Liputan6.com, Jakarta Istishab adalah salah satu metode ijtihad yang digunakan untuk menentukan hukum Islam. Dalam dinamika hukum Islam yang senantiasa berubah seiring perubahan sosial dan perkembangan masyarakat, para ulama selalu berusaha memberikan solusi hukum yang sesuai dengan tuntutan zaman. Di tengah kompleksitas persoalan yang muncul, ijtihad, yaitu usaha para ulama untuk menjelaskan dan merumuskan hukum Islam, memegang peran yang strategis. Ijtihad memungkinkan mereka untuk menghadapi perkembangan sosial dengan tanggap dan memberikan jawaban yang tepat.
Dalam proses ijtihad, para ulama menggali hukum dari berbagai sumber. Dua kelompok sumber utama dalam hukum Islam adalah yang disepakati mayoritas ulama dan yang masih diperdebatkan. Sumber yang disepakati mencakup al-Quran, al-Hadits, Ijma (konsensus ulama), dan Qiyas (analogi). Di sisi lain, ada sumber hukum yang masih diperselisihkan nilai kehujjahannya, seperti istihsan, istishab, 'urf (adat), syar'u man qablana (hukum-hukum agama sebelum kita), sadd al-zari'ah (mencegah penyebab maksiat), mazhab sahaby, dan lainnya.
Salah satu sumber hukum yang menjadi objek perdebatan adalah istishab. Beberapa ulama menolak istishab sebagai dasar penetapan hukum dengan argumen bahwa ia didasarkan pada dugaan semata, tanpa dukungan argumen yang cukup kuat, karena tidak berdasar pada fakta yang pasti. Namun, ada pula kelompok ulama yang menerima istishab sebagai dalil hukum yang sah, dan mereka melihatnya sebagai alternatif yang diperlukan ketika dalil hukum tidak dapat ditemukan dalam al-Quran, al-Hadits, Ijma, atau Qiyas.
Advertisement
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan konsep istishab, termasuk kedudukannya sebagai dasar penetapan hukum dan nilai kehujjahannya sebagai dalil hukum. Untuk memahami lebih dalam apa itu istishab, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Minggu (12/11/2023).
Memahami Konsep Istishab
Istishab adalah salah satu konsep penting dalam hukum Islam yang digunakan dalam proses ijtihad, yaitu upaya para ulama untuk merumuskan hukum Islam yang relevan dengan perubahan zaman. Istishab secara etimologis berasal dari kata "is-tash-ha-ba" dalam bahasa Arab yang berarti mencari persahabatan, menganggap bersahabat, atau mencari teman. Istishab dalam bahasa Arab mengacu pada tindakan membandingkan suatu peristiwa dengan hukum yang ada pada peristiwa lainnya sehingga keduanya dianggap memiliki status hukum yang sama.
Secara terminologi, para ulama ushul berbeda-beda dalam memberikan definisi istishab, tetapi secara substansi, mereka cenderung mengarah pada makna yang sama. Beberapa definisi istishab yang diberikan oleh ulama meliputi:
- Al-Syawkani: Istishab adalah tetapnya hukum atas suatu masalah selama belum ada dalil lain yang mengubahnya.
- Imam Ibnu al-Subki: Istishab adalah menetapkan hukum atas masalah hukum yang kedua berdasarkan hukum yang pertama karena tidak ditemukan dalil yang mengubahnya.
- Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah: Istishab adalah melanggengkan hukum dengan cara menetapkan hukum berdasarkan hukum yang sudah ada, atau meniadakan hukum atas dasar tidak adanya hukum sebelumnya.
- Wahbah Zuhaili: Istishab adalah menghukumi tetap atau hilangnya sesuatu pada masa kini atau masa mendatang berdasarkan tetap atau hilangnya sesuatu tersebut di masa lalu karena tidak ada dalil yang mengubahnya.
- Al-Ghazali: Istishab adalah tetap berpegang teguh dengan dalil akal atau dalil syar'i, bukan karena ketidaktahuan tentang adanya dalil, melainkan karena mengetahui adanya dalil yang mengubahnya setelah berusaha keras mencarinya.
- ‘Abd al-‘Aziz al-Bukhari: Istishab adalah menyatakan tetap adanya sesuatu pada masa kedua karena sesuatu tersebut memang ada pada masa pertama.
- Abdul Wahab Khallaf: Istishab adalah menjadikan ketentuan hukum yang telah tetap di masa lalu tetap berlaku pada saat ini sampai muncul keterangan tentang adanya perubahan.
- Shihab al-Din al-Zanjani al-Shafi'i: Istishab adalah mengambil dalil-dalil hukum dikarenakan ketiadaannya dalil atas hukum tersebut, atau mengukuhkan apa yang pernah berlaku pada masa lalu dengan dalil.
- Umar Maulud Abd al-Hamid: Istishab adalah penetapan hukum pada masa kedua sebagaimana yang telah ditetapkan pada masa pertama, yang berarti menetapkan hukum yang sudah ada sebelumnya.
- Al-Asnawy: Istishab adalah penetapan hukum terhadap suatu perkara di masa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak ada hal yang mengharuskan perubahan.
Dengan berbagai definisi di atas, istishab dapat dijelaskan sebagai metode hukum yang memberlakukan hukum lama selama tidak ada dalil baru yang mengubahnya. Prinsip istishab bukan menciptakan hukum baru, melainkan mempertahankan dan melestarikan hukum yang telah ada. Istishab melibatkan tiga unsur utama, yaitu segi waktu, ketetapan hukum, dan pengetahuan tentang dalil hukum. Istishab memiliki peran penting dalam menjaga kontinuitas hukum dalam Islam dan memberikan hukum yang relevan dengan perubahan zaman.
Advertisement
Macam-Macam Istishab
Istishab adalah konsep penting dalam hukum Islam yang digunakan untuk menentukan kelanjutan suatu hukum atau status hukum dalam berbagai situasi. Syaikh Wahbah Zuhaili dalam bukunya "Ushul al-Fiqh al-Islamy" membagi istishab menjadi lima macam, sementara ulama lainnya, seperti Abi Sahl al-Sarahsi dan Muhammad Abi Zahrah, membaginya menjadi empat macam. Berikut adalah penjelasan selengkapnya tentang masing-masing jenis istishab:
1. Istishabu al-Hukmi al-Ibahah al-Ashliyah li al-Asya’ allati lam yarid Dalilun bi Tahrimiha
Istishab ini mengacu pada pemberlakuan hukum asal yang menyatakan bahwa suatu hal adalah mubah atau boleh untuk hal-hal yang belum ada dalil yang mengharamkannya. Dalam konteks muamalah (urusan dunia), hal ini berarti bahwa segala sesuatu dianggap boleh atau mubah sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya.
2. Istishab al-Umum ila an Yarida Takhsis wa Istishab al-Nash ila an Yarida Naskh
Istishab ini melibatkan pemberlakuan hukum umum sampai ada dalil yang mengkhususkan atau mengubahnya, dan juga melibatkan pemberlakuan redaksi dalil sampai ada dalil yang menghapusnya. Ini mencerminkan prinsip bahwa hukum umum diterapkan sampai ada dalil yang lebih spesifik atau mengubahnya.
3. Istishabu Ma Dalla al-‘Aqlu wa al-Syar’u ala Tsubutihi wa Dawamihi
Istishab ini mempertahankan pemberlakuan hukum berdasarkan pertimbangan akal dan syariat tentang tetap dan berlanjutnya sesuatu. Ini mengacu pada pemberlakuan hukum berdasarkan pertimbangan logika dan syariah tentang ketetapan dan kelanjutan suatu hal.
4. Istishabu al-Adam al-Ashli al-Ma’lum bi al-‘Aqli fi al-Ahkam al-Syar’iyyah
Istishab ini melibatkan pemberlakuan prinsip bahwa sesuatu dianggap tidak ada menurut asalnya, yang diketahui oleh akal dalam hukum syariah. Ini berarti bahwa prinsip dasarnya adalah ketiadaan, kecuali ada dalil yang menyatakan sebaliknya.
5. Istishabu Hukmin Tsabitin bi al-Ijma’ fi Mahalli al-Khilaf baina al-‘Ulama
Istishab ini mengukuhkan pemberlakuan hukum yang ditetapkan dengan ijma' (konsensus ulama) pada hal yang dipertentangkan oleh ulama. Ini menunjukkan pentingnya konsensus ulama dalam menentukan hukum dalam kasus perselisihan.
Konsep istishab memainkan peran penting dalam hukum Islam, terutama dalam bidang muamalah, di mana setiap transaksi dihukumi boleh atau mubah sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Prinsip ini memberikan fleksibilitas dalam pengembangan pemikiran hukum Islam dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Istishab adalah istilah yang juga mengacu pada prinsip bahwa keyakinan tidak boleh dihilangkan oleh keraguan, yang berarti bahwa hukum yang jelas keharamannya tetap haram sampai ada dalil yang membolehkannya. Istishab memungkinkan perubahan hukum asal sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang memengaruhi illah (sebab) suatu hukum.
Contoh Penerapan Istishab dalam Mengatasi Problematikan Hukum Islam
Dalam konteks pemahaman dan penerapan hukum Islam, konsep Istishab memegang peran penting dalam menjawab problematika sosial dan menjaga keadilan hukum. Berbagai contoh penerapannya, seperti dalam kasus talak dengan keraguan pada jumlah talak, hukum tayammum ketika menemukan air ketika sedang shalat, praduga tak bersalah dalam hukum pidana, kasus wanprestasi dalam hukum perdata, dan hukum perkawinan, menunjukkan bagaimana Istishab digunakan untuk menjaga kemaslahatan, menghindari keraguan, dan memastikan keadilan hukum berlandaskan pada prinsip "berlakunya hukum asal sampai ada bukti yang mengubahnya."
Berikut adalah penjelasan selengkapnya tentang penerapan istishab dalam menetapkan hukum:
1. Kasus Talak (Perceraian) dengan Keraguan pada Jumlah Talak
Dalam kasus suami yang menceraikan istrinya dengan ragu apakah yang dijatuhkan adalah talak satu atau talak tiga, istishab digunakan untuk menjaga kemaslahatan suami dan istri. Mayoritas ulama cenderung menerapkan istishab dalam kasus ini dengan mempertahankan status talak satu karena hal ini lebih menguntungkan bagi mereka. Ini menunjukkan bahwa istishab digunakan untuk meminimalkan keraguan dan menjaga keutuhan pernikahan.
2. Hukum Tayammum ketika Menemukan Air Ketika Sedang Shalat
Dalam kasus di mana seseorang menemukan air ketika sedang menjalani shalat, istishab digunakan untuk mempertahankan kesahihan shalatnya. Menurut Imam Syafi'i dan Imam Malik, tayammum dan shalatnya dianggap sah, dan hukum ini berlaku sampai shalat selesai. Ini menghindari keraguan dan memastikan kelancaran pelaksanaan ibadah.
3. Asas Praduga Tak Bersalah dalam Hukum Pidana
Praduga tak bersalah adalah konsep penting dalam hukum pidana, yang memastikan bahwa seseorang tidak dianggap bersalah sampai ada bukti yang mendukung. Istishab berperan dalam menjaga prinsip ini, dengan asas bahwa seseorang bebas dari tuntutan hukuman sampai bukti formil dan materiil terbukti di pengadilan. Ini menjaga hak individu dan mencegah kesalahan hukuman.
4. Kasus Wanprestasi dalam Hukum Perdata
Istishab digunakan dalam hukum perdata, khususnya dalam kasus wanprestasi. Prinsipnya adalah bahwa seseorang dianggap bebas dari tuntutan kewajiban perdata, dan si penggugat memiliki beban pembuktian. Ini mengacu pada prinsip bahwa setiap orang bebas dari kewajiban hingga ada bukti yang mendukung klaim.
5. Hukum Perkawinan
Istishab berperan dalam hal perkawinan. Sebelum ada bukti hukum seperti Akta Nikah, individu dianggap bebas dan tidak terikat oleh hukum perkawinan. Ini mencerminkan konsep "Istishab al-Barâ’ah al-Ashliyyah." Pencatatan perkawinan diperlukan untuk menjaga kepastian hukum dan menghindari masalah dalam kasus perkawinan yang tidak tercatat.
Dalam semua contoh-contoh ini, istishab digunakan untuk mempertahankan hukum yang menguntungkan individu atau kelompok dan untuk menjaga kepastian hukum. Prinsip istishab berfokus pada meminimalkan keraguan dan mempertahankan hukum asal sampai ada bukti yang memerlukan perubahan. Hal ini mencerminkan pentingnya kemaslahatan dan keadilan dalam pemahaman hukum Islam.
Advertisement