Sukses

Teknologi Kremasi Air untuk Orang Meninggal, Disebut Lebih Ramah Lingkungan

Kremasi air sudah pernah dilakukan untuk orang meninggal.

Liputan6.com, Jakarta Salah satu teknik pemakaman dengan cara dibakar kerap menjadi objek penelitian para ilmuwan. Istilah yang sering disebut kremasi ini mengharuskan proses pembakaran yang melepaskan banyak emisi karbon. Hingga ilmuwan menciptakan aquamasi atau kremasi air. 

Meski masih terdengar aneh, namun baru-baru ini beredar video simulasi kremasi air yang sukses bikini jagat maya terpana. Terlihat sederhana, namun diperlukan air khusus untuk mengubah jasad manusia menjadi bubuk halus seperti pasir. Hasilnya mirip kremasi pakai api namun lebih hemat energi sampai 80 persen.. 

Sebuah video yang dibagikan akun Tiktok @greatmovie05 memperlihatkan animasi proses awal sampai akhir kremasi air berlangsung. Meski terlihat efisien, namun tak sedikit netizen yang menyebut proses aquamasi ini terlihat menyeramkan. 

Dalam ranah praktik pemakaman aquamasi menggunakan air. Seperti yang dijelaskan oleh Morbid Knowledge, daripada bergantung pada api, aquamasi memanfaatkan kekuatan air dan sejumlah kecil alkali, seperti kalium hidroksida, dipanaskan hingga sekitar 150℃."

Dilansir Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (11/30/2023), praktik kremasi air sudah banyak dilakukan di Singapura untuk memakamkan hewan peliharaan. Meski sempat dilakukan pada manusia, namun kremasi air masih jadi kontroversi.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cara Kerja Kremasi Air atau Aquamasi

Melansir dari Lad Bible, proses canggih ini mengintegrasikan panas 160 derajat celsius, tekanan, dan bahan kimia untuk memecah jaringan tubuh, melarutkannya ke dalam air tanpa menimbulkan bahaya. Sisa-sisa struktur rangka kemudian ditempatkan dalam alat yang disebut "cremmulator," mengubahnya menjadi bubuk halus menyerupai abu tradisional.

Sudah diimplementasikan di negara-negara seperti Kanada, Afrika Selatan, dan sebagian Amerika Serikat, aquamasi sedang menciptakan gebrakan. Co-op Funeralcare, penyedia layanan pemakaman terkemuka di Inggris, telah mengumumkan niatnya untuk menguji coba proses ini di lokasi-lokasi yang dirahasiakan pada akhir tahun ini.

Pada tanggal 2 Juli, direktur pemakaman mengungkapkan rencana untuk memperkenalkan metode pemakaman inovatif ini ke lokasi-lokasi uji coba tertentu di Inggris, dengan potensi perluasan di masa depan. 

Meskipun sebagian besar orang dewasa di Inggris belum mengetahui tentang proses ini, seperti yang terungkap dalam jajak pendapat YouGov di mana hanya 29% yang menyatakan bersedia memilihnya, manfaat lingkungan menjadi sorotan.

3 dari 4 halaman

Kremasi Air Lebih Ramah Lingkungan

Sebelumnya, Desmond Tutu, seorang Uskup Agung berkulit hitam pertama di Afrika Selatan, meninggal dunia di usia 90 tahun. Dia dimakamkan dengan proses aquamasi. Jenazah mendiang pejuang anti-apartheid Afrika Selatan, Uskup Agung Desmond Tutu, menjalani proses diaquamasi. 

Metode ini dinilai lebih ramah lingkungan yang disebut sebagai alternatif kremasi. Very Reverend Michael Weeder menyatakan bahwa proses ini sesuai dengan cita-cita Tutu sebagai pejuang lingkungan. 

Co-op menekankan bahwa penggunaan air dalam proses aquamasi, dibandingkan dengan api, dapat secara signifikan mengurangi dampak lingkungan dengan menghindari pelepasan emisi udara. Professor Douglas Davies dari Departemen Teologi dan Agama di Universitas Durham menyatakan, 

"Peningkatan jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk pembuangan jenazah lainnya, tanpa ragu membuatnya menjadi pilihan menarik, terutama dengan praktik ini semakin tersedia di Inggris."

4 dari 4 halaman

Simak Videonya

@greatmovie05

Would you be okay with such a watery burial?#knowledge #popularscience

♬ original sound - Michael

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.