Liputan6.com, Jakarta Ius soli adalah suatu konsep dalam hukum kewarganegaraan yang berasal dari bahasa Latin yaitu "hak tanah" atau "hak tempat lahir." Konsep ini menetapkan bahwa seseorang memperoleh kewarganegaraan dari negara tempat mereka lahir. Dengan kata lain, kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh lokasi geografis lahirnya bukan oleh kewarganegaraan orangtuanya.
Ius soli adalah prinsip kewarganegaraan, di mana setiap individu yang lahir di suatu wilayah negara secara otomatis memiliki hak atas kewarganegaraan dari negara tersebut. Ius soli juga dikenal sebagai Law of the Soil, memang lebih sesuai dengan keadaan global saat ini dalam artian bahwa kewarganegaraan dan kebangsaan seseorang tidak ditentukan oleh dasar agama, etnis, dan ras.
Di Indonesia, asas ius soli adalah dasar dalam menentukan kewarganegaraan yang diberlakukan secara terbatas, bagi anak-anak yang kemudian peraturannya diatur lebih rinci dalam undang-undang. Memang di satu sisi asas ius soli menguntungkan, akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja.Â
Advertisement
Berikut ini pemahaman tentang ius soli yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (13/11/2023).Â
Pengertian Asas Ius Soli
Asas ius soli atau hak tanah lahir, merupakan prinsip kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia. Mengutip dari laman wawasankebangsaan, secara konkret asas ius soli berarti bahwa individu yang lahir di wilayah Indonesia, secara otomatis akan memiliki kewarganegaraan Indonesia, bahkan jika orang tuanya bukan warga negara Indonesia.
Prinsip ius soli menjadi dasar penting, dalam menentukan kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dari orang tua yang bukan warga negara Indonesia. Anak yang lahir di Indonesia dari orang tua asing tetap memiliki hak untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia berdasarkan asas ius soli. Namun, agar status kewarganegaraannya menjadi jelas, anak yang lahir di Indonesia dari orang tua asing perlu mengajukan permohonan kewarganegaraan Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Asas ius soli juga memiliki peran krusial dalam menjaga kedaulatan negara. Hal ini dikarenakan prinsip ini dapat mencegah upaya individu yang mencoba masuk ke wilayah Indonesia secara ilegal, dengan cara melahirkan anaknya di sana untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Dengan asas ius soli, negara dapat menetapkan dengan jelas siapa yang berhak menjadi warga negara Indonesia, dan sekaligus menjaga keamanan serta stabilitas negara.
Meskipun asas ius soli memiliki keuntungan dalam menangani kasus lahirnya anak dari imigran di Indonesia, perkembangan tingkat mobilitas manusia yang semakin tinggi, menimbulkan kebutuhan akan asas lain. Asas ini tidak hanya berfokus pada tempat kelahiran, tetapi juga mempertimbangkan status kewarganegaraan orang tua. UU No. 3 tahun 1946 menjelaskan bahwa kewarganegaraan yang dianut di Indonesia, adalah asas Ius Soli yang dapat dilihat pada pasal 1 (a) dan (b) yaitu:
- WNI adalah orang Indonesia asli dalam daerah negara Indonesia.
- Orang peranakan yang lahir dan bertempat tinggal di Indonesia paling sedikit 5 tahun berturut-turut serta berumur 21 tahun, kecuali ia menyatakan keberatan menjadi WNI.
Advertisement
Contoh Penggunaan Ius Soli (hak tanah lahir)
Mengutip dari sumber yang sama, dalam berbagai skenario penerapan asas ius soli (hak tanah lahir), dapat diilustrasikan melalui beberapa contoh konkret sebagai berikut:
1. Seorang bayi lahir di Indonesia dari orang tua asing, yang meskipun bukan warga negara Indonesia, namun berdasarkan asas ius soli, bayi tersebut secara otomatis memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Hal ini menunjukkan signifikansi prinsip kewarganegaraan berbasis tempat kelahiran, dalam menciptakan kedaulatan hukum bagi individu yang secara fisik lahir di wilayah Indonesia.
2. Kasus seorang anak yang dilahirkan di Indonesia dari orang tua asing, lalu diadopsi oleh pasangan warga negara Indonesia, menyoroti dimensi keluarga dalam penerapan ius soli. Dengan adopsi, anak tersebut tidak hanya mendapatkan keberlanjutan hak kewarganegaraan Indonesia berdasarkan tempat kelahirannya, tetapi juga menggambarkan fleksibilitas hukum dalam mengakomodasi dinamika keluarga campuran.
3. Anak yang dilahirkan di wilayah Indonesia, dari orang tua penduduk tetap asing menegaskan bahwa asas ius soli tidak hanya terbatas, pada anak-anak yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan Indonesia. Hal ini mencerminkan inklusivitas prinsip ius soli, dalam mengakui hak kewarganegaraan bagi individu yang memiliki hubungan erat dengan wilayah geografis tempat kelahiran mereka.
4. Mahasiswa asing yang menikah dengan warga negara Indonesia, dan melahirkan anak di Indonesia menunjukkan bagaimana ius soli berkontribusi, pada perpaduan budaya dan identitas nasional. Dengan prinsip ini, anak tersebut diberikan hak kewarganegaraan Indonesia, menggambarkan harmonisasi antara hubungan pernikahan lintas negara dan pemeliharaan kedaulatan negara.
5. Individu asing yang lahir di Indonesia dan tinggal di sana selama beberapa tahun, memberikan contoh bahwa penerapan ius soli tidak hanya terbatas pada aspek tempat kelahiran, tetapi juga melibatkan pertimbangan waktu tinggal. Dengan memenuhi persyaratan pemerintah, individu tersebut dapat menjadi bagian integral dari masyarakat Indonesia, dan memperoleh hak kewarganegaraan, mengilustrasikan peran prinsip ius soli dalam merespons situasi yang berkembang seiring waktu.
Status Kewarganegaraan
Status dan identitas kewarganegaraan melibatkan posisi keanggotaan seseorang, sebagai warga negara dalam suatu negara, yang ditentukan oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara tersebut. Kedudukan ini memiliki dampak signifikan, karena mencerminkan hubungan individu dengan negara dan membentuk dasar hukum untuk pelaksanaan hak atau kewajiban sipil sebagai warga negara.
Identitas kewarganegaraan menjadi dasar hukum, yang merinci pelaksanaan hak dan kewajiban sipil seseorang. Oleh karena itu, pemahaman tentang status kewarganegaraan sangat penting, karena hal ini menentukan keterlibatan individu dalam kehidupan masyarakat dan negara. Penetapan status kewarganegaraan seseorang dapat bervariasi, tergantung pada prinsip-prinsip yang dianut oleh suatu negara. Beberapa negara menerapkan asas Ius Soli yang menetapkan, bahwa kewarganegaraan diperoleh berdasarkan tempat kelahiran, sementara negara lain mungkin mengikuti asas Ius Sanguinis, yang menentukan bahwa kewarganegaraan diturunkan melalui darah atau keturunan.
Adanya prinsip Ius Soli dapat menghasilkan berbagai bentuk status kewarganegaraan, termasuk apatride, bipatride, dan multipatride. Apatride sebagai contoh, merujuk pada seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan, baik secara de jure maupun de facto. Dalam konteks internasional, status apatride sering kali diakibatkan oleh penganiayaan, masalah diplomatik, atau diskriminasi berbasis ras, etnis, gender, atau agama. Di sisi lain, bipatride mengacu pada individu yang memegang status kewarganegaraan ganda. Meskipun pada awalnya dianggap wajar, namun seiring berjalannya waktu, muncul kesepakatan internasional untuk menghindari kewarganegaraan ganda, ditegaskan oleh hukum internasional dan kekhawatiran terkait keamanan nasional.
Selain itu, muncul pula konsep multipatride, di mana seseorang memegang lebih dari dua kewarganegaraan. Status ini dapat timbul dari situasi di mana seseorang memiliki orang tua dari dua negara yang berbeda, dan kemudian lahir di negara ketiga. Kasus multipatride memperlihatkan kompleksitas hukum kewarganegaraan, melibatkan pertimbangan pajak, kewajiban militer, dan pertimbangan seputar kesetaraan gender. Selain faktor-faktor tersebut, naturalisasi atau pewarganegaraan juga merupakan aspek penting, yang melibatkan proses memberikan atau memperoleh kewarganegaraan bagi individu yang bukan warga negara sejak lahir. Dalam kerangka hak asasi manusia, status kewarganegaraan memiliki dampak langsung pada hak-hak individu, seperti hak tinggal, hak bekerja, dan hak untuk menikmati fasilitas publik.Â
Advertisement