Sukses

Likuidasi Adalah Pembubaran Perusahaan, Ketahui Faktor Penyebab dan Tahapnya

Likuidasi adalah suatu proses, di mana perusahaan menghentikan operasional bisnisnya dan mengonversi asetnya menjadi uang tunai.

Liputan6.com, Jakarta Likuidasi adalah suatu proses, di mana suatu perusahaan atau entitas usaha menghentikan operasional bisnisnya, menjual semua aset yang dimilikinya, membayar utang-utang yang masih ada, dan mendistribusikan sisa dana kepada pemegang saham atau pemiliknya.

Proses ini dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk kegagalan bisnis, restrukturisasi, atau keputusan strategis untuk mengakhiri suatu entitas usaha. Likuidasi adalah istilah yang sering didengar dalam dunia bisnis, yang setiap prosesnya melibatkan penjualan aset, hingga distribusi sisa dana.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, likuidasi adalah pembubaran perusahaan sebagai badan hukum. Likuidasi bertujuan untuk menyelesaikan semua kewajiban keuangan perusahaan, dan menghentikan operasionalnya secara resmi. Langkah ini dapat diinisiasi oleh manajemen perusahaan, kreditur, atau otoritas hukum, tergantung pada situasi spesifik.

Penting untuk diingat, bahwa likuidasi bukanlah pilihan yang diinginkan, tetapi kadang-kadang menjadi langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan para pemegang saham, dan mengatasi masalah keuangan atau operasional yang signifikan.  

Berikut ini proses likuidasi yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (27/11/2023).  

2 dari 4 halaman

Definisi Likuidasi

Istilah likuidasi merujuk pada transformasi properti atau aset menjadi kas, atau setara kas melalui penjualan di pasar terbuka. Dalam konteks bisnis, likuidasi juga mencakup proses mengakhiri keberlanjutan suatu perusahaan, dan membagi aset kepada pemegang saham atau persero. Mengutip dari laman Investopedia, proses likuidasi melibatkan beberapa tahapan yang penting. Pertama-tama, kewajiban kepada para kreditor harus dibayar, dan sisa aset kemudian didistribusikan kepada pemegang saham. 

Likuidasi dapat diinisiasi secara sukarela atau terpaksa. Dalam likuidasi sukarela, perusahaan mungkin ingin mengumpulkan dana tunai untuk investasi baru atau pembelian aset. Di sisi lain, likuidasi paksa terkait erat dengan prosedur kebangkrutan, di mana entitas dipaksa untuk mengubah aset menjadi bentuk likuid, yakni uang tunai.

Regulasi terkait likuidasi di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 272/PMk.05/2014. Situasi ini mencakup penyelesaian seluruh aset dan kewajiban, sebagai hasil dari pengakhiran atau pembubaran entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan pada kementerian negara dan lembaga.

Selain itu, likuidasi juga dapat merujuk pada proses penjualan inventaris, seringkali dengan penawaran diskon besar. Tidak selalu diperlukan mengajukan kebangkrutan untuk melikuidasi persediaan, tetapi perusahaan dapat memilih likuidasi sebagai strategi untuk membuka peluang bagi barang-barang baru.

Tujuan utama likuidasi adalah membersihkan harta suatu perusahaan, atau badan hukum yang sedang dibubarkan. Proses dimulai dengan penunjukan satu atau lebih likuidator, yang bertanggung jawab mengawasi seluruh proses. Perlu dicatat bahwa likuidasi berbeda dengan kepailitan, di mana likuidasi dilakukan untuk membubarkan suatu badan hukum atau perusahaan tanpa menyebabkan kepailitan.  

3 dari 4 halaman

Faktor Penyebab dan Tahap Likuidasi

Proses likuidasi sangat erat hubungannya dengan kondisi finansial yang mengkhawatirkan dalam suatu perusahaan, khususnya ketika perusahaan berada dalam keadaan tidak stabil. Salah satu pemicunya adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban utangnya.

Melansir dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam esensi berdirinya suatu perusahaan, pencapaian keuntungan menjadi target utama meskipun tidak selalu terjadi dalam waktu yang singkat. Umumnya, perusahaan telah merancang metode perhitungan likuidasi, di antaranya menggunakan metode Break Even Point (BEP). Ketika perusahaan menghadapi kesulitan dalam membayar utangnya, seringkali mereka mencari solusi dengan mengambil pinjaman dari pihak lain untuk menutupi kewajiban tersebut.

Namun, langkah ini hanyalah solusi sementara, karena pada akhirnya perusahaan mungkin harus menghadapi pembubaran. Dalam konteks ini, likuidasi bukan hanya sekadar penyelesaian utang, tetapi juga mengindikasikan bahwa perusahaan telah mencapai titik tidak dapat dipulihkan secara finansial. Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), berikut adalah tahapan yang dilalui dalam likuidasi:

1. Notaris akan menerbitkan akta pembubaran

2. Harus ada pengumuman likuidasi perusahaan dalam Berita Negara dan surat kabar

3. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan menyetujui pembubaran

4. Mencabut Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Surat Izin Usaha (SIUP) di OSS

5. Mencabut Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Wajib Pajak (SKT)

6. Mencabut PPN Badan Usaha (SPPKP)

7. Notaris akan menerbitkan akta pembubaran

8. Harus ada pengumuman kedua di Berita Negara dan surat kabar

9. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan menyetujui pembubaran

10. Harus ada pengumuman ketiga dalam Berita Negara dan surat kabar

Likuidator wajib mengumumkan dalam surat kabar dan Lembaran Negara. Jika tidak maka, likuidasi dianggap tidak akan efektif. Pengumuman likuidasi yang dibuat oleh likuidator harus menyertakan

  1. Likuidasi perusahaan dan dasar hukumnya
  2. Nama dan alamat likuidator
  3. Prosedur pengajuan klaim
  4. Batas akhir pengajuan klaim
4 dari 4 halaman

Jenis dan Contoh Kasus

1. Likuidasi Wajib

Mengutip dari laman Hashmicro, likuidasi wajib merupakan fase kritis yang terjadi saat pembubaran suatu perusahaan menjadi tak terhindarkan. Dalam situasi ini, perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan tindakan hukum lain, selain terlibat dalam proses likuidasi. Pemicu umumnya adalah kegagalan perusahaan dalam melunasi utangnya. Pihak kreditor memiliki hak untuk mengajukan petisi penutupan, yang kemudian memerlukan persetujuan dari perusahaan, pemegang saham, dan penerima resmi.

2. Likuidasi Sementara

Likuidasi sementara muncul sebagai respons, terhadap pelanggaran hukum oleh perusahaan atau adanya risiko terhadap asetnya. Langkah ini melibatkan penunjukan likuidator yang bertugas menjaga, dan melindungi aset perusahaan hingga sidang petisi digelar. Selain sebagai tindakan preventif, ini juga memberikan waktu bagi pihak terlibat untuk mempertimbangkan pilihan dengan cermat.

3. Likuidasi Sukarela

Proses likuidasi sukarela melibatkan kesepakatan tanpa melalui petisi. Kreditor dengan suara mayoritas minimal 75% harus menyetujui langkah ini, yang juga memerlukan persetujuan dewan perusahaan, direktur, dan pemegang saham. Keputusan ini seringkali diambil ketika perusahaan tidak lagi mampu menjalankan bisnis secara efektif, dan keberlanjutan bisnisnya akan semakin merugikan.

Contoh Proses Likuidasi

Likuidasi tidak selalu terjadi sebagai akibat kebangkrutan. Bahkan dalam banyak kasus, perusahaan memilih menutup operasionalnya karena faktor seperti penggabungan dengan perusahaan lain atau restrukturisasi.

Divisi atau perusahaan yang tidak lagi relevan seringkali dihentikan, dan asetnya dijual atau diintegrasikan ke dalam entitas lain. Contoh lainnya adalah dividen likuidasi, di mana perusahaan mengumumkan pembagian dividen kepada pemegang saham tanpa keberadaan saldo laba. Berikut beberapa perusahaan BUMN yang pernah mengalami likuidasi diantaranya:

  1. PT PLN BatubaraPT Industri Gelas (Persero)
  2. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
  3. PT Kertas Leces (Persero)
  4. PT Istaka Karya (Persero)
  5. PT Kertas Kraft Aceh (Persero)
  6. PT Industri Sandang Nusantara (Persero)
  7. PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero)