Sukses

Kerajaan Bercorak Hindu Tertua di Indonesia Adalah Kerajaan? Ini 6 Daftarnya

Kerajaan bercorak Hindu tertua di Indonesia adalah kerajaan Kutai, Tarumanegara hingga Kediri yang berkembang di Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta Kerajaan bercorak Hindu tertua di Indonesia adalah kerajaan? Indonesia memiliki sejarah yang kaya dan kompleks, terutama dalam konteks peradaban Hindu-Buddha yang pernah berkembang di wilayah ini. Salah satu kerajaan yang mencapai kejayaan luar biasa dan diakui sebagai kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kerajaan Majapahit.

Dengan fondasi agama Hindu yang kuat, Majapahit menjadi pusat kebudayaan dan politik yang mengukir prestasi gemilang di Nusantara pada abad ke-14. Namun berdasarkan penelitian sejarah dan arkeologi, kerajaan bercorak Hindu tertua di Indonesia adalah Kerajaan Kutai Martadipura. Kutai Martadipura diperkirakan berada pada rentang waktu sekitar abad ke-4 hingga abad ke-5 Masehi.

Selain kerajaan Kutai yang sudah ada pada abad ke-4 hingga abad ke-5 Masehi, akibat pelarian Jayasingawarman karena penjajahan oleh Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada, membuat kerjaan bercorak hindu yaitu Tarumanagara juga muncul.

Perlu diingat, bahwa tanggal dan rentang waktu kerajaan ini bersifat perkiraan dan dapat bervariasi dalam literatur sejarah. Meskipun beberapa kerajaan mungkin lebih menonjol dalam periode tertentu, perlu dicatat bahwa kerajaan-kerajaan ini memiliki keterkaitan saru sama lain. Berikut ini kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (17/11/2023). 

2 dari 4 halaman

1. Kutai Martadipura

Kerajaan bercorak hindu tertua di Indonesia adalah kerajaan Kutai yang didirikan pada abad ke-5 Masehi di mana menandai keberadaan kerajaan tertua di Indonesia. Lokasinya yang strategis berada di sepanjang Sungai Mahakam di wilayah Kalimantan Timur, memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan sejarah Indonesia. Keunikan Kerajaan Kutai termanifestasi dalam pembagian sosialnya menjadi dua golongan, yaitu Brahmana dan Ksatria, sementara mayoritas penduduknya menganut agama Hindu. Peninggalan sejarah yang paling kuno adalah Yupa, diperkirakan berasal dari abad 1-4 Masehi, ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan huruf Pallawa, bersamaan dengan zaman kerajaan Tarumanegara.

Ketika berbicara mengenai ekonomi, Kerajaan Kutai dikenal sebagai produsen utama hasil hutan seperti damar dan getah kayu maranti. Selain itu, perekonomiannya didukung oleh sektor perdagangan, peternakan, dan pertanian. Ini memberikan gambaran komprehensif tentang keberagaman sumber daya dan keterampilan ekonomi yang dimiliki kerajaan ini. Sebagai kerajaan Hindu tertua di Indonesia, Kerajaan Kutai menjadi cikal bakal bagi pembentukan kerajaan-kerajaan lain di Indonesia. Prasasti Yupa membawa nama Raja Kudungga sebagai pendiri Kerajaan Kutai. Menariknya, nama Kudungga dianggap sebagai nama asli Indonesia yang belum dipengaruhi oleh bahasa India. Namun, keturunannya seperti Raja Mulawarman dan Aswawarman tampaknya memiliki pengaruh budaya Hindu yang signifikan dari India.

2. Tarumanagara 

Kerajaan Tarumanegara yang berpusat di tepi Sungai Citarum, Jawa Barat, memiliki akar sejarah yang menarik. Didirikan oleh Maharesi Jayasingawarman, seorang bangsawan asal Salankayana, India. Kerajaan ini muncul sebagai hasil dari pelarian Jayasingawarman, akibat penjajahan oleh Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Prasasti Kebon Kopi dan Prasasti Ciaruteun menunjukkan bahwa Kerajaan Tarumanegara berdiri sekitar abad ke-4 atau ke-5 Masehi.

Kerajaan yang berbasis Hindu ini terbentuk setelah Jayasingawarman diterima oleh Raja Dewawarman VIII dari Kerajaan Salakanagara. Melalui pernikahannya dengan putri Raja Dewawarman VIII, Jayasingawarman memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup Bekasi dan menamainya Kerajaan Taruma pada tahun 358 Masehi. Jayasingawarman memimpin Kerajaan Tarumanegara selama 24 tahun, hingga tahun 382 Masehi.

Ibu kota Kerajaan Tarumanegara, Jayasingapura, kemudian menggantikan pusat pemerintahan dari kerajaan ayah mertuanya, Kerajaan Salakanagara. Dengan ini, Kerajaan Tarumanegara mengambil alih kendali atas kerajaan-kerajaan lokal, sementara Kerajaan Salakanagara berubah menjadi kerajaan daerah. Selama masa pemerintahannya, Jayasingawarman mengubah pusat pemerintahan dari Rajatapura ke Tarumanegara. Rajatapura, atau dikenal sebagai Salakanagara, yang merupakan ibu kota Kerajaan Salakanagara, menjadi pusat pemerintahan dari Dewawarman I hingga Dewawarman VIII. 

3 dari 4 halaman

3. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya sebagai simbol kerajaan maritim Indonesia, mencapai kejayaannya pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Keberhasilan Sriwijaya dalam menguasai wilayah perairan Nusantara, bahkan meluas hingga ke luar wilayah tersebut, mengukuhkannya sebagai kekuatan maritim yang luar biasa. Asal mula berdirinya Kerajaan Sriwijaya berasal dari Bahasa Sanskerta, di mana 'Sri' berarti cahaya dan 'Wijaya' berarti kemenangan. Arti dari nama Sriwijaya menggambarkan kemenangan yang gemilang. Berdasarkan prasasti Kota Kapur, diduga bahwa kerajaan ini didirikan pada abad ke-7 M oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

Prasasti Kedukan Bukit dan Prasasti Talang Tuo memberikan gambaran, bahwa Dapunta Hyang menjadi raja pertama Sriwijaya, yang berhasil menaklukkan wilayah strategis untuk perdagangan melalui perjalanan dari Minanga Tawan ke Palembang, Jambi, dan Bengkulu. Sriwijaya diperkirakan menguasai wilayah selatan Sumatera, Bangka, Belitung, hingga Lampung, dan bahkan melakukan ekspedisi militer ke Jawa. Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada pemerintahan Raja Balaputradewa pada abad ke-8 dan ke-9 M. Pada periode ini, Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya dengan menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, dan memperluas wilayahnya hingga ke Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Persaingan dengan kerajaan-kerajaan Jawa semakin melemahkan Sriwijaya, dan pada abad ke-14 M, kerajaan ini akhirnya runtuh akibat serangan dari Majapahit.

4. Majapahit

Kerajaan Majapahit didirikan pada sekitar tahun 1293 M oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja terakhir Singasari, yaitu Kertanegara. Raden Wijaya awalnya mendapatkan lahan hutan Tarik yang kemudian ia bangun menjadi desa baru yang dinamainya Majapahit. Meskipun pada awalnya Raden Wijaya mengabdi kepada Jayakatwang, namun ia bersekutu dengan bangsa Mongol. Setelah itu, Jayakatwang tidak dapat diselamatkan dan Raden Wijaya resmi menjadi Raja dengan nama Kertarajasa Jayawardhana pada 10 November 1293.

Namun, Kertarajasa Jayawardhana menghadapi masalah, termasuk pemberontakan dari bawahan seperti Ranggalawe, Sora, dan Nambi. Hal ini disinyalir dipicu oleh konspirasi yang digagas oleh Halayudha, mahapatih yang ingin mendapatkan jabatan tinggi di pemerintahan. Meski begitu, Raden Wijaya berhasil mengatasi pemberontakan tersebut.

Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk yang menjadi raja pada usia 16 tahun. Hayam Wuruk berhasil berekspansi ke luar Nusantara, mencakup Tumasik dan Semenanjung Melayu. Sumpah Palapa yang dibuat oleh Mahapatih Gadjah Mada, menjadi salah satu peninggalan terkenal dari masa pemerintahan Hayam Wuruk. Hayam Wuruk berhasil mengambil alih banyak wilayah Nusantara dan menjadikan agama Hindu dianut oleh seluruh rakyat Majapahit.

Namun, Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389. Perebutan takhta antara putri mahkota Kusumawardhani dan putra dari selir Wirabhumi menyebabkan perang saudara yang dikenal sebagai Perang Paregreg pada tahun 1405-1406 M. Meskipun Wikramawardhana memenangkan perang, kekuatan Majapahit melemah dan terjadi sengketa dengan daerah-daerah di utara Sumatera dan Semenanjung Malaya yang ingin memerdekakan diri.

4 dari 4 halaman

5. Kerajaan Singasari

Berdasarkan buku "Kerajaan Hindu-Budha di Jawa" (2019) karya Danik Isnaini, sejarah Kerajaan Singasari mencakup periode yang cukup panjang, yaitu selama 100 tahun sejak didirikannya oleh Ken Arok pada tahun 1222 Masehi. Beberapa sumber sejarah mengenai asal-usul Kerajaan Singasari dapat ditemukan dalam Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, serta prasasti-prasasti peninggalannya. Dari rangkuman sejarah tersebut, dapat dipahami perkembangan Kerajaan Singasari. Kitab Pararaton misalnya, merinci bahwa Tumapel awalnya merupakan wilayah bawahan Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kadiri. Pada saat itu, Tumapel diperintah oleh Tunggul Ametung sebagai akuwu (setara camat). Namun, Tunggul Ametung dibunuh oleh pengawalnya sendiri, yaitu Ken Arok, yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja pertama Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

Ken Arok kemudian menikahi janda Tunggul Ametung, Ken Dedes yang sedang mengandung anaknya. Anak Ken Dedes dari pernikahan sebelumnya ini diberi nama Anusapati. Selain itu, Ken Arok memiliki istri lain bernama Ken Umang, yang melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya. Ken Arok berkuasa dan berencana melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.

Pada tahun 1221, terjadi perselisihan antara Kertajaya, raja Kerajaan Kadiri, dengan kaum brahmana. Para brahmana bergabung dengan Ken Arok dan perang melawan Kadiri pecah di Desa Genter pada tahun 1222, yang dimenangkan oleh Tumapel. Pada masa pemerintahan raja terakhir Kerajaan Singasari, yaitu Kertanegara (1272-1292 M), kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya. Kertanegara dikenal sebagai pemimpin yang cerdas dalam bidang politik dan keagamaan. Ia memiliki pengetahuan luas tentang ketatanegaraan, hakikat, ilmu pengetahuan, bahasa, dan mematuhi aturan agama. 

6.  Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri atau yang dikenal sebagai Panjalu memiliki pusat pemerintahan di Daha, seperti yang tercatat dalam kitab Negarakertagama. Kisahnya berawal dari Raja Airlangga yang memiliki dua anak yang sangat ingin mewarisi kekuasaannya, menyebabkan persaingan hingga terjadinya perang saudara. Pada tahun 1041, Raja Airlangga memutuskan untuk membagi wilayah kekuasaannya menjadi dua, yaitu Kerajaan Panjalu atau Kediri di barat, dan Kerajaan Jenggala atau Kahuripan di timur. Pembatasannya adalah Gunung Kawi dan sungai Brantas. Sri Samarawijaya memimpin Kerajaan Panjalu di barat, sementara Mapanji memimpin Kerajaan Jenggala di timur.

Meskipun wilayah sudah terbagi, kedua anak Raja Airlangga masih merasa tidak puas, memicu konflik selama sekitar 60 tahun. Perang antara Panjalu dan Jenggala berlanjut hingga akhirnya Jenggala memenangkan perang saudara, merebut seluruh takhta warisan dari Raja Airlangga. Kemenangan Jenggala mengakibatkan pemindahan pusat pemerintahan dari Daha ke Kediri, yang membuat nama Panjalu lebih dikenal sebagai Kediri. Setelah berdiri hampir dua ratus tahun, Kerajaan Kediri menghadapi titik lemah setelah perselisihan antara Raja Kertajaya dan kaum Brahmana.

Kerajaan Kediri yang awalnya berpusat di Kahuripan, sebelumnya berlokasi di Jawa Timur, lalu dipindahkan ke Daha, dan akhirnya ke Kediri. Perang saudara antara Panjalu dan Jenggala berlangsung selama sekitar 60 tahun, dan setelah kemenangan Panjalu, pusat pemerintahan dipindahkan dari Daha ke Kediri. Kerajaan Kediri berdiri pada tahun 1045 M dan runtuh pada tahun 1222 M.