Sukses

NASA Temukan Lubang Hitam Tertua, Ini Penampakannya

10 hingga 100 juta kali lebih besar dari Matahari.

Liputan6.com, Jakarta NASA kembali membagikan penemuan terbarunya, yaitu lubang hitam supermasif tertua yang pernah ditemukan. Berlokasi di galaksi UHZ-1, lubang hitam ini muncul hanya 470 juta tahun setelah fenomena dahsyat Big Bang yang membentuk alam semesta. 

Keunikan penemuan ini tidak hanya terletak pada usianya yang mengagumkan, tetapi juga pada perjalanan cahayanya yang menempuh jarak 13,2 miliar tahun sebelum akhirnya mencapai teleskop luar angkasa kita. 

Dengan dimensi yang diperkirakan mencapai 10 hingga 100 juta kali lebih besar dari Matahari, lubang hitam ini membuka pintu wawasan baru terhadap awal mula alam semesta yang misterius.

Untuk informasi lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum pada Rabu (8/11/2023). 

2 dari 4 halaman

Keunikan dan Besarnya Lubang Hitam

Lubang hitam supermasif dalam galaksi UHZ-1, meskipun tidak meraih predikat sebagai yang terbesar, menyita perhatian para peneliti karena kebesarannya yang luar biasa pada tahap awal pertumbuhannya. Dengan estimasi ukuran 10 hingga 100 juta kali lebih besar dari Matahari, lubang hitam ini tidak hanya menjadi penanda waktu kuno alam semesta, tetapi juga memberikan petunjuk tentang evolusinya yang spektakuler. 

Para ilmuwan menduga bahwa lubang hitam ini "terlahir secara masif," muncul melalui proses runtuhnya awan gas yang sangat besar. Fenomena ini memberikan petunjuk berharga tentang cara lubang hitam pertama terbentuk pada masa-masa awal alam semesta yang begitu misterius. 

Dengan massa yang diperkirakan berkisar antara 10 hingga 100 juta kali massa Matahari, lubang hitam ini menciptakan keanehan dalam astronomi karena massa tersebut sebanding dengan total massa bintang di galaksi tempatnya berada.

3 dari 4 halaman

Deteksi dan Metode Penelitian

Keberhasilan penemuan ini tidak lepas dari peran kunci dua teleskop luar angkasa NASA, yakni James Webb dan observatorium Chandra. James Webb, yang dikenal sebagai teleskop luar angkasa paling canggih, memainkan peran vital dalam menemukan galaksi UHZ-1 yang berada sangat jauh di luar sana. 

Kemampuannya "melihat kembali ke masa lalu" membuka jendela terhadap kejadian-kejadian kosmik pada tahap-tahap awal alam semesta. Sementara itu, observatorium Chandra, yang telah beroperasi selama seperempat abad sejak peluncurannya pada tahun 1999, membuktikan dirinya sebagai alat yang sangat sensitif terhadap sinar-X, bahkan 100 kali lebih redup dibandingkan teleskop sinar-X sebelumnya.

Pengamatan intensif selama dua minggu dengan bantuan Chandra mengungkapkan keberadaan gas pemancar sinar-X yang intens dan sangat panas di galaksi UHZ-1. Ciri khas ini menjadi penanda keberadaan lubang hitam supermasif yang sedang berkembang. 

Pentingnya observasi ini semakin diperkuat oleh pemanfaatan efek pelensaan gravitasi, suatu fenomena di mana medan gravitasi benda besar memperbesar dan mendistorsi cahaya dari benda di belakangnya. Dengan memanfaatkan efek ini, para peneliti berhasil memperbesar sinyal inframerah yang terdeteksi oleh James Webb, memungkinkan Chandra mendeteksi sumber sinar-X yang redup. 

Kolaborasi dua teleskop ini membuka lembaran baru dalam pemahaman kita tentang lubang hitam supermasif pada era awal alam semesta.

4 dari 4 halaman

Rencana Masa Depan

Penemuan ini menghadirkan implikasi mendalam bagi pemahaman kita tentang evolusi lubang hitam supermasif. Dengan mempertimbangkan massa lubang hitam yang tinggi dan rasio massa lubang hitam terhadap galaksi yang besar, para peneliti menyimpulkan bahwa fenomena ini terjadi hanya 500 juta tahun setelah Big Bang. 

Temuan ini konsisten dengan prediksi pada tahun 2017 tentang "lubang hitam berukuran sangat besar" yang terbentuk melalui runtuhnya awan gas masif. Selain itu, teori lain tentang pembentukan lubang hitam, seperti melalui kematian bintang masif pertama, dikecualikan karena tidak mampu menghasilkan lubang hitam sebesar ini.

Rencana masa depan para peneliti melibatkan pemanfaatan hasil dari James Webb Space Telescope dan data dari teleskop luar angkasa lainnya. Informasi yang dihasilkan diharapkan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang alam semesta awal, memperdalam pengetahuan kita tentang peristiwa-peristiwa luar biasa yang membentuk dasar dari apa yang kita amati sekarang.