Sukses

Hukum Ekonomi Adalah Hubungan Sebab Akibat, Simak Penjelasannya

Hukum ekonomi adalah ketentuan yang menjelaskan tentang hubungan yang terjadi antara berbagai peristiwa ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta Hukum ekonomi adalah cabang ilmu yang menelaah dan mengatur, tentang hubungan-hubungan hukum yang timbul dalam konteks kegiatan ekonomi. Keberadaan hukum ekonomi tentu berperan, dalam mengatur dan membatasi segala kegiatan ekonomi, agar penyelenggaraan kegiatan selalu selaras, dan hak-hak masyarakat luas tidak diabaikan.

Fokus utama dari hukum ekonomi adalah menciptakan kerangka kerja hukum, yang memfasilitasi dan mengawasi interaksi antara individu, perusahaan, dan entitas ekonomi lainnya dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa.

Hukum ekonomi adalah hubungan sebab akibat, atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain, di dalam kehidupan ekonomi sehari-hari. Hal ini bertujuan, untuk menciptakan suatu lingkungan hukum yang mendukung pertumbuhan ekonomi secara seimbang dan berkelanjutan, sambil melindungi hak-hak individu dan kepentingan masyarakat secara umum.

Berikut ini penjelasan tentang hukum ekonomi yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (4/12/2023). 

2 dari 4 halaman

Pengertian Hukum Ekonomi

Hukum ekonomi mencakup seluruh peraturan hukum yang mengatur, dan memengaruhi segala hal terkait dengan perekonomian nasional dan kehidupan negara, baik dalam ranah privat maupun publik. Peraturan ini, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, mengatur berbagai kegiatan dan aspek kehidupan ekonomi nasional. Kelahiran hukum ekonomi dipicu oleh pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang cepat. Perannya adalah membatasi dan mengatur kegiatan ekonomi, sehingga pembangunan ekonomi tidak melupakan hak-hak masyarakat.

Sebagai negara kesejahteraan, pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi hak dan kepentingan masyarakat melalui hukum umum. Hukum formal ini merupakan alat, untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, seluruh kegiatan ekonomi diatur melalui undang-undang formal sebagai sarana untuk mencapai kebijakan pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan tingkat kecerdasan bangsa Indonesia.

Indonesia memiliki dua kategori hukum ekonomi, yakni hukum pembangunan ekonomi dan hukum sosial ekonomi. Undang-Undang Ekonomi Pembangunan mengacu pada peraturan perundang-undangan, termasuk undang-undang dan konsep hukum, yang mengatur cara meningkatkan dan mengembangkan kehidupan ekonomi di negara atau seluruh Indonesia. Di sisi lain, hukum sosial ekonomi mencakup peraturan perundang-undangan, yang membahas cara meningkatkan kehidupan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.  

3 dari 4 halaman

Sejarah Terkait Hukum Ekonomi

Istilah dan kajian hukum ekonomi telah menjadi perbincangan, dengan fakta bahwa istilah "hukum ekonomi" (economic law, wirthafrecht) sudah dikenal di Inggris sejak tahun 1760-an, dan telah berkembang di negara-negara Eropa lainnya. Di Perancis misalnya, dilakukan unifikasi dan kodifikasi hukum dagang Perancis ke dalam code civil dan code du commerce, serta pengkodifikasian hukum pidana ke dalam code penal.

Proses serupa terjadi di Belanda, yang mengadopsi code Napoleon dan prinsip-prinsip yang mendasarinya ke dalam Burgerlijke Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (1838). Saat Belanda menjajah Indonesia, BW dan WvK diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1848.

Meskipun hukum ekonomi telah diakui dalam BW dan WvK, bidang kajian ini masih relatif baru. Pada tahun 1978, para ahli hukum mencatat hasil dari simposium Pembinaan Hukum Ekonomi Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN Departemen Kehakiman RI. Kesimpulan dari simposium tersebut adalah bahwa terdapat perbedaan dalam pengertian, dan ruang lingkup hukum ekonomi di Indonesia, kecuali pada penggunaan istilah "hukum ekonomi" sebagai wadah untuk mengelompokkan cabang ilmu hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi.

Menurut Prof. Sunaryati Hartono, hukum ekonomi Indonesia mencakup keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum, yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia. Ia menekankan bahwa hukum ekonomi bersifat lintas sektoral, dan interdisipliner karena tidak hanya terbatas pada hukum perdata, tetapi juga erat kaitannya dengan hukum administrasi negara, hukum antar wewenang, hukum pidana, dan tidak dapat mengabaikan hukum publik internasional dan hukum perdata internasional.

Hukum ekonomi Indonesia juga memerlukan landasan pemikiran dari bidang non hukum, seperti filsafat, sosiologi, administrasi pembangunan, dan ilmu ekonomi. Dengan demikian, hukum ekonomi menjadi suatu ranah yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, untuk memahami dan mengatur dinamika kompleks kegiatan ekonomi dalam konteks Indonesia.

4 dari 4 halaman

Hukum Ekonomi Syariah

Hukum Ekonomi Syariah merupakan suatu cabang ilmu yang memeriksa perilaku dan aktivitas manusia dalam konteks produksi, distribusi, dan konsumsi secara aktual dan empiris. Disiplin ilmu ini bersumber pada prinsip-prinsip syariah Islam yang diambil dari al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma' para ulama.

Menurut buku yang berjudul "Hukum Ekonomi Syariah, dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama" karya Abdul Manan (2012), tujuan utama dari Hukum Ekonomi Syariah adalah mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang selaras dengan ajaran Islam. 

Hukum Ekonomi Syariah memiliki dua landasan dasar sebagaimana dijelaskan Universitas Islam Negeri Raden Fatah, yaitu landasan syariah dari Al-Qur’an dan hadis atau sunnah, serta landasan konstitusional seperti Undang-Unda ng atau UU perbankan syariah. Landasan syariah tersebut mengandung prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh umat Islam.

Al-Qur’an adalah sumber utama dari hukum ekonomi syariah yang berisi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, seperti hukum zakat, riba, dan perdagangan. Dalam Al-Qur’an, aktivitas ekonomi diatur berdasarkan prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kemaslahatan umum.

“Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. bagi orang-orang miskin yang meminta dan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa (orang yang tidak mau meminta).” (QS. QS. Al-Ma’aarij ayat 24-25)