Sukses

Apa Penyebab Deja Vu? Ini Kata Peneliti

Mengapa Deja Vu bisa terjadi?

Liputan6.com, Jakarta Deja vu, atau dalam bahasa Perancis yang berarti "sudah terlihat," adalah fenomena misterius yang sering dialami oleh banyak orang. Ini adalah pengalaman psikologis di mana seseorang merasa bahwa saat atau situasi yang sedang terjadi telah terjadi sebelumnya, meskipun mereka tahu bahwa itu adalah pengalaman yang sepenuhnya baru. 

Deja vu seringkali disertai dengan perasaan kuat bahwa individu tersebut telah mengalami momen tersebut sebelumnya dengan rincian yang sangat mirip. Ketika deja vu terjadi, batasan antara masa lalu dan sekarang tampaknya kabur, menciptakan perasaan aneh dan seringkali membingungkan. 

Dirangkai dari berbagai sumber, berikut ini telah Liputan6.com rangkum tentang apa itu dan mengapa Deja vu terjadi, dengan panduan dari seorang psikolog klinis berlisensi, pada Senin (6/11/2023). 

2 dari 5 halaman

Pengertian Deja Vu

Deja vu adalah pengalaman yang umum terjadi di mana seseorang merasa sangat akrab dengan situasi atau peristiwa yang sedang berlangsung, seolah-olah itu adalah pengalaman masa lalu. Dr. Sanam Hafeez, seorang psikolog klinis berlisensi, menggambarkan deja vu sebagai "gelombang keakraban yang kuat dengan momen saat ini," di mana individu merasa seakan-akan mereka telah mengalami momen tersebut sebelumnya, meskipun kenyataannya itu adalah pengalaman yang benar-benar baru.

Deja vu, yang sering dianggap sebagai pengalaman keanehan, bisa jadi sangat kuat, membuat seseorang merasa bahwa mereka sedang menghidupkan kembali pengalaman masa lalu yang konkrit. Sensasi ini bisa menjadi sangat membingungkan, seolah-olah batas antara masa lalu dan sekarang menjadi kabur. Meskipun deja vu mungkin tampak seperti hal yang supranatural, psikolog dan ilmuwan telah lama mencoba untuk merinci penyebab dan mekanisme yang mendasarinya.

3 dari 5 halaman

Penyebab Deja Vu

Meskipun belum ada penjelasan pasti mengenai penyebab deja vu, beberapa teori telah diajukan. Salah satu teori yang telah diusulkan adalah bahwa deja vu mungkin terkait dengan cara otak memproses ingatan. Ini mencakup kemungkinan penundaan atau kesalahan dalam pengambilan ingatan yang mungkin memicu sensasi deja vu. 

Dalam hal ini, otak dapat menganggap pengalaman yang sedang terjadi sebagai pengalaman yang telah disimpan di memori jangka panjang, padahal seharusnya masih dalam proses pengolahan. Selain itu, ada teori lain yang berpendapat bahwa deja vu terkait dengan bagaimana otak memproses informasi melalui berbagai jalur secara bersamaan. 

Dalam situasi seperti ini, kesalahan dalam pemahaman situasi dapat menghasilkan sensasi deja vu. Teori yang lebih kompleks juga telah diajukan, yang melibatkan gagasan tentang ingatan yang disimpan secara kompleks dan saling berhubungan di otak. 

Ini berarti bahwa pengalaman baru dapat menimbulkan perasaan deja vu jika ada kesamaan dengan ingatan sebelumnya yang dihubungkan dalam jaringan ingatan otak.

 
4 dari 5 halaman

Orang yang Mengalami Deja Vu

Deja vu bukanlah pengalaman yang terbatas pada segelintir orang. Sebagian besar orang akan mengalami deja vu setidaknya sekali dalam hidup mereka. Menurut WebMD, sekitar 60% hingga 70% individu yang sehat pernah mengalami bentuk deja vu. Namun, frekuensi dan intensitas deja vu dapat bervariasi antar individu.

Penting untuk dicatat bahwa deja vu lebih mungkin terjadi pada individu yang berusia antara 15 dan 25 tahun. Orang-orang dengan pendidikan lebih tinggi, mereka yang sering bepergian, dan yang mampu mengingat mimpinya juga lebih mungkin mengalami deja vu. Namun, fenomena ini dapat mempengaruhi individu dari segala usia dan latar belakang.

5 dari 5 halaman

Implikasi Medis

Deja vu itu sendiri biasanya bukan kondisi medis yang memerlukan perawatan atau intervensi. Dr. Hafeez menjelaskan bahwa banyak orang mengalaminya pada suatu saat dalam hidup mereka, dan fenomena ini "tidak terkait dengan gangguan medis atau psikologis tertentu." Dalam konteks umum, deja vu adalah pengalaman sementara dan umum yang tidak memerlukan penanganan khusus.

Namun, ada beberapa kondisi medis dan kelainan neurologis yang dapat membuat pengalaman seperti deja vu lebih sering terjadi atau dalam bentuk yang berubah. Beberapa di antaranya meliputi:

  1. Epilepsi: Déjà vu kadang-kadang dilaporkan sebagai aura atau gejala kejang parsial pada penderita epilepsi. Ini bisa menjadi tanda peringatan bahwa kejang akan segera terjadi.
  2. Migrain: Beberapa penderita migrain mungkin mengalami sensasi seperti deja vu sebagai bagian dari auranya sebelum timbulnya sakit kepala.
  3. Epilepsi Lobus Temporal: Bentuk epilepsi spesifik ini dikaitkan dengan kelainan pada lobus temporal otak dan dapat menyebabkan pengalaman deja vu yang sering dan intens.
  4. Skizofrenia: Déjà vu kadang-kadang dilaporkan sebagai gejala skizofrenia, meskipun itu hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan gejala yang terkait dengan gangguan tersebut.
  5. Kecemasan atau Stres: Tingkat kecemasan atau stres yang tinggi terkadang dapat menyebabkan distorsi persepsi dan perasaan tidak nyata, yang mungkin termasuk perasaan seperti deja vu.

Penting untuk dipahami bahwa mengalami deja vu sesekali bukanlah tanda suatu kondisi medis. Namun, jika seseorang sering mengalami episode deja vu yang menyusahkan, terutama jika disertai gejala tidak biasa lainnya, disarankan untuk menjalani evaluasi medis untuk menyingkirkan kondisi medis atau neurologis yang mendasarinya. Dalam kasus seperti ini, tenaga kesehatan profesional dapat melakukan penilaian menyeluruh dan memberikan panduan atau pengobatan yang tepat jika diperlukan.