Sukses

Strategi Dakwah Rasulullah di Mekah yang Penuh Makna, Umat Muslim Wajib Tau

Strategi dakwah Rasulullah di Mekah ada dua cara, yakni secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.

Liputan6.com, Jakarta Strategi dakwah Rasulullah di Mekah merupakan cara untuk menyebarkan agama Islam kepada kaumnya agar meninggalkan kepercayaan untuk menyembah berhala. Dalam melakukan dakwahnya, Rasulullah SAW melakukan dua strategi.

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah Kelas X oleh Drs. Imam Subchi, menjelaskan bahwa strategi dakwah Rasulullah di Mekah ada dua cara, yakni secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.

Masing-masing strategi dakwah Rasulullah di Mekah dilakukan selama 13 tahun, yakni 3 tahun dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan 10 tahun secara terang-terangan. Sedangkan dakwah di Madinah berlangsung selama 10 tahun, terhitung mulai dari hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah sampai beliau wafat.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai strategi dakwah Rasulullah di Mekah yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (21/11/2023).

2 dari 3 halaman

1. Dakwah Rasulullah SAW Secara Sembunyi-Sembunyi

Masih dari sumber yang sama, pada mulanya, Nabi Muhammad SAW memulai kegiatan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi dengan harapan tidak menimbulkan kecurigaan dari kaum Quraisy Mekah. Beliau hanya menyeru kepada keluarga inti dan beberapa kerabat dekatnya. Pada tahap ini, Rasulullah hanya menyampaikan beberapa ajaran dasar dari agama Islam. Inti ajaran tersebut mencakup tiga hal, yaitu pertama tentang keesaan Tuhan, kedua tentang penghapusan patung-patung berhala, dan ketiga tentang kewajiban manusia untuk beribadah ritual dan sosial untul mencari keridaan Allah SWT semata.

Orang-orang yang pertama kali menerima ajakan dan seruan Nabi Muhammad SAW disebut dengan as-sabiqunal awwalun atau orang-orang yang pertama masuk Islam. Mereka adalah Khadijah (istri Nabi Muhammad SAW), Zaid bin Harisah (anak angkat Nabi Muhammad SAW), Ali bin Abi Thalib (sepupu Nabi Muhammad SAW), serta Abu Bakar (sahabat karib Nabi Muhammad SAW).

Pada perkembangan selanjutnya, mereka juga turut serta menyebarkan ajaran Islam, dan berhasil mempengarühi beberapa orang di sekitarnya. Abu Bakar misalnya, berhasil mengajak lima orang untuk memeluk agama Islam, mereka adalah Sa'ad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan.

Selain keluarga dan kerabat dekat, Nabi Muhammad SAW juga menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang yang sudah dikenalnya secara baik dan mereka pun mengenal baik kepribadian beliau. Sikap mereka menerima langsung dakwah Nabi Muhammad SAW karena didasari keyakinan kuat bahwa apa yang disampaikannya adalah benar adanya.

Dakwah secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun. Dalam jangka waktu tersebut, mula-mula Nabi Muhammad SAW dan beberapa sahabatnya hanya berhasil membentuk sebuah kelompok kecil (umat Islam). Sampai akhirnya turun wahyu yang mengharuskan beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan.

Menginjak tahun keempat kenabian, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu perintah memberikan peringatan kepada para kerabatnya. Menurut para ahli, wahyu ini dinilai sebagai awal kegiatan dakwah secara terang-terangan. Allah SWT berfirman:

وَاَنۡذِرۡ عَشِيۡرَتَكَ الۡاَقۡرَبِيۡنَۙ‏

Artinya : "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat," (Asy-Syu'ara': 214)

3 dari 3 halaman

2. Dakwah Rasulullah Secara Terang-Terangan

Nabi Muhammad SAW mengumpulkan orang-orang dari Bani Al-Muthalib dan Bani Abdi Manaf, jumlah mereka yang hadir pada pertemuan tersebut sekitar 45 orang. Beliau bermaksud menyampaikan dakwah Islam dalam pertemuan tersebut, namun belum sempat berbicara, Abu Lahab sudah menyela terlebih dahulu seraya berkata,

“Mereka yang hadir di sini adalah paman-pamanmu beserta anak-anaknya, maka bicaralah jika ingin berbicara dan tidak perlu bersikap kekanak-kanakan. Ketahuilah, bahwa tidak ada orang Arab yang berani mengernyitkan dahi terhadap kaummu. Dengan begitu aku berhak menghukummu. Biarkanlah urusan keluarga bapakmu. Jika engkau tetap bertahan pada urusanmu ini, maka akan lebih mudah bagi seluruh kabilah Quraisy untuk menerkammu dan semua bangsa Arab ikut campur tangan dalam urusanmu. Karena sesungguhnya engkau tidak pernah melihat seseorang dari mereka yang pernah berbuat macam-macam seperti yang engkau perbuat saat ini,"

Mendengar ucapan Abu Lahah tersebut Nabi Muhammad SAW hanya diam dan tidak berkata sepatah kata pun. Pada kesempatan lain, Nabi Muhammad SAW mengundang mereka untuk kedua kalinya. Saat itulah beliau bersikap lebih mantap dan bersabda,

"Segala puji bagi Allah SWT dan aku memujiNya, memohon pertolongan, percaya dan tawakal kopadaNya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya seorang pemandu itu tidak akan mendustakan keluarganya. Demi Allah SWT yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus dan kepada manusia secara umum. Demi Allah, kalian benar-benar akan mati layaknya sedang tidur nyenyak dan akan dibangunkan lagi layaknya bangun tidur. Kalian akan benar-benar dihisab (dihitung amal perbuatannya) terhadap apa pun yang kalian perbuat. Lalu di sana ada Surga yang abadi dan neraka yang abadi pula."

Mendengar ucapan Rasulullah, Abu Thalib berkata,

"Kami tidak suka menolongmu, menjadi penasehatmu dan membenarkan perkataanmu. Orang-orang yang menjadi keluarga bapakmu ini sudah bersepakat. Aku hanyalah segelintir orang di antara mereka. Namun, akulah orang pertama yang mendukung apa yang engkau sukai. Maka lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah, aku senantiasa akan menjaga dan melindungimu, namun aku tidak mempunyai pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul Muthalib."

Kemudian Abu Lahab berkata, "Demi Allah, ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan kepada dirinya sebelum orang lain yang melakukannya." Abu Thalib kembali berkata, "Demi Allah, kami akan tetap melindunginya selama kami masih hidup."

Setelah Abu Thalib mengeluarkan pernyataan sekaligus jaminan untuk senantiasa menjaga keselamatan beliau, maka Nabi Muhammad SAW semakin berani melakukan dakwah secara terang-terangan. Di samping itu, secara langsung maupun tidak langsung, pernyataan Abu Thalib tersebut merupakan dukungan atas kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Tidak lama setelah pertemuan tersebut, perlahan-lahan tapi pasti semakin banyak penduduk Mekah yang memeluk agama Islam. Perkembangan ini mendorong Nabi Muhammad SAW untuk menampakkan kegiatan dakwahnya secara formal dan terang-terangan. Oleh karena itu, pada suatu kesempatan beliau mengundang seluruh penduduk Mekah ke Bukit Shafa untuk mendengarkan khutbahnya.

Dalam khutbahnya Rasulullah menyampaikan inti ajaran agama Islam yang dibawanya dan menegaskan bahwa dirinya adalah utusan Allah SWT. Oleh sebab itu, beliau mengajak mereka kepada agama tauhid (mengesakan Allah) serta beriman kepada risalahnya dan juga kepada hari akhir atau hari kiamat.

Karena dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW benar-benar merupakan hal baru dan berkaitan dengan masalah agama yang dalam perspektif ilmu sosiologi dan antropologi adalah termasuk masalah yang sangat sulit berubah karena berkaitan dengan keyakinan, maka muncullah berbagai reaksi dari kaum Quraisy Mekah.

Sebagian kecil dari mereka ada yang langsung percaya dan mengimani Islam, dan sebagian besar lainnya menolak, khususnya dari para tokoh serta pembesar Quraisy yang memang sudah merasa mapan dengan kepercayaan lama.

Reaksi keras datang dari pembesar Quraisy yakni Abu Lahab. Setelah mendengar khutbah beliau, Abu Lahab marah dan berkata, "Celakalah engkau wahai Muhammad untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami semua di sini?"

Setelah ucapan tesebut keluar dari mulut Abu Lahab, Allah SWT berfirman yang artinya:

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dori sabut yang dipintal." (Al-Lahab: 1-5).

Gertakan dan ejekan Abu Lahab ketika beliau menyampaikan dakwahnya di Bukit Shafa tersebut tidak membuat semangat dakwah Nabi Muhammad SAW surut apalagi berniat menghentikan kegiatan dakwah. Sebaliknya, dengan turunnya surah Al-Lahab di atas, beliau semakin gigih, bersemangat, dan gencar dalam berdakwah. Seruan beliau terus bergema di pelosok kota Mekah hingga kemudian turun ayat yang artinya:

"Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik." (Al-Hijr 94).

Ayat tersebut di atas semakin mengukuhkan posisi Rasulullah sebagai seorang rasul utusan Allah SWT guna menyampaikan risalahnya secara tegas dan terang-terangan, serta menentang perbuatan orang kafir Mekah.