Liputan6.com, Jakarta Kalimantan Barat, sebagai bagian dari Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, menampilkan ragam pakaian adat yang memukau dan sarat makna. Nama-nama pakaian adat Kalimantan Barat yang terdiri dari King Baba, King Bibinge, Buang Kuureng, Teluk Belanga, dan King Kabo menjadi perwakilan penting dari keberagaman suku dan tradisi yang ada di wilayah ini. Â
Setiap nama pakaian adat Kalimantan Barat yang ada tidak hanya mencerminkan aspek fungsional, tetapi juga mengandung makna mendalam dari segi budaya dan tradisi suku-suku yang mengenakannya. Makna dalam nama-nama pakaian adat Kalimantan Barat bukan hanya sekadar label, melainkan cerminan mendalam dari keberagaman budaya dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi.Â
Untuk lebih memahami makna didalam nama-nama pakaian adat Kalimantan Barat, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Senin (20/11/2023). Pengertian dan makna yang terkandung dalam setiap nama pakaian adat Kalimantan Barat yang ada.
Advertisement
1. King Baba
Pakaian Adat Kalimantan Barat memiliki keberagaman yang memukau, salah satunya adalah King Baba, sebuah busana tradisional yang dipakai oleh para laki-laki suku Dayak. King Baba tidak hanya sekadar pakaian, namun juga mewakili kekayaan budaya dan keberlanjutan lingkungan. Nama "King Baba" sendiri memiliki makna mendalam, di mana "king" berarti pakaian dan "baba" merujuk pada laki-laki dalam bahasa Dayak.
Proses pembuatan King Baba mencakup penggunaan bahan yang unik, yaitu kulit kayu yang dipipihkan dan dikenal sebagai King Baba. Bahan ini berasal dari tanaman ampuro atau kayu kapuo, tumbuhan endemik Kalimantan dengan kandungan serat tinggi. Dalam prosesnya, kulit kayu dipukul di dalam air dengan palu untuk memisahkan seratnya. Setelah kulit kayu lentur, proses berlanjut dengan pengeringan dan lukisan corak etnik khas Dayak menggunakan pewarna alami dari alam.
Keistimewaan King Baba juga terletak pada aksesorisnya. Ikat kepala yang digunakan dihiasi dengan bulu burung Enggan Gading, memberikan sentuhan gagah pada penampilan. Bagian baju King Baba dihiasi dengan manik-manik, dan pakaian ini dirancang tanpa lengan. Tidak ketinggalan, aksesoris tambahan berupa mandau, senjata tradisional suku Dayak, turut disematkan, menambahkan nilai historis dan kekayaan kultural pada pakaian adat ini.
Dengan demikian, King Baba bukan hanya sebuah pakaian adat, melainkan juga simbol keberagaman, keindahan, dan pelestarian nilai-nilai tradisional di Kalimantan Barat. Melalui penggunaan bahan-bahan alami, teknik pembuatan yang tradisional, dan hiasan-hiasan khas Dayak, King Baba menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Advertisement
2. King Bibinge
King Bibinge, pakaian adat perempuan suku Dayak di Kalimantan Barat, menawarkan keindahan yang melibatkan keterlibatan seni, tradisi, dan bahan alami dalam setiap rinciannya. Sebagai pendant dari King Baba yang dikenakan oleh laki-laki, King Bibinge memperkuat warisan budaya yang kaya dalam keberagaman pakaian adat di daerah ini. Proses pembuatannya mirip dengan King Baba, menggunakan bahan-bahan yang sama, seperti kulit kayu yang dipipihkan dan bernama King Bibinge.
Perbedaan mencolok antara King Baba dan King Bibinge terletak pada desain dan penutupan yang lebih sopan. King Bibinge didesain lebih tertutup, melibatkan penggunaan kain bawahan dan stagen untuk menutup bagian dada. Meskipun tanpa lengan, pakaian ini menghadirkan sentuhan elegan melalui lukisan khas Dayak, manik-manik kayu, dan bulu burung Enggang yang digunakan sebagai hiasan.
Keunikan King Bibinge semakin terwujud melalui aksesorisnya. Gelang terbuat dari akar pohon yang dipintal dengan desain yang unik, sedangkan kalung terdiri dari tulang hewan dan akar pohon. Fungsi kalung tidak hanya sebagai hiasan, namun juga sebagai jimat dan tolak bala, menggambarkan hubungan erat antara pakaian adat dengan kepercayaan dan nilai-nilai spiritual suku Dayak.Â
Ikat kepala segitiga khas suku Dayak yang dipakai pada bagian kepala menambah pesona King Bibinge, menyempurnakan keseluruhan penampilan yang cantik dan estetik, sekaligus meneruskan kearifan lokal suku Dayak.
King Bibinge, dengan kealamian bahan dan kekayaan detail aksesorisnya, tidak hanya mencerminkan identitas perempuan Dayak, tetapi juga menjadi simbol keberlanjutan dan keindahan warisan budaya Kalimantan Barat yang perlu dihargai dan dilestarikan.
3. Buang Kuureng
Buang Kuureng, sebuah pakaian adat dari suku Melayu di Kalimantan Barat, menawarkan harmoni yang indah antara tradisi Melayu dan Dayak. Nama Buang Kuureng sebenarnya merupakan varian dari baju kurung yang juga dikenakan oleh suku Melayu di berbagai wilayah seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei.Â
Meski memiliki akar budaya yang sama, Buang Kuureng tetap memiliki ciri khasnya yang membedakannya dari baju kurung di daerah lain, termasuk dalam hal corak, desain, dan bahan yang digunakan.
Pakaian adat ini hadir dalam dua varian yang digunakan oleh perempuan. Ada Buang Kuureng dengan lengan panjang dan yang berlengan pendek dikenal sebagai Kuurung Sapek Tangan, sedangkan yang berlengan panjang disebut Kurung Langke Tangan. Perbedaan ini memberikan variasi yang menarik dalam penampilan pakaian adat tersebut.
Keunikan Buang Kuureng tidak hanya terletak pada variasi lengan, tetapi juga pada perpaduan budaya Melayu dengan sentuhan budaya Dayaknya. Corak pada pakaian ini mencerminkan keindahan dan keunikan dari dua budaya yang bersatu, memberikan warna dan keanggunan yang khas.Â
Pentingnya menjaga kelestarian Buang Kuureng sebagai bagian dari warisan budaya Kalimantan Barat menjadi jelas, terutama karena penggunaan pakaian adat sering terbatas pada acara-acara khusus seperti peringatan Hari Kartini.Â
Dengan demikian, Buang Kuureng bukan hanya pakaian, melainkan warisan yang membutuhkan perlindungan dan penghargaan untuk melestarikan kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya.
Advertisement
4. Teluk Belanga
Teluk Belanga, pakaian adat khas suku Melayu di Kalimantan Barat, mempersembahkan keindahan dan keanggunan dalam setiap helai kainnya, menjadikannya simbol kehormatan dalam berbagai acara resmi seperti upacara adat dan pesta pernikahan.Â
Dirancang khusus untuk laki-laki, Teluk Belanga menonjolkan kemegahan melalui penggunaan bahan-bahan berkualitas, dengan pakaian dalam yang terbuat dari satin berwarna kuning emas. Warna ini bukan hanya pilihan estetis, melainkan juga memiliki makna khusus yang terkait dengan identitas kerajaan Melayu.
Warna kuning emas, yang sangat identik dengan suku Melayu, menjadi elemen yang mendalam dalam pakaian Teluk Belanga. Pakaian dalam ini dipadukan dengan celana panjang, kain, dan sarung yang dihiasi dengan corak ingsang.Â
Penggunaan kain yang dililitkan di bagian pinggang hingga ke lutut memberikan sentuhan elegan dan tradisional pada pakaian tersebut. Sebagai pelengkap, Teluk Belanga dilengkapi dengan songkok berwarna hitam, menambahkan elemen keanggunan dan kesopanan dalam penampilan keseluruhan.
Melalui Teluk Belanga, perbedaan antara pakaian adat suku Melayu dan Dayak di Kalimantan Barat menjadi jelas. Suku Melayu, khususnya Melayu Sambas, menonjolkan penggunaan kain sebagai bahan utama, berbeda dengan suku Dayak yang masih mengandalkan bahan alami seperti dedaunan dan kulit pohon.Â
Pakaian adat Melayu cenderung lebih tertutup dan memiliki desain yang khas, menciptakan identitas unik yang tercermin dalam keindahan dan kemegahan Teluk Belanga.
5. King Kabo
King Kabo, sebuah pakaian adat yang berasal dari suku Dayak di Kalimantan, menghadirkan kesan modis dan unik melalui pengembangan atau modifikasi dari pakaian adat asli, King Baba. Modifikasi ini menjadikan King Kabo tetap mempertahankan ciri khasnya sambil mengikuti perkembangan zaman, sehingga pakaian ini tetap relevan dan tidak terkesan ketinggalan.
Pengembangan King Kabo melibatkan kreativitas dan adaptasi terhadap tren zaman. Pakaian ini merupakan modifikasi dari King Baba, pakaian tradisional suku Dayak untuk pria. Berbeda dengan King Baba yang menggunakan bahan dasar kulit pohon, King Kabo menghadirkan inovasi dengan memadukan bahan kain bernama Kain Sungkit. Kain Sungkit adalah kain khas Brunei Darussalam, memberikan sentuhan eksotis yang menarik perhatian.
Keistimewaan King Kabo semakin terwujud melalui ciri khas suku Dayak yang masih terjaga, terutama dalam bentuk dan hiasan pakaiannya. Aksen Dayak yang khas, seperti ukiran Dayak, tetap menjadi bagian integral dari desain pakaian ini. Pada bagian kepala, King Kabo dilengkapi dengan hiasan serupa dengan Mandau, senjata tradisional khas Kalimantan.Â
Perpaduan elemen-elemen ini menjadikan King Kabo tidak hanya sebagai pakaian adat, tetapi juga sebagai representasi keindahan dan kekayaan kultural suku Dayak yang terus berkembang. Meskipun mengalami modifikasi, King Kabo dengan bangga mempertahankan warisan budaya dan keunikannya.
Advertisement