang terhormat dan sah untuk penyaluran nafsu seksual. Dalam ajaran Islam, perkawinan menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri. Dalam al-Qur’an disebutkan:

“Istri-istrimu adalah ( seperti ) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja yang kamu kehendaki.” (QS. al-Baqarah: 223)

Dalam KHI pasal 116 huruf e disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri. Jadi, alasan suami boleh menceraikan istri ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi muslim.

4 dari 6 halaman

3. Tidak memperoleh keturunan

Alasan suami boleh menceraikan istri selanjutnya yaitu karena dalam perkawinan tersebut tidak diperoleh keturunan, padahal Allah SWT menciptakan manusia dengan disertai naluri berkeinginan memiliki keturunan. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 14, yang artinya:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak, …” (QS. Ali Imran: 14)

Itulah 3 alasan suami boleh menceraikan istri. Namun, perceraian merupakan keputusan yang besar dan harus menjalani proses pemikiran yang matang dan benar. Jika mempertahankan pernikahan adalah hal yang lebih baik dan telah ditemukan solusi dari permasalahan yang menjadi sebabnya maka tidak perlu untuk melakukan perceraian.

5 dari 6 halaman

Hukum Perceraian dalam Islam

Hukum perceraian dalam Islam bisa berbeda-beda tergantung dengan kondisi dari pasangan suami-istri yang sedang bermasalah. Para ulama sepakat membolehkan hukum perceraian dalam Islam.

Hukum perceraian dalam Islam menjadi wajib ketika terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.

Sementara itu, cerai hukumnya sunah jika suami sudah tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya) atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.

Lalu ada pula keadaan yang menyebabkan hukum perceraian dalam Islam menjadi haram, yaitu menjatuhkan talak saat istri dalam keadaan haid dan menjatuhkan talak saat melakukan hubungan suami-istri.

Hukum perceraian dalam Islam juga bisa menjadi mubah jika rumah tangga yang dibangun justru memunculkan mudharat untuk pasangan suami-istri dan juga orang lain.

6 dari 6 halaman

Hukum Menceraikan Istri demi Orang Tua

Melansir laman NU Online, M Ibrahim Al-Hafnawi dalam fatwanya menyebutkan dua kondisi berbeda yang umumnya dihadapi oleh masayarakat terkait hukum menceraikan istri demi ibu atau demi orang tua.

Pertama, ada alasan syar’i yang dijadikan landasan tuntutan orang tua agar anaknya menceraikan istrinya. Misalnya, kesulitan istiqamah seorang istri dalam menjaga kehormatan suaminya dan berbagai cara telah gagal ditempuh untuk menuju ishlah. Pada kondisi ini, suami boleh memenuhi permintaan kedua orang tuanya karena memang perkawinannya tidak menemukan jalan pada kebaikan berumah tangga.

Kedua, ayah atau ibu tidak memiliki alasan syar’i dalam menuntut anaknya dalam menalak istrinya. Misalnya, tuntutan itu didasarkan lebih pada kecemburuan kedua orang tua terhadap anak menantunya. Sementara, menantunya merupakan perempuan solehah yang menjaga kewajiban terhadap Allah, dan memenuhi kewajibannya terhadap suami dan anak-anaknya. Pada kondisi ini, Al-Hafnawi menyarankan agar suami tidak memenuhi tuntutan talak kedua orang tuanya dan menganjurkan untuk memberikan pengertian secara perlahan dan kalimat yang santun kepada kedua orang tuanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.