Liputan6.com, Jakarta Apa itu panic buying perlu dipahami oleh setiap orang. Pasalnya, istilah ini belakangan kerap muncul di sosial media maupun pada percakapan sehari-hari. Kamu mungkin pertama kali mendengar istilah ini pada masa pandemi COVID-19.
Banyak sekali barang-barang di pasaran yang mengalami kelangkaan stok dan lonjakan harga berkali-kali lipat. Hal ini seperti halnya yang terjadi di Indonesia beberapa waktu belakangan. Contohnya yaitu pada masa pandemi COVID-19, hand sanitizer hingga masker menjadi langka.
Apa itu panic buying yaitu perilaku membeli barang dan menimbunnya pada saat situasi darurat. Panic buying ini tentunya dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Oleh karena itu, kamu perlu memahaminya serta menghindarinya.
Advertisement
Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (31/10/2023) tentang apa itu panic buying.
Apa itu Panic Buying?
Apa itu panic buying jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia disebut pembelian panik atau kepanikan berbelanja. Mengutip eprints.upj.ac.id, apa itu panic buying adalah perilaku konsumen berupa tindakan orang membeli produk dalam jumlah besar untuk menghindari kekurangan di masa depan (Shou dkk., 2011).
Apa itu panic buying yaitu fenomena di mana masyarakat melakukan penimbunan beberapa barang pada saat terjadi situasi darurat tertentu. Contoh panic buying adalah ketika merebaknya virus COVID-19, barang-barang yang menjadi incaran para konsumen adalah hand sanitizer dan masker. Banyak apotek mengalami kelangkaan stok masker.
Apa itu panic buying terjadi ketika hand sanitizer yang biasanya hanya dijual kisaran harga di bawah Rp 10.000 kini bisa mencapai 3 bahkan 5 kali lipat. Momen ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum curang dengan menimbun beberapa barang dan meraup untung sebanyak-banyaknya.
Mengutip laman Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Surabaya, apa itu panic buying yaitu perilaku membeli suatu kebutuhan dan menimbunnya dalam jumlah yang banyak pada saat terjadi situasi darurat tertentu (Taylor, 2019). Pada laman student-activity.binus.ac.id, apa itu panic buying yaitu aktivitas membeli barang secara berlebihan karena khawatir akan sesuatu hal buruk terjadi. Seseorang yang melakukan panic buying akan menyimpan barang-barang yang dibutuhkan untuk waktu yang lama.
Advertisement
Penyebab Panic Buying
Mengutip dari BBC via Merdeka.com, Steven Taylor, dosen dan psikolog klinis di University of British Columbia, dan penulis buku The Psychology of Pandemics, mengatakan bahwa apa itu panic buying didorong oleh ketakutan, dan keinginan untuk berusaha keras memadamkan ketakutan itu, seperti antrian berjam-jam atau membeli jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Panic buying membuat orang-orang merasa dapat mengontrol situasi, kata para ahli. Dalam keadaa ini, setiap orang merasa perlu melakukan sesuatu yang mereka anggap sebagai tingkat krisis.
Apa itu panic buying berbeda dengan persiapan bencana. Taylor mengatakan pada kasus angin topan atau banjir, kebanyakan orang berpikir adil tentang barang-barang yang mungkin mereka butuhkan jika terjadi pemadaman listrik atau kekurangan air. Hal ini yang menjadi pijakan perbedaan dari persiapan bencana dengan gejala sosial panic buying.
Apa itu panic buying juga dapat dikatakan sebagai mekanisme alami yang dilakukan oleh manusia untuk merespons keadaan darurat di sekitarnya. Ketika manusia merasa tidak memiliki kontrol atas apa yang terjadi di sekelilingnya, mereka akan berupaya untuk memiliki kendali.
Hal ini sejalan dengan kondisi pada pandemi COVID-19. Merebaknya virus corona di beberapa tempat membuat banyak orang tidak memiliki kendali untuk menghentikan infeksi virus. Oleh karena itu usaha untuk mencegah dengan menggunakan masker dan handsanitizer dirasa lebih dapat mereka kontrol. Hal ini kemudian menjelaskan kenapa jumlah permintaan dua barang tersebut begitu melonjak dan mengalami kelangkaan stok serta kenaikan harga.
Cara Mengatasi Panic Buying
Apa itu panic buying tentunya bisa diatasi dengan beberapa cara. Melansir Merdeka, berikut cara mengatasi panic buying:
1. Kebijakan Pembatasan Jumlah Pembelian
Salah satu dampak terjadinya panic buying adalah penggunaan barang yang tidak tepat sasaran. Banyak konsumen yang sengaja membeli masker dalam jumlah banyak padahal memiliki kondisi tubuh yang sehat. Hal ini kemudian merugikan mereka yang sakit dan lebih membutuhkan masker saat stok kosong. Melakukan pembatasan pembelian setidaknya dapat mengurangi dapak buruk panic buying ini.
Untuk menghindari barang yang tidak tepat sasaran, pembatasan jumlah beli dapat menjadi metode yang baik. Tidak hanya untuk masker, tetapi juga untuk bahan-bahan pokok maupun kebutuhan lain seperti tisu toilet. Pembatasan jumlah beli membuat setidaknya lebih banyak orang yang dapat memiliki barang tersebut.
2. Menindak Tegas Oknum yang Curang
Dalam situasi genting, kadang rasa kemanusiaan tersampingkan karena ketakutan. Ada pula yang justru memanfaatkan momen genting untuk meraup untung yang lebih besar. Perlu adanya langkah tegas untuk memberi efek jera pada oknum-oknum semacam ini. Langkah memberi hukuman setidaknya akan menjadi sebuah ancaman dan menimbulkan efek jera pada oknum nakal yang menimbun masker.
Advertisement